Sempat Jadi Tukang Cuci Piring, Pria Ini Sukses Jadi Pendiri Sekaligus CEO Perusahaan Paling Berharga di Dunia
Kini Nvidia mencapai kesuksesan besar dan berhasil menjadi perusahaan yang paling berharga di dunia. Harga sahamnya meningkat pesat selama setahun terakhir.
Di balik kesuksesannya, karakter kuat menghadapi jatuh bangunnya perusahaan Huang dapati melalui kehidupan keras sejak kecil.
Sempat Jadi Tukang Cuci Piring, Pria Ini Sukses Jadi Pendiri Sekaligus CEO Perusahaan Paling Berharga di Dunia
Kisah pendiri dan CEO Nvidia, Jensen Huang mungkin bisa menjadi contoh nyata bagaimana ketekunan, keberanian, dan inovasi dapat membawa perubahan besar dalam industri teknologi dan kehidupan.
Di balik kesuksesannya, karakter kuat menghadapi jatuh bangunnya perusahaan Huang dapati melalui kehidupan keras sejak kecil.
Melansir dari newyorker.com, Jensen Huang, lahir di Taiwan pada tahun 1963. Saat usianya 5 tahun, Jensen kecil pindah ke Thailand.
-
Bagaimana Jensen Huang menjaga kinerja Nvidia tetap optimal? Huang memiliki 50 bawahan langsung, sebuah sistem manajemen yang tidak biasa untuk seorang CEO perusahaan besar. Hal ini bertujuan agar informasi mengalir lebih cepat, dan memastikan bahwa semua orang dalam perusahaan memahami informasi dengan baik. Huang merasa perusahaannya berkinerja lebih baik karena semua orang selaras, semua orang mendapat informasi tentang apa yang terjadi secara langsung.
-
Bagaimana filosofi Jensen Huang membentuk strategi Nvidia? Pola pikir ini tidak hanya membentuk kariernya tetapi juga strategi operasional Nvidia. Dengan fokus penuh perhatian pada saat ini, Nvidia berhasil menjadi pemimpin di industri AI, terutama melalui pasokan GPU yang sangat penting untuk berbagai aplikasi kecerdasan buatan.
-
Mengapa Jensen Huang selalu khawatir Nvidia bisa bangkrut? Meskipun berhasil mencapai kesuksesan besar, alih-alih bangga dan percaya diri, Huang selalu khawatir kerajaan chipnya bisa runtuh. Setiap bangun tidur Huang selalu khawatir yang selalu mengingatkan dirinya untuk tetap waspada dan terus berusaha. Pengalaman hampir bangkrut beberapa kali di masa lalu meninggalkan kesan mendalam pada dirinya.
-
Apa yang dikerjakan Jensen Huang saat ini? 'Orang-orang yang mengenal saya tahu bahwa Nvidia beroperasi tanpa rencana jangka panjang yang terperinci. Definisi kami tentang rencana jangka panjang hanyalah, apa yang sedang dikerjakan hari ini,' katanya.
-
Siapa yang menjuluki Jensen Huang sebagai 'Godfather of AI'? Melansir dari Yahoo news, kesuksesan perusahaan pembuat chip tersebut didorong oleh banyaknya investor yang tertarik pada teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Huang mendapat julukan 'Godfather of AI'.
-
Apa yang mendorong kesuksesan Nvidia? Melansir dari Yahoo news, kesuksesan perusahaan pembuat chip tersebut didorong oleh banyaknya investor yang tertarik pada teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Huang mendapat julukan 'Godfather of AI'.
Empat tahun kemudian atau ketika usianya menginjak sembilan tahun, Huang dan kakak laki-lakinya dikirim ke Amerika Serikat (AS). Sebuah perjalanan yang penuh tantangan dan penuh ketidakpastian bagi anak di bawah umur tanpa pendamping.
Mereka pertama kali mendarat di Tacoma, Washington untuk tinggal bersama paman dan bibinya, yang kemudian dimasukan ke Oneida Baptist Institute di Kentucky, yang diyakini paman Huang sebagai sekolah berasrama bergengsi.
Ternyata itu adalah akademi reformasi agama. Huang ditempatkan bersama teman sekamarnya yang berusia 17 tahun.
Meskipun Huang tinggal di akademi tersebut, dia masih terlalu muda untuk mengikuti kelasnya. Jadi kemudian dia bersekolah di sekolah umum terdekat. Namun, Huang terus menerus diintimidasi. Untuk sampai ke sekolah, Huang harus menyeberangi jembatan penyeberangan yang reyot di atas sungai.
Dia juga kerap disuruh membersihkan toilet. Tapi, sekolah inilah membentuk karakter Huang menjadi kuat dan tahan banting.
Perjalanan hidup sangat tidak mudah. Masa mudanya terus dihadapi banyak tantangan, tetapi ketekunan dan kegigihannya tidak pernah surut. Setiap hari dia hanya bisa menguatkan diri dan terus maju.
