Kemenperin Ungkap Kasus Surat Perintah Fiktif, Begini Modus Dilakukan
Kemenperin sedang melakukan proses penindakan atas pelanggaran disiplin berat.
Kemenperin sedang melakukan proses penindakan atas pelanggaran disiplin berat.
Kemenperin Ungkap Kasus Surat Perintah Fiktif, Begini Modus Dilakukan
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkap kasus Surat Perintah Kerja (SPK) fiktif di Direktorat Industri Kimia Hilir dan Farmasi (Direktorat IKHF) Tahun Anggaran 2023.
Kasus ini melibatkan pegawai Kemenperin berinisial yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Berdasarkan hasil pemeriksaan internal, seluruh paket pekerjaan yang diadukan tersebut tidak terdaftar pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) tahun 2023.
Karena paket pekerjaan dimaksud tidak terdapat dalam alokasi DIPA Kemenperin di tahun tersebut.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan internal kami menemukan adanya penipuan yang dilakukan oleh LHS dengan membuat Surat Perintah Kerja (SPK) fiktif. Yang perlu ditegaskan adalah kasus ini tidak menimbulkan kerugian pada keuangan negara,"
kata Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif di Jakarta, Senin (6/5).
Perbuatan ini dilakukan oleh LHS yang mengatasnamakan jabatannya sebagai PPK dengan membuat Surat Perintah Kerja (SPK) kepada pihak lain seolah-olah SPK tersebut merupakan SPK resmi dari Kementerian Perindustrian.
Febri mengungkapkan terdapat 4 SPK dalam pemeriksaan internal dengan nilai pengaduan sekitar Rp80 miliar.
“Jumlah SPK yang diperiksa dalam riksus ada 4 SPK, nilai pengaduan sekitar Rp80 miliar,”
kata Febri.
Namun, Febri menegaskan kasus ini tidak menimbulkan kerugian bagi negara.
Kasus ini murni tindakan pribadi dari LHS yang saat ini sudah dibebastugaskan dari jabatannya.
Untuk menindaklanjuti permasalahan ini, Kemenperin sedang melakukan proses penindakan atas pelanggaran disiplin berat dengan hukuman maksimal pemecatan.
Febri pun mengimbau masyarakat termasuk para penyedia jasa untuk memperhatikan secara seksama kegiatan-kegiatan pengadaan barang jasa di Kemenperin melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
Reporter Magang: Nur Pangesti