KPK Cegah Lagi 3 Orang Keluar Negeri Terkait Kasus Korupsi LPEI
Sebelumnya, KPK telah mencekal empat orang keluar negeri terkait kasus tersebut.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mencekal tiga orang keluar negeri terkait kasus korupsi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Sebelumnya, KPK telah mencekal empat orang keluar negeri terkait kasus tersebut.
"Larangan berpergian ke luar negeri terhadap 7 orang WNI," kata Jubir KPK, Tessa Mahardika Sugiarto dalam keterangannya, Kamis (1/8).
Tessa menjelaskan, pencegahan itu merujuk pada surat keputusan tentang larangan bepergian ke luar negeri nomor 981 tahun 2024.
"Larangan berpergian tersebut berlaku selama enam bulan ke depan," ungkap Tessa.
Tersangka Kasus LPEI
KPK telah menetapkan sejumlah tersangka terkait kasus korupsi LPEI yang merugikan negara Rp3,4 triliun. Salah satu tersangka merupakan pihak penyelenggara negara. Namun, Tessa enggan mengungkap identitas penyelenggara negara tersebut.
Proses penyitaan barang bukti juga telah dilakukan oleh tim penyidik. Untuk selanjutnya, KPK bakal memeriksa saksi-saksi.
"Proses penyidikan saat ini sedang berjalan dengan pemeriksaan saksi-saksi serta penyitaan barbuk," ucap Tessa.
3 Perusahaan Lakukan Fraud
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengatakan, telah terjadi fraud atau kecurangan yang dilakukan oleh tiga perusahaan. Sehingga mengakibatkan negara rugi hingga triliunan rupiah.
"Kerugian dari PT PE dengan nilai kerugian Rp 800 miliar, PT RII sebesar Rp 1,6 triliun, dan PT SMJL sebesar Rp 1,051 triliun," ungkap Nurul Ghufron kepada wartawan Selasa (19/3) malam hari.
"Sehingga yang sudah terhitung dari 3 korporasi penyaluran kredit PT LPEI ini sebesar Rp3,451 triliun," lanjut dia.
Di saat yang bersamaan, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menyebut, dugaan terjadinya fraud tersebut bermula dari penyimpangan pemberian kredit modal kerja ekspor (KMKE) oleh LPEI.
"Secara umum sebetulnya terkait dengan pembiayaan sebagaimana perbankan, kenapa kemudian kredit itu macet umumnya terjadi karena kurang hati-hatinya komite kredit atau pihak lembaga yang memberikan kredit itu terhadap kondisi dari debitur," ujar Alexander.
KMKE dalam hal ini diduga mengabaikan jaminan kelayakan pengajuan pembiayaan serta adanya indikasi ketidakwajaran dari berdasarkan laporan keuangan tentang waktu Juni 2015. Laporan ketidakwajaran tersebut dijadikan rujukan analisa pembiayaan ke PT PE.
"Jadi laporan keuangan PT PE diduga itu tidak mengandung kebenaran. Itu pada laporan PTPE dijadikan rujukan dalam analisis pemberian pembiayaan ke PT PE," ucap Alex.
Pada saat pengajuan jaminan aset tetap oleh PT PE, kata Alex, terdapat tiga kantor yang berpotensi gagal. Sebab belum diterbitkan sertifikat kepemilikan atas aset tersebut.
"Secara keseluruhan jaminan-jaminan yang diberikan PTPE itu lebih kurangnya tidak bisa menutup fasilitas pembiayaan yang diberikan kepada PT PE. Jadi jaminannya rendah, tidak menutup kredit yang diberikan," imbuh dia.
Bahkan, kata Alex, terdapat dugaan penggelembungan nilai piutang PT. PE di antaranya peningkatan aset hingga dua kali lipat dikarenakan naiknya piutang dan pencatatan semu atas akuisisi.
"Ini beberapa dugaan fraud yang dilakukan disebabkan tidak telitinya dari eks Komite Kredit dari LPEI dalam menganalisis laporan-laporan keuangan yang disampaikan PT PE," katanya.