Cuma Pejabat Indonesia, Toyota Fortuner Dihargai Rp 6 Juta dalam Laporan LHKPN
KPK menyatakan bahwa masih ada pejabat publik yang mengisi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dengan sembarangan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa masih ada penyelenggara negara yang mengisi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dengan cara yang sembarangan. Ketua Sementara KPK, Nawawi Pomolango, menjelaskan bahwa ada penyelenggara yang mencantumkan harga mobil sekelas Toyota Fortuner hanya sebesar Rp 6 juta.
"Pengisian LHKPN lebih banyak amburadulnya. Ada Fortuner diisi Rp6 juta. Kita nanya ke dia di mana dapat Fortuner Rp6 juta. Kita pengen beli juga gitu 10 (unit)," ungkap Nawawi dalam Seminar Nasional Hakordia yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung (MA), sebagaimana disiarkan melalui akun resmi YouTube MA, Kamis (12/12/2024).
Nawawi melanjutkan bahwa masih terdapat ratusan individu yang tidak jujur dalam mengisi laporan harta kekayaan mereka, meskipun LHKPN merupakan instrumen yang diamanatkan oleh Undang-Undang untuk mencegah tindak pidana korupsi. Ketidaksesuaian dalam laporan tersebut mendorong KPK untuk melakukan klarifikasi langsung kepada pihak-pihak terkait.
"Observasi ke lapangan jadi jangan kaget kalau ada beberapa subjek laporan LHKPN itu yang kami datangi. Kami lakukan survei terhadap apa yang meskipun tidak ada di dalam media sosial, tidak dimunculkan, tetapi KPK bekerja untuk itu," tutur Nawawi. Toyota Fortuner sendiri merupakan salah satu sport utility vehicle (SUV) yang banyak diminati di Indonesia. Model ini telah dijual di Tanah Air sejak 2005, dan hingga kini masih tersedia di pasaran.
Harga Toyota Fortuner Asli
Banderol asli Toyota Fortuner terbilang cukup tinggi, dengan harga mulai dari Rp 573 juta untuk model dasar dan mencapai Rp 766 juta untuk versi 4x4 yang paling mahal. Varian mobil bekasnya juga tidak kalah mahal, dengan harga di atas Rp 100 juta, berkisar antara Rp 130 juta hingga Rp 186 juta untuk model tahun 2013.
Di sisi lain, terdapat beberapa kasus pejabat negara yang terpaksa berurusan dengan KPK akibat ketidaksesuaian laporan LHKPN. Salah satu contohnya adalah mantan pejabat Ditjen Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo, serta eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto.
"Itu LHKPN sudah kita lihat. Begitu berbedanya apa yang dicantumkan di LHKPN dengan apa yang kita temukan, itu jungkir balik faktanya," ungkap Nawawi. "Dan itu ada ratusan, bahkan lebih dari itu, yang kita temukan bahwa ada ketidakjujuran di dalam pengisian LHKPN itu," tambahnya.