Setelah beberapa tahun, orang tua Huang mendapatkan izin masuk ke AS, menetap di Oregon dan menyatukan kembali keluarga mereka.
Di Oregon, Huang menunjukkan prestasi akademis yang luar biasa dan menjadi pemain tenis meja peringkat nasional. Di sekolah menengah, dia tergabung dalam klub matematika, komputer, dan sains, serta lulus pada usia 16 tahun.
Pada umur belasan tahun, Huang juga mencoba mencari penghasilan dengan bekerja di Restoran Denny's, sebagai busboy, kemudian dipromosikan menjadi tukang cuci piring, dan akhirnya menjadi pelayan.
Kemudian, Huang melanjutkan pendidikan di Oregon State University, di mana dia mengambil jurusan teknik elektro. Rekan labnya di kelas pengantar adalah Lori Mills, seorang sarjana kutu buku yang serius dengan rambut coklat keriting menarik perhatiannya.
Banyak mahasiswa laki-laki yang mencari perhatian Mills. Huang merasa bahwa dia berada dalam posisi yang dirugikan. Namun, untuk membuatnya terkesan, setiap akhir pekan, Huang menelepon Mills dan mengganggunya untuk mengerjakan pekerjaan rumah bersamanya.
Setelah 6 bulan mengerjakan pekerjaan rumah, Huang memberanikan diri untuk mengajaknya berkencan. Dia menerima tawaran itu juga. hingga akhirnya mereka mulai berkencan dan menikah setelah lulus.
Keduanya kemudian pindah ke Silicon Valley untuk bekerja sebagai desainer microchip. Dalam beberapa tahun Mills meninggalkan dunia kerja untuk membesarkan anak-anak mereka. Saat itu, Huang sudah menjalankan divisinya sendiri, dan menghadiri sekolah pasca-sarjana di Stanford pada malam hari.
Pada tahun 1993, Huang memilih restoran Denny's sebagai tempat mendiskusikan pendirian bisnisnya bersama Chris Malachowsky dan Curtis Priem, dua desainer microchip veteran yang sedang merancang sebuah chip grafis. Denny's menjadi tempat yang pas karena suasananya lebih tenang dari pada di rumah, dan memiliki harga kopi yang murah.
Di sana mereka harap produknya akan bisa menjadi pesaing perusahaan lain. yang kalau kata Priem, 'hijau karena iri'. Meskipun Huang masih berusia 30 tahun, lebih muda dari Malachowsky dan Priem, keduanya merasa bahwa dia siap menjadi CEO.
Malachowsky dan Priem, menelepon perusahaan mereka, NVision, sampai mereka mengetahui bahwa nama tersebut sudah diambil oleh produsen tisu toilet. Dari sini, Huang menyarankan nama Nvidia, yang berasal dari bahasa Latin 'invidia', yang berarti 'iri'.
Huang menyukai video game dan berpikir bahwa ada pasar untuk chip grafis yang lebih baik. Pesaing primitif Nvidia menggunakan bentuk segitiga, namun Huang dan rekan pendirinya memutuskan untuk menggunakan bentuk segi empat.
Namun ternyata ini adalah kesalahan, dan hampir membuat perusahaan tenggelam. Sebab, setelah peluncuran produk pertama Nvidia, Microsoft mengumumkan bahwa perangkat lunak grafisnya hanya akan mendukung produk segitiga.
Karena kekurangan uang, Huang memutuskan bahwa satu-satunya harapannya adalah menggunakan pendekatan segitiga konvensional dan mencoba mengalahkan persaingan pasar.
Pada tahun 1996, dia memberhentikan lebih dari 50 orang yang bekerja di Nvidia, kemudian mempertaruhkan sisa dana perusahaan pada produksi microchip yang belum teruji yang dia tidak yakin akan berhasil.
Chip inilah yang memungkinkan terjadinya revolusi AI. Ketika produk tersebut, yang dikenal sebagai riva 128, beredar di pasaran, Nvidia hanya mempunyai cukup uang untuk memenuhi gaji satu bulan saja.
Namun pertaruhan itu membuahkan hasil, dan Nvidia menjual satu juta riva dalam empat bulan. Huang mendorong karyawannya untuk terus mengirimkan produk dengan rasa putus asa, dan selama bertahun-tahun berikutnya dia membuka presentasi staf dengan kata-kata, 'Perusahaan kami tinggal tiga puluh hari lagi untuk gulung tikar' Ungkapan tersebut malah tetap menjadi motto perusahaan tidak resmi, sebagai motivasi.
Di bawah kepemimpinan Huang, Nvidia terus berinovasi dan mengembangkan teknologi grafis yang mengubah industri. Salah satu produk terobosan mereka adalah GeForce, yang diperkenalkan pada tahun 1999 sebagai unit pemrosesan grafis (GPU) pertama di dunia.
GPU Nvidia memecahkan tugas matematika yang rumit menjadi beberapa perhitungan kecil, memproses semuanya sekaligus dalam metode yang dikenal sebagai komputasi paralel. Ini memungkinkan pengembangan aplikasi baru seperti kecerdasan buatan (AI) dan pelatihan jaringan saraf.
Pada awal tahun 2000-an, Nvidia mengembangkan paket perangkat lunak superkomputer yang dikenal sebagai CUDA, memungkinkan GPU mereka untuk melakukan operasi super-komputer. Meskipun awalnya mendapat reaksi cemas dari Wall Street, Huang tetap yakin akan potensinya.
Usahanya terbayar ketika para peneliti mulai menggunakan CUDA untuk melatih jaringan saraf. Jaringan saraf yang dilatih dengan GPU dapat mengidentifikasi gambar dengan akurasi 96 persen, melebihi manusia, membawa revolusi dalam pengenalan gambar dan suara.
Keberhasilan Nvidia mencapai puncaknya dengan peluncuran DGX-1, superkomputer AI pertama mereka, yang digunakan oleh OpenAI untuk melatih model AI yang canggih. Nvidia terus mengembangkan teknologi mereka, dan pada tahun 2022, ChatGPT, yang dilatih dengan superkomputer Nvidia, dirilis ke publik.
Permintaan untuk produk Nvidia melonjak, dengan DGX H100 terbaru mereka menjadi perangkat yang sangat diinginkan di pasar.
Huang merasa keberhasilannya berkat tim yang berjuang lebih dari dirinya. Selain keberhasilan teknologinya, Huang juga dikenal dengan gaya kepemimpinannya yang unik dan inspiratif. Huang lebih menyukai struktur perusahaan yang tangkas, tanpa divisi atau hierarki tetap.
Huang berkomunikasi dengan stafnya dengan menulis ratusan email setiap hari, seringkali hanya beberapa kata. Karyawan akan mengirimkan daftar lima hal terpenting yang sedang mereka kerjakan setiap minggu, yang akan diamati oleh Huang hingga larut malam. Saat menjelajahi kantor Nvidia, Huang akan sering mampir ke meja karyawan junior dan menanyai mereka tentang pekerjaan mereka.
Huang juga mengembangkan serangkaian kata-kata mutiara manajemen secara rutin. Huang meminta karyawannya untuk mempertimbangkan sistem 'kecepatan cahaya'. Di mana karyawan harus mempertimbangkan secepat apa tugas bisa diselesaikan, lalu mengerjakannya lebih awal agar tujuan dapat dicapai.
Mereka juga didorong untuk mengejar 'pasar nol miliar dolar', yang mengacu pada produk eksplorasi, seperti CUDA, yang tidak hanya tidak memiliki pesaing tetapi bahkan tidak memiliki pelanggan yang jelas.
Menyajikan kegagalan seseorang kepada penonton telah menjadi ritual yang disukai di Nvidia, namun sesi perjuangan perusahaan seperti itu tidak diperuntukkan bagi setiap orang.
Jensen Huang, dengan ciri khas jaket kulit hitam, celana jins hitam, dan sepatu hitam bukan hanya seorang pemimpin visioner di bidang teknologi tetapi juga seorang inspirasi bagi banyak orang. Huang telah membuktikan bahwa dengan kerja keras dan dedikasi, segala sesuatu adalah mungkin.
Di tengah kantor pusat Nvidia, di Santa Clara, terdapat dua bangunan besar, masing-masing berbentuk segitiga dengan sudut-sudutnya dipangkas, yang disebut 'Pesawat luar angkasa' Nvidia oleh para karyawan. Bahkan sebelum harga saham naik, survei karyawan menempatkan Nvidia sebagai salah satu tempat terbaik di Amerika untuk bekerja.
Para pekerja didorong untuk memperlakukan kantor mereka sebagai ruang fleksibel untuk makan, membuat kode, dan bersosialisasi. Nvidia juga memasang kamera video dan AI untuk melacak karyawan sepanjang hari. Jika seorang karyawan makan di meja konferensi, AI dapat mengirim petugas kebersihan dalam waktu satu jam untuk membersihkannya.
Kini Nvidia mencapai kesuksesan besar dan berhasil menjadi perusahaan yang paling berharga di dunia. Harga sahamnya meningkat pesat selama setahun terakhir, mengalahkan microsoft dan Apple.
Hal itu dipengaruhi dengan tingginya minat pasar terhadap chip untuk membangun sistem AI dan Jensen Huang mendapat julukan 'Godfather of AI' serta masuk dalam jajaran miliarder di dunia dengan catatan kekayaan ratusan miliar dolar
Berita ini ditulis reporter magang: Tasya Ananda.