Profil Lengkap Netanyahu, Perdana Menteri Israel yang Sebut Korban Sipil Tewas di Gaza Hampir Tidak Ada
Profil Lengkap Netanyahu, Perdana Menteri Israel yang Sebut Korban Sipil Tewas di Gaza Hampir Tidak Ada
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menjadi sorotan usai berpidato di depan Kongres Amerika Serikat kemarin. Ini adalah pidato keempat Netanyahu di dengan Kongres AS sebagai upaya menggalang dukungan atas perang Israel di Gaza.
Dalam pidatonya yang disebut banyak kalangan penuh dengan kebohongan, Netanyahu bahkan sempat mengatakan korban sipil yang tewas di Rafah, Gaza, nyaris tidak ada.
Lalu siapa sebenarnya Benjamin? Benjamin atau sering disebut Binyamin, dengan panggilan akrab Bibi, adalah seorang politisi dan diplomat Israel yang menjabat sebagai perdana menteri Israel tiga kali (1996--1999, 2009-–2021, dan 2022–-sekarang) dan merupakan perdana menteri terlama dalam sejarah Israel sejak negara ini merdeka.
Dia lahir pada 21 Oktober 1949. Dikutip dari Britannica, anak dari seorang sejarawan bernama Benzion Netanyahu ini bersama keluarganya pindah ke Philadelphia, Amerika Serikat, pada 1963. Setelah bergabung dengan militer Israel pada 1967, dia bergabung dalam unit operasi elit Sayeret Matkal dan berpartisipasi dalam misi penyelamatan pesawat jet yang dibajak di Bandara Tel Aviv pada 1972.
Netanyahu kemudian melanjutkan pendidikannya di Institut Teknologi Massachusetts, meraih gelar M.B.A. pada 1976, dan ikut serta dalam Perang Yom Kippur di Israel pada 1973. Setelah saudaranya, Jonathan Netanyahu, tewas dalam operasi Entebbe pada 1976, Benjamin mendirikan Jonathan Institute, sebuah lembaga yang menyelenggarakan konferensi-konferensi tentang terorisme.
Netanyahu mengisi beberapa posisi sebagai duta besar sebelum akhirnya terpilih sebagai anggota Knesset (parlemen Israel) mewakili Likud pada tahun 1988. Dia memulai karir politiknya sebagai wakil menteri luar negeri (1988–-1991) dan kemudian sebagai wakil menteri dalam kabinet koalisi Perdana Menteri Yitzhak Shamir (1991–-1992).
Pada 1993, dia memenangkan pemilihan sebagai pemimpin partai Likud, menggantikan Yitzhak Shamir dalam posisi tersebut. Netanyahu dikenal karena sikapnya yang menentang perjanjian perdamaian Israel-PLO tahun 1993 dan penarikan pasukan Israel dari Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Pada Juli 2014, Netanyahu memerintahkan operasi militer yang melibatkan skala besar di Jalur Gaza sebagai tanggapan atas serangan roket terhadap Israel. Setelah kampanye selama 50 hari tersebut berakhir, Netanyahu mengumumkan bahwa tujuan signifikan untuk merusak kemampuan militan Palestina dalam peluncuran roket telah tercapai. Namun, secara internasional, operasi ini dikritik karena tingginya jumlah warga Palestina yang terluka.
Pada akhir 2014, terjadi pertentangan serius dalam koalisi pemerintah mengenai masalah anggaran dan undang-undang kontroversial yang akan mengukuhkan status Israel sebagai negara Yahudi. Akibatnya, pada bulan Desember, Netanyahu mengeluarkan Tzipi Livni dan Yair Lapid dari kabinet, yang memicu pemilihan umum awal yang dijadwalkan pada bulan Maret 2015.
Tegangan baru muncul dalam hubungan antara Netanyahu dan mantan Presiden AS, Barack Obama, yang sebelumnya sudah tegang akibat perbedaan pendapat mengenai negosiasi dengan Palestina. Ini terjadi pada 2014, ketika Netanyahu secara terbuka mengkritik kebijakan Iran yang diterapkan oleh pemerintahan Obama.
Kebijakan tersebut bertujuan untuk menyelesaikan isu nuklir Iran melalui perundingan internasional. Netanyahu berpendapat bahwa setiap bentuk kompromi akan membuka pintu bagi Iran untuk mengembangkan senjata nuklir, dan sebagai gantinya, ia mendukung pemeliharaan sanksi terhadap Iran.
Beberapa waktu kemudian, Netanyahu diinvestigasi dalam empat kasus berbeda yang mencakup tuduhan suap dan bentuk korupsi lainnya yang diduga dilakukan oleh Netanyahu dan orang-orang terdekatnya. Pada Februari 2018, polisi Israel mengumumkan bahwa mereka memiliki cukup bukti untuk merekomendasikan tuduhan suap dan penipuan dalam dua kasus.
Dalam kasus pertama, Netanyahu diduga memberikan hadiah-hadiah kepada pihak lain sebagai imbalan atas bantuan politik, termasuk cerutu mahal, sampanye, dan perhiasan. Dalam kasus ini, Yair Lapid, seorang saingan politik Netanyahu yang sebelumnya adalah mitra koalisi, menjadi saksi kunci.
Pada 7 Oktober 2023, Israel mengalami serangan paling mematikan sejak kemerdekaannya ketika Hamas melancarkan serangan koordinasi di darat, laut, dan udara. Serangan tersebut mengakibatkan setidaknya 1.400 warga Israel tewas dan sekitar 200 orang disandera.
Dalam upaya untuk menghadapi situasi tersebut, Netanyahu memasukkan Benny Gantz dari partai oposisi ke dalam kabinet daruratnya, dengan tujuan memperkuat aspek keahlian militer di dalam kabinet dan mengurangi ketergantungan pada menteri-menteri sayap kanan dalam pengambilan keputusan selama konflik tersebut.