Demi Kelancaran Penerimaan Negara, Kaisar KKSP Minta Pemerintah Evaluasi Coretax di Ditjen Pajak
Kaisar juga menyoroti proses pendaftaran yang sangat lambat. Wajib Pajak harus menunggu hingga 15 hari hanya untuk mendaftar.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Kaisar Kiasa Kasih Said Putra atau Kaisar KKSP menyoroti berbagai kendala yang muncul dalam penerapan Coretax di Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Menurut, Kaisar KKSP, sistem yang mulai diterapkan secara wajib per 1 Januari 2025 ini mengalami berbagai kendala yang dapat mengganggu kelancaran penerimaan negara dan aktivitas dunia usaha.
"Sejak awal implementasi, sistem Coretax sering tidak bisa diakses, sehingga perusahaan tidak dapat menjalankan kewajiban perpajakannya tepat waktu. Tidak semua perusahaan memahami sistem Coretax, namun tetap diwajibkan menggunakannya tanpa transisi yang cukup. Gangguan ini berdampak pada keterlambatan seluruh proses perpajakan, dari input faktur hingga pelaporan SPT," ujar Kaisar KKSP dalam keterangannya, Jumat (14/2/2025).
Selain itu Kaisar juga menyoroti proses pendaftaran yang sangat lambat. Wajib Pajak harus menunggu hingga 15 hari hanya untuk mendaftar, yang menghambat akses ke layanan perpajakan lainnya.
Faktur pajak yang tidak bisa diakses juga disinggung oleh Kaisar karena hal ini menyebabkan keterlambatan dalam penyelesaian transaksi bisnis. Hal ini karena banyak perusahaan memiliki kebijakan bahwa invoice dan faktur pajak harus lengkap sebelum melakukan penagihan. Dengan sistem Coretax yang tidak berfungsi optimal, penagihan menjadi terhambat dan cash flow perusahaan terganggu.
"Jika berjalan lancar, Coretax seharusnya mempercepat proses administrasi perpajakan dan mengurangi ketergantungan pada vendor. Namun, karena sistem masih belum stabil, justru menyebabkan keterlambatan, frustrasi pengguna, dan peningkatan beban kerja karyawan pajak di perusahaan," tulis Kaisar.
Menurut Kaisar, Coretax DJP dirancang untuk memodernisasi sistem perpajakan Indonesia. Namun, implementasi yang terburu-buru dan gangguan teknis yang berulang justru menyulitkan dunia usaha, memperlambat proses bisnis, dan mengganggu stabilitas keuangan perusahaan.
Berdasarkan hasil rapat Komisi XI DPR bersama DJP, disepakati bahwa jika Coretax belum dapat berjalan dengan sempurna, maka ada opsi untuk kembali mengaktifkan sistem lama. Dalam simpulan rapat, akhirnya diputuskan bahwa Coretax dan sistem lama akan berjalan secara paralel.
"Pemerintah perlu segera memperbaiki infrastruktur sistem, memberikan phase roll out, serta menyediakan solusi darurat untuk faktur pajak dan cash flow perusahaan. Hal ini penting agar Coretax benar-benar menjadi alat yang memudahkan, bukan malah membebani pengguna. Mengingat pada tahun 2025 jumlah Wajib Pajak diperkirakan mencapai 70 juta, modernisasi sistem perpajakan menjadi kebutuhan penting untuk meningkatkan transparansi, efisiensi, dan kemudahan administrasi. Lebih dari itu, yang paling utama adalah memastikan penerimaan negara kita tidak terganggu," imbuhnya.