Pemerintah dinilai belum siap sambut revolusi industri 4.0
Merdeka.com - Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati, mengatakan program pemerintah belum maksimal untuk menurunkan ketimpangan dan penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Padahal, Indonesia tengah dihadapkan tantangan digitalisasi dan revolusi industri keempat.
"Program pemerintah belum sampai ke ujung tombak sasaran agar optimal, akses tenaga kerja kita dapat pelatihan minim sekali," kata Enny dalam sebuah acara diskusi di Cikini, Jakarta, Selasa (23/1).
Enny mengungkapkan, meski sudah banyak pelatihan dan peserta, nyatanya masih banyak tenaga kerja yang belum terserap. "Sekalipun ikut pelatihan, tak ada jaminan dapat pekerjaan," ujarnya.
-
Bagaimana cara mengatasi kekurangan talenta digital di Indonesia? Untuk mencapai jumlah itu dibutuhkan kolaborasi pentahelix. Model kolaborasi yang melibatkan lima unsur yaitu: Akademisi, Bisnis, Masyarakat, Pemerintah, Media.
-
Mengapa Indonesia kekurangan talenta digital? Sayangnya, di saat adopsi teknologi itu makin gencar dilakukan di negara-negara lain, Indonesia justru masih banyak kekurangan talenta.
-
Apa target pertumbuhan ekonomi Indonesia? Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan Pemerintah menyepakati target sasaran pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2025 mendatang berada pada rentang 5,3 persen sampai 5,6 persen.
-
Mengapa SDM di Indonesia maju? Secara keseluruhan, angka IPM Indonesia mengalami peningkatan di hampir semua provinsi, yang mencerminkan kemajuan dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan perekonomian, serta berdampak positif pada kualitas hidup masyarakat.
-
Bagaimana Indef melihat proyek IKN di era Prabowo-Gibran? Seolah-olah hidup segan mati tak mau.
-
Kenapa sulit cari kerja di Indonesia? Susahnya mencari pekerjaan masih menjadi masalah di Tanah Air Tak hanya karena lapangan kerja yang minim, rendahnya kemampuan pribadi juga jadi sebab kesulitan mencari pekerjaan
Sekjen Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), Abdul Waidl, menyebutkan bahwa revolusi industri keempat berpotensi meningkatkan ketimpangan terutama antara pekerja yang memiliki keahlian dan tidak. "Padahal 52 persen angkatan kerja yang ada saat ini berpendidikan SMP ke bawah. Kondisi demikian tentu tidak dapat dibiarkan begitu saja," ujarnya.
Abdul Waidl menambahkan peningkatan kesempatan kerja, disertai upah laik, kondisi kerja yang baik, serta tidak ada diskriminatif bagi pekerja perempuan haruslah juga menjadi prioritas pemerintah.
"Pemerintah sudah membuat quick win menuju pembangunan berkeadilan melalui redistribusi lahan. Namun secara umum pemerintah belum menunjukkan fokus perhatian dalam upayanya untuk mencapai ekonomi berkeadilan tersebut."
"Seperti halnya penguatan kapasitas melalui pendidikan vokasi di mana anggaran yang dialokasikan masih sangat kecil dan cenderung diabaikan, dibanding dengan alokasi untuk pendidikan formal. Pada tahun 2017 misalnya, pemerintah hanya mengalokasikan Rp 2,5 triliun untuk pendidikan vokasi."
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah mengingatkan semua pihak untuk bersiap menyambut revolusi industri keempat atau 4.0 yang berbasis digital. Presiden Jokowi mengatakan, revolusi industri ke empat telah datang bahkan terjadi serentak di seluruh negara di dunia. Baik revolusi dimensi digital, fisik, biologis, artificial intelligence (rekayasa kecerdasan), maupun bio engineering (rekayasa genetika).
Revolusi tersebut harus direspons cepat dengan kebijakan strategis. Jika tidak, maka akan melemahkan tatanan ekonomi. "Kalau tidak kita antisipasi dengan strategi ekonomi negara, strategi bisnis negara, baik secara makro maupun mikro akan sangat berbahaya sekali bagi tatanan ekonomi yang telah kita buat bertahun-tahun," jelasnya.
Presiden Jokowi memprediksi revolusi industri ini, akan menggoyang lapangan kerja di Indonesia. Apalagi, International Labour Organization (ILO) memperkirakan sekitar 56 persen lapangan kerja akan hilang akibat adanya mesin otomatis atau robotic yang dapat menggantikan tenaga manusia.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Selain menurunkan tingkat pengangguran terbuka, pemerintah juga meminta agar di masa presiden terpilih Prabowo Subianto, angka kemiskinan juga turun.
Baca SelengkapnyaShinta melihat regulasi ketenagakerjaan di Indoensia masih belum optimal.
Baca SelengkapnyaMendiktisaintek menyatakan berkomitmen mempercepat penyelesaian beragam tantangan dalam pemajuan pendidikan tinggi tanah air.
Baca SelengkapnyaKunci sukses terletak pada sukses atau tidaknya membenahi kementerian dan kebijakan industrinya.
Baca SelengkapnyaKetidakcocokan keterampilan tenaga kerja dengan kebutuhan industri, berkontribusi terhadap masalah ini.
Baca SelengkapnyaMenaker Ida membeberkan daftar keterampilan yang dibutuhkan pasar kerja saat ini.
Baca SelengkapnyaSekjen Anwar menekankan, adanya job fair merupakan upaya yang sangat bermanfaat terhadap penciptaan peluang.
Baca SelengkapnyaMenaker Ida mengatakan, ada beberapa penyebab masih banyak pengangguran di Indonesia.
Baca SelengkapnyaSPBE menjadi faktor penting untuk mendukung operasional keseharian pemerintahan.
Baca SelengkapnyaData hampir 10 juta Gen Z jadi pengangguran merupakan temuan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023.
Baca SelengkapnyaDikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya pengangguran karena para pengusaha mengurangi pekerjanya, karena menurunnya pendapatan perusahaan.
Baca SelengkapnyaBerikut fakta-fakta mengenai penyebab rendahnya implementasi IPv6.
Baca Selengkapnya