Studi: Robot bisa ambil alih sepertiga pekerjaan manusia
Merdeka.com - Robot dinilai memiliki kemampuan mengambil alih sedikitnya sepertiga dari dua ribu pekerjaan yang hingga sekarang masih digarap manusia. Begitu hasil riset Nikkei dan Financial Times.
Berdasarkan riset pula, Jepang yang notabene negara maju diketahui belum mengoptimalkan pemanfaatan kecerdasan buatan (artificial intellegence). Mengingat, mayoritas pekerjaan di Negeri Samurai tersebut belum diotomatisasi.
"Banyak pekerjaan di Jepang berpotensi di otomatisasi lantaran tren jumlah penduduk yang menurun," kata Alastair Bathgate, CEO Blue Prism, seperti diberitakan Nikkei, kemarin. Blue Prism adalah perusahaan pengembang robot software ternama di Inggris.
-
Kenapa perusahaan di Indonesia enggan merekrut karyawan tanpa kemampuan AI? Hal ini menekankan urgensi dan pentingnya para profesional untuk fokus dalam meningkatkan kemampuan AI melalui pelatihan.
-
Apa kontribusi AI terhadap ekonomi Indonesia? Artificial Intelligence (AI) punya kontribusi yang menggiurkan bagi ekonomi Indonesia. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, mengatakan Artificial Intelligence (AI) memiliki peran besar dalam mengubah lanskap industri telekomunikasi.
-
Kenapa kuil Buddha di Jepang pakai robot? Kuil Buddha Kodai-Ji ini menerapkan robot sebagai pembaca khotbah lantaran ingin mengajak remaja untuk kembali memeluk agama.
-
Bagaimana kecerdasan buatan membantu pekerjaan manusia? Dengan ini, peran dari manusia akan dapat dioptimalkan melalui teknologi.
-
Mengapa Indonesia kekurangan talenta digital? Sayangnya, di saat adopsi teknologi itu makin gencar dilakukan di negara-negara lain, Indonesia justru masih banyak kekurangan talenta.
-
Kenapa robot masih belum bisa berlari secepat hewan? Meskipun teknologi robotik telah menunjukkan kemajuan yang signifikan, kinerja keseluruhan robot masih kalah jauh dibandingkan dengan kemampuan hewan. Hal ini menyoroti perlunya fokus pada integrasi sistem dan pengendalian yang lebih baik dalam pengembangan robotika.
Nikkei dan FT menyisir koleksi data McKinsey & Co yang merangkum sebanyak 829 okupasi dan 2.069 pekerjaan spesifik.
Terkait itu, hasil survei menunjukkan sebanyak 710 atau 34 persen dari total pekerjaan bisa di-handle mesin. Kemudian, dari sekitar 40 persen okupasi, setengah dari pekerjaan turunannya bisa digarap mesin.
Kendati demikian, hanya sekitar lima persen okupasi yang diramal bakal sepenuhnya diotomatisasi.
Informasi McKinsey menunjukan, sekitar 75 persen atau 58 dari 77 pekerjaan perakitan di industri otomotif yang dilakukan secara manual oleh pekerja bisa diambil alih mesin. Ini bukan kerugian buat pabrikan otomotif, semacam, General Motors. Korporasi multinasional itu telah menