Rupiah Terus Anjlok, BI: Masih Lebih Baik dari Krisis Moneter 1998
Bank Indonesia terus melakukan berbagai inovasi untuk meredam segala tekanan terhadap rupiah.
Bank Indonesia terus melakukan berbagai inovasi untuk meredam segala tekanan terhadap rupiah.
Rupiah Terus Anjlok, BI: Masih Lebih Baik dari Krisis Moneter 1998
Bank Indonesia (BI) mengklaim, pelemahan nilai tukar rupiah masih lebih baik dibandingkan krisis ekonomi tahun 1998 atau 2008.
Meskipun, nilai tukar rupiah masih melampaui level Rp16.000 per dolar Amerika Serikat (AS).
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juli Budi Winantya mencatat, nilai tukar rupiah hanya terdepresiasi 5,07 persen secara year to date (ytd) per 23 April 2024.
Sementara pada krisis ekonomi 2028 nilai tukar rupiah melemah hingga 35 persen.
Bahkan, ujar Juli, pada krisis moneter tahun 1998 nilai tukar Rupiah melemah hingga 197 persen.
"Sekarang depresiasi (rupiah) hanya 5,07 persen, dibandingkan krisis-krisis sebelumnya yang pelemahan Rupiah lebih dalam," kata Juli dalam acara Pelatihan Wartawan di Pulau Samosir, Sumatra Utara, dikutip Minggu (28/4).
Selain itu, laju inflasi di tengah tren pelemahan nilai tukar rupiah juga masih terjaga.
BI mencatat, laju inflasi mencapai level 3,05 persen secara year on year (yoy) per Maret 2024.
Adapun pada krisis ekonomi 2008 laju inflasi melonjak hingga 12,1 persen.
Bahkan, laju inflasi di era krisis moneter pada 1998 silam mencapai 82,4 persen.
Selanjutnya, cadangan devisa juga meningkat signifikan dibandingkan krisis ekonomi 2008 maupun krisis moneter 1998 silam.
Per Maret 2024, cadangan devisa Indonesia mencapai USD140,4 miliar.
"Cadangan devisa ini setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri,"
bebernya.
Juli menyebut, terjaganya stabilitas nilai tukar Rupiah di tengah tren penguatan dolar AS disebabkan oleh bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran yang terus diperkuat Bank Indonesia.
Antara lain, peningkatan stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
"Bank Indonesia juga terus melakukan inovasi-inovasi untuk mengeluarkan instrumen-instrumen baru untuk dapat meredam tekanan-tekanan terhadap nilai tukar rupiah,"
imbuh Juli mengakhiri.