Pertamina Hulu Rokan Paparkan Inovasi Lahan Basah untuk Kelola Limbah Air di Gelaran COP28
PHR telah membangun lahan basah buatan seluas 5.000 m2 di salah satu wilayah kerja Blok Rokan.
PHR turut berkolaborasi dengan masyarakat setempat untuk mengelola lahan basah tersebut.
-
Apa yang menjadi pencapaian Pertamina dalam pengelolaan Blok Rokan? Blok Rokan mencatatkan lifting migas sekitar 59 juta barel selama tahun 2023. Pencapaian ini merupakan peningkatan yang signifikan dari tahun sebelumnya sebesar 57,3 juta barel.
-
Bagaimana Pertamina mengurangi emisi gas rumah kaca? Inovasi dan program transisi energi tersebut membawa Pertamina berhasil mengurangi emisi gas rumah kaca 31 persen sejak tahun 2010 hingga 2022.
-
Bagaimana Pertamina menurunkan emisi karbon? Langkah tersebut menurut Nicke, sudah sesuai dari aspek lingkungan karena dapat menurunkan karbon emisi dan juga dapat menurunkan impor gasoline.
-
Mengapa Pertamina fokus pada kelestarian lingkungan? Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melakukan rencana strategis baru. Pertamina mencoba mengadopsi transisi energi secara bertahap. Di satu sisi, Pertamina menjaga ketahanan energi melalui penguatan bisnis minyak dan gas. Di sisi lain, juga meningkatkan pengembangan bisnis rendah karbon untuk memenuhi target net zero emission pada 2060.
-
Bagaimana Pertamina menangkap peluang penyimpanan karbon? Demi menangkap peluang tersebut, saat ini Pertamina telah memiliki delapan lokasi CCS/CCUS yang pengembangannya dikolaborasikan bersama mitra strategis lainnya.
-
Bagaimana Pertamina membangun infrastruktur hijau? Langkah konkrit perseroan dalam pengembangan infrastruktur hijau, lanjut Fadjar tidak hanya dilakukan dalam Pertamina Group, tetapi juga bersama BUMN yang tergabung dalam Indonesia Battery Corporation (IBC) dalam pengembangan pabrik baterai kendaraan listrik (EV).
Pertamina Hulu Rokan Paparkan Inovasi Lahan Basah untuk Kelola Limbah Air di Gelaran COP28
PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) memaparkan inovasinya dalam pembuatan lahan basah untuk mengelola limbah air terproduksi dampak dari kegiatan operasionalnya. Inovasi yang dilaksanakan untuk mendukung capaian Net Zero Emission (NZE) 2060 tersebut dipaparkan pada Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim PBB 2023 atau Conference of the Parties (COP28) di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA).
Inovasi berbasis alam atau Nature-Based Solution (NBS) ini dilakukan untuk mengelola limbah air terproduksi atau limbah air terbuang pasca proses produksi energi. Pengelolaan limbah air terproduksi dilakukan dengan lahan basah buatan (Constructed Wetland) yang berbasis teknologi hidro.
Lahan basah buatan dibentuk dibentuk dengan teknik hydraulic loading rate, sehingga pengelolaannya cukup menggunakan gravitasi. PHR telah membangun lahan basah buatan seluas 5.000 m2 di salah satu wilayah kerja Blok Rokan.
Ini merupakan proyek awal inovasi pengelolaan limbah perusahaan. Saat ini PHR sedang mengembangkan 14 konstruksi lahan basah di wilayah kerjanya.
Lahan basah buatan tersebut telah berhasil mengurangi emisi sebesar 1.341 tCO2eq selama Januari hingga Oktober 2023. Dampak positif lainnya adalah pembuangan limbah air juga berkurang. Sebelum adanya konstruksi, pembuangan air mencapai 11.30 barrels water per day (bwpd) sedangkan kini hanya sebesar 7.217 bwpd.
Vice President Facility Engineering PHR Erwin Sinisuka menyebutkan, pengembangan lahan basah buatan merupakan salah satu upaya nyata PHR dalam menjalankan operasional ramah lingkungan yang sesuai dengan standar lingkungan hidup.
"Kami membuat lahan basah agar air buangan bisa terkelola dengan baik sesuai standar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan," katanya pada sesi 'Unlocking the Potentials of Nature Based Solutions for Adaptation and Mitigation of Climate Change' di Pavilion Indonesia pada COP-28, Jumat (1/12). Pembuatan lahan basah bukan hanya sebagai aktivitas pengelolaan limbah, melainkan dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.
"Masyarakat akan selalu menjadi pusatnya, karena keterlibatan mereka bisa menjadi kunci sukses pengelolaan lahan basah," imbuh Erwin.
PHR turut berkolaborasi dengan masyarakat setempat untuk mengelola lahan basah tersebut. Bahan dan tanaman penyangga yang digunakan di lokasi tersebut berasal dari lokal, salah satunya sabut kelapa yang digunakan sebagai penyaring. Selain itu, air yang sudah disaring bisa dimanfaatkan oleh masyarakat, sehingga tidak ada yang terbuang.
Vice President Upstream Business Operational Excellence Health, Safety, and Environmental PHR I Nyoman Widaryantha Naya menambahkan, bahwa dengan hadirnya lahan basah buatan ini turut menjadi wilayah serapan air yang dapat mengurangi risiko terjadinya banjir.
"Lahan basah buatan ini juga banyak manfaat lainnya untuk masyarakat. Warga setempat juga kini menggunakan kawasan tersebut menjadi jalur transportasi skala kecil dengan menggunakan perahu," ujar Nyoman.
Pada sesi yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Nani Hendiarti menyatakan Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan NBS, dimana 15 persen potensi NBS dunia ada di Indonesia.
Melihat beragam potensi tersebut, pemerintah akan mengembangkan peta jalan karbon biru. Adanya Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon memperkuat pengoptimalan karbon biru ini.
"Sektor kelautan dan karbon biru juga akan kami masukkan ke dalam target Nationally Determined Contribution," ucap Nani.
Dalam sesi tersebut, turut hadir Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Victor Gustaaf Manopo. Menurutnya, karbon biru adalah bagian dari adaptasi iklim melalui resiliensi ekosistem.
Selain itu, turut hadir Asisten Wakil Sekretaris Kementerian Perubahan Iklim dan Lingkungan UEA Mohamed Salman Alhammadi, Senior Natural Resources Management Specialist World Bank Ambroise Beriner, Presiden Direktur Sucofindo Jodi Triananda Hasjim, dan Executive Director of the Tropical Forest Alliance World Economic Forum Jack Hurd.
Pertamina sebagai perusahaan pemimpin di bidang transisi energi, berkomitmen dalam mendukung target Net Zero Emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDG’s). Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.