Cerita Warga Amerika Kesusahan Cari Kerja Meski Bergelar Sarjana
Tingkat pengangguran di Amerika tidak hanya dipengaruhi faktor tunggal.
Tingkat pengangguran di Amerika tidak hanya dipengaruhi faktor tunggal.
-
Siapa yang kesulitan mendapatkan pekerjaan? Indira adalah bagian dari kelompok generasi terbesar di Indonesia, Generasi Z, yang mencakup lebih dari 74 juta orang, atau 27,9 persen dari populasi Indonesia, yang lahir antara tahun 1997 dan 2012.
-
Siapa aja yang susah cari kerja? Salah satu kendala yang banyak dialami pencari kerja adalah kemampuan bahasa Inggris
-
Bagaimana doktor menghadapi pengangguran? Ganai mengatakan dia bahkan mencoba mencari pekerjaan melalui program pemerintah seperti Undang-Undang Jaminan Pekerjaan Pedesaan Nasional Mahatma Gandhi atau MGNREGA, undang-undang penting tahun 2005 yang menjamin 100 hari kerja bagi setiap warga India.
-
Apa aja kendala cari kerja? Selain bahasa, kesulitan generasi muda mendapatkan pekerjaan adalah keengganan untuk menggapai pekerjaan impian Generasi muda menginginkan yang instan, padahal karier sebaiknya dirintis dari nol
-
Bagaimana karyawan Singapura memandang kesulitan mencari pekerjaan? Faktanya, 53 persen warga Singapura mengatakan mencari pekerjaan yang tepat sama sulitnya dengan mencari pasangan jangka panjang yang tepat, sementara 27 persen mengatakan jauh lebih sulit.
-
Siapa yang merasa sulit mencari pekerjaan di Singapura? Mereka yang berpenghasilan rendah di negara-kota tersebut juga lebih cenderung mengatakan bahwa pekerjaan saat ini tidak sesuai dengan keterampilan dan aspirasi.
Cerita Warga Amerika Kesusahan Cari Kerja Meski Bergelar Sarjana
Disrupsi ekonomi global berdampak terhadap lapangan kerja.
Dan Colflesh, seorang warga Amerika Serikat mengeluh dia sangat kesusahan mendapat pekerjaan meski sudah bergelar sarjana.
Melansir Business Insider, Colflesh bercerita, pada tahun 2015 dia memutuskan berhenti kerja sebagai customer service untuk melanjutkan pendidikan.
Meskipun usianya saat itu sudah cukup dewasa, 34 tahun.
"Aku sudah bekerja di beberapa perusahaan, tapi aku selalu terkendala dalam promosi jabatan karena latar belakang pendidikanku yang tidak pernah mengenyam bangku kuliah,"
cerita Colflesh.
Hingga akhirnya pada tahun 2021, dia meraih gelar sarjana dari fisika dari community college di Massachusetts dan gelar sarjana ilmu politik dari University of Massachusetts Amherst.
Namun, pendidikan tambahan itu dalam realisasinya tidak banyak membantu di bursa kerja.
Colfesh malah terbebani dengan pinjaman mahasiswa (student loan).
Sudah ratusan surat lamaran dia kirim ke beberapa perusahaan, namun belum juga membuahkan hasil. Hingga akhirnya dia berhenti sejenak untuk tidak melamar pekerjaan berbulan-bulan.
"Tidak ada satu pun yang merekrutku. Gelar sarjanku benar-benar tidak berguna," keluh dia.
Meskipun tingkat pengangguran laki-laki di Amerika Serikat tergolong rendah dibandingkan beberapa dekade terakhir, Colflesh termasuk di antara laki-laki yang kesulitan mendapatkan pekerjaan, atau bahkan berhenti mencari pekerjaan.
Pada tahun 1950, sekitar 97 persen, pria Amerika berusia antara 25 dan 54 tahun memiliki pekerjaan atau sedang aktif mencari pekerjaan, menurut Biro Statistik Tenaga Kerja. Pada bulan Januari, angka tersebut telah turun menjadi sekitar 89 persen.
Salah satu penjelasan mengenai tren ini adalah bahwa dalam beberapa dekade terakhir, semakin sulit mendapatkan pekerjaan bergaji tinggi tanpa gelar sarjana. Ini yang kemudian menyebabkan sebagian laki-laki meninggalkan dunia kerja.
Tantangan-tantangan serupa masih dihadapi hingga saat ini bagi laki-laki, yang kini berjumlah kurang dari separuh pendaftar perguruan tinggi, meskipun semakin banyak perusahaan yang mulai merekrut kandidat tanpa gelar sarjana.