Jokowi Resmikan Pasar Karbon Indonesia, Aturan Pajaknya Masih Dimatangkan
Pemberlakuan pajak karbon bertujuan untuk memberikan alternatif kepada dunia usaha dalam upaya mengurangi emisi karbon.
Pemberlakuan pajak karbon bertujuan untuk memberikan alternatif kepada dunia usaha dalam upaya mengurangi emisi karbon.
Jokowi Resmikan Pasar Karbon Indonesia, Aturan Pajaknya Masih Dimatangkan
Aturan Pajak Karbon Masih Dimatangkan
Pemerintah masih terus mematangkan peraturan pajak karbon, yang salah satu tujuannya mengantisipasi Mekanisme Penyesuaian Karbon Perbatasan (CBAM) yang akan diterapkan Uni Eropa (EU) mulai 2026.
“Regulasinya akan dilengkapi, salah satunya karena Eropa akan menerapkan CBAM pada 2026. Tahun 2024 mereka akan sosialisasi, artinya industri kita harus siap untuk menjadi basis energi hijau dan menjadi industri bersih—dan itu perlu ada investasi,” kata Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (26/9).
Melansir dari Antara, pemberlakuan pajak karbon oleh pemerintah Indonesia dimaksudkan untuk memberikan alternatif kepada dunia usaha dalam upaya mengurangi emisi karbon.
Selain pajak karbon, pemerintah juga telah secara resmi meluncurkan Bursa Karbon Indonesia.
Salah satu tujuannya untuk memacu pemenuhan komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca (Nationally Determined Contribution) sebesar 31,89 persen dengan kemampuan sendiri atau 43,20 persen dengan bantuan internasional.
Airlangga menjelaskan pajak karbon terbagi menjadi dua.
Pajak karbon yang sifatnya sukarela dan pajak karbon bersifat terkait.
"Yang sukarela tadi baru diluncurkan Bapak Presiden (Jokowi) melalui bursa karbon, sementara pajak karbon itu hanya melengkapi jadi kalau tidak diperdagangkan di dalam bursa baru dicarikan melalui pajak karbon," tutur Airlangga.
Dia mengimbau agar perusahaan-perusahaan yang industrinya menghasilkan emisi karbon agar turut berkontribusi dalam upaya pengurangan emisi di Indonesia, baik melalui bursa maupun pajak karbon.
"Kalau produknya diekspor akan dikenakan pajak karbon di negara lain, daripada dikenakan di negara lain kan mending di dalam negeri," kata Airlangga.
Aturan Pajak Karbon tercantum dalam Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP) bukan pajak atas setiap emisi karbon yang dikeluarkan oleh badan usaha.
Badan usaha memiliki dua pilihan bila usahanya mengeluarkan emisi karbon lebih besar dari standar yang telah ditetapkan dalam sektornya.
Salah satunya melakukan pembayaran pajak karbon kepada negara atau mencari carbon converter di pasar karbon.
Dengan kondisi sumber daya hutan tropis seluas 125 juta hektare, terbesar ketiga di dunia, Indonesia berpotensi memimpin pasar karbon yang diperkirakan mampu menyerap 25 miliar ton karbon.