Indonesia Peringkat ke-8 Ekonomi Terbesar Dunia, Kalahkan Prancis dan Inggris
Ini menunjukkan bahwa Indonesia berhasil mengungguli dua negara maju, yaitu Prancis dan Inggris.

Indonesia mencatat prestasi yang mengesankan sebagai salah satu ekonomi terbesar di dunia pada tahun 2024.
Menurut data dari Dana Moneter Internasional (IMF), ekonomi Indonesia kini menempati posisi ke-8 dalam daftar ekonomi global berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) yang disesuaikan dengan paritas daya beli (PPP).
Ini menunjukkan bahwa Indonesia berhasil mengungguli dua negara maju, yaitu Prancis dan Inggris.
China masih memimpin sebagai ekonomi terbesar di dunia dengan PDB sebesar USD37,07 triliun (sekitar Rp600 kuadriliun), diikuti oleh Amerika Serikat yang mencapai USD29,17 triliun (Rp472,2 kuadriliun).
India berada di urutan ketiga dengan USD16,02 triliun (Rp259,3 kuadriliun), sedangkan Rusia dan Jepang menempati posisi keempat dan kelima dengan masing-masing USD6,91 triliun (Rp111,8 kuadriliun) dan USD6,57 triliun (Rp106,3 kuadriliun).
Di posisi keenam dan ketujuh terdapat Jerman (USD6,02 triliun) dan Brasil (USD4,7 triliun), sementara Indonesia mengamankan peringkat kedelapan dengan PDB sebesar USD4,66 triliun atau sekitar Rp75,4 kuadriliun.
Keberhasilan ini semakin menonjol karena Indonesia berhasil mengalahkan Prancis dan Inggris, yang masing-masing memiliki PDB sebesar USD4,36 triliun (Rp70,5 kuadriliun) dan USD4,28 triliun (Rp69,2 kuadriliun).
Capaian ini merupakan tonggak penting bagi Indonesia sebagai negara berkembang yang mampu menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang stabil, meskipun menghadapi berbagai tantangan global seperti pandemi dan ketidakpastian ekonomi.
Pencapaian Indonesia ini tidak terlepas dari kontribusi sektor manufaktur, ekspor komoditas, dan peningkatan investasi asing. Kebijakan pemerintah yang mendukung pertumbuhan, termasuk pengembangan infrastruktur dan insentif investasi, telah memperkuat posisi Indonesia di panggung global.
ekonomi negara di dunia (dok: IMF)">
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Era Prabowo

Ketua Dewan Pakar Asosiasi Pengusaha Bumiputera Nusantara Indonesia (ASPRINDO), Prof. Didin S. Damanhuri, memberikan apresiasi terhadap langkah Presiden Prabowo Subianto dalam melakukan pergeseran paradigma menuju pembangunan ekonomi yang berfokus pada masyarakat (people center development).
"Tapi memang masalah yang Indonesia hadapi saat ini memang sangat berat. Butuh waktu lebih panjang, untuk melakukan pembenahan. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen itu, yang harus dilakukan bukan hanya menggerakkan sektor ekonomi saja tapi secara keseluruhan. Yaitu, pembenahan tata kelola negara," kata Prof. Didin, dikutip Senin (20/1).
Prof. Didin menegaskan bahwa pembenahan ini harus dimulai dengan memperbaiki regulasi dan penegakan hukum untuk mengurangi kebocoran anggaran negara. Selain itu, pemerintah juga perlu melaksanakan penghematan nasional dan mengevaluasi pembagian keuntungan dari pengelolaan sumber daya alam.
"Kondisi di lapangan pelaku usaha yang mengembangkan sumber daya Indonesia, sebut misal perkebunan sawit, nikel, batu bara, migas, atau sumber daya alam lainnya, itu kan pemerintah mendapatkannya kecil. Harusnya bisa didorong untuk 50-50. Saat ini, setelah dikurangi dengan biaya-biaya, pembagiannya 30-70, dengan 30-nya untuk pemerintah. Prabowo harus berani untuk me-revisinya," ujarnya.
Dia juga mengungkapkan bahwa Hashim Djojohadikusmo, adik Presiden Prabowo Subianto, pernah menyebutkan adanya dana sebesar Rp300 triliun dari sektor sawit yang tidak masuk ke kas negara, belum termasuk dari sektor sawit ilegal.
Hal ini disebabkan oleh pengusaha sawit yang memperluas lahan tanpa pengawasan yang memadai.
"Selama ini, alih-alih membenahi industri besar ini, pemerintah dalam upaya untuk menaikkan pemasukan dari sektor pajak, malah mencoba untuk membebankannya pada masyarakat, yang nota bene usahanya adalah usaha menengah ke bawah. Industri besar ini, persentasenya tidak menyentuh 1 persen. Sementara yang 99 persennya itu adalah industri menengah ke bawah, yang mayoritasnya adalah UMKM," ujarnya lagi.
Pengelolaan Anggaran yang Efisien

Prof Didin juga menekankan pentingnya efisiensi anggaran oleh pemerintah, serta mendorong pengembangan dan keterlibatan sektor UMKM. Selain itu, ia berharap pelaku industri swasta dapat beroperasi dengan lebih efisien.
"Saya berharap, pemerintah bisa menurunkan pajak, sehingga bisa meningkatkan daya beli masyarakat, UMKM juga bisa bertumbuh. Bersamaan dengan itu, pemerintah juga harus meminta industri besar untuk melakukan efisiensi dan inovasi. Jangan industri besar itu hanya mengambil sumber daya alam tapi pemasukannya sedikit untuk negara ini. Jangan sampai potensi pemasukan negara itu hilang," ungkapnya.
Dia menegaskan bahwa berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, ada potensi pemasukan negara dari pengelolaan sumber daya alam yang mencapai sekitar Rp1.000 triliun. Dari sektor sawit, pemerintah bisa mendapatkan sekitar Rp300 triliun, sementara dari batu bara bisa mencapai Rp600 triliun.
"Jika ini dibenahi, tata kelolanya, maka tidak perlu lagi Indonesia untuk hutang-hutang lagi. Cukup untuk membiayai program ekonomi rakyat yang dicanangkan oleh Prabowo. Para industri besar itu, kalau dikumpulkan, total asetnya melebihi GDP Indonesia. Harusnya mereka jadi pelaku usaha yang efisien, jangan jadi pemburu rente. Kalau memang mereka efisien, berikan insentif," ungkap Ekonom Senior Indef ini.