Nilai Tukar Rupiah Diprediksi Bakal Tembus Rp16.500 per USD, Dipengaruhi Kebijakan Donald Trump
Kebijakan Trump yang kembali berkuasa diperkirakan akan mendorong inflasi.

Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro memperkirakan nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan tetap berada di atas Rp16.000 per USD dalam waktu dekat. Menurutnya, arus modal yang keluar dan masuk ke pasar keuangan Indonesia menjadi faktor utama yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar.
"Saya rasa sentimentnya seperti ini ya pressure-nya memang ada ke Rp16.000 Yang sekarang lah sideways-nya Rp16.300, Rp16.400. Habis itu nanti juga berkisar lagi, ke bawah lagi. Bayangan saya sih masih di antara Rp16.000 sampai Rp16.500," ujar Asmoro dalam pertemuan di Jakarta, Kamis (13/3).
Dia menjelaskan, kondisi ekonomi AS saat ini sedang mengalami perkembangan signifikan, terutama terkait dengan peluang resesi yang kembali meningkat hingga mendekati 30 persen. Meskipun begitu, ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga (rate cut) tetap tinggi, dengan proyeksi sebanyak tiga kali pemangkasan pada tahun ini.
"Jadi kalau lihat dari gambaran ekonomi Amerika Serikat, ini sekarang ada perkembangan baru kan ya. Jadi terakhir itu kan chance percession Amerika Serikat naik lagi. Ya, mendekati 30 persen. Cuma kalau teman-teman lihat dari ekspektasi. Kalau lihat dari ekspektasi rate cut-nya, market berapa sekarang ekspektasi? Sekarang 3 kali rate cut," jelasnya.
Asmoro menambahkan kebijakan Trump yang kembali berkuasa diperkirakan akan mendorong inflasi. Namun, di sisi lain, ada indikasi perlambatan pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan inflasi justru melemah. Hal ini menimbulkan ketidakpastian bagi pasar, terutama terkait dengan arah suku bunga acuan AS.
Dampak Kebijakan Donald Trump
Dia menerangkan, dampak dari kebijakan ekonomi ini berpotensi melemahkan beberapa sektor, yang pada akhirnya memicu kekhawatiran resesi. Jika resesi benar-benar terjadi, pasar akan berekspektasi adanya pemangkasan suku bunga, sehingga indeks dolar AS melemah.
"Jadi kalau kita lihat dari sisi dampak kebijakan Trump, dampak kebijakan Trump itu harusnya menaikkan inflasi. Tapi ternyata ICP-nya turun. Karena memang kemudian ada sign of deceleration dari pertumbuhan ekonomi yang berikutnya. Kalau kita mau lihat apakah rupiah menguat atau enggak kan, tinggal lihat aja yang dipegang, ekspektasi," terang dia.
Namun, menurutnya, situasi ini tidak akan berlangsung secara linear. Fluktuasi pasar masih akan terjadi, bergantung pada perkembangan kebijakan ekonomi serta pernyataan dari Donald Trump, yang menjadi faktor dominan dalam menentukan arah kebijakan AS ke depan.
"Nah sekarang yang kita pegang saat ini adalah memang 3 kali rate cut. Akan dampaknya seperti apa? Kalau ada 3 kali rate cut, yang ada ekspektasi kemudian suku bunga kita kan jadi relatif, jadi menarik gitu ya. Nah back lagi, investor asing akan mulai biasanya respond lagi ke emerging market. Artinya akan ada positive flows juga ke emerging market," tutupnya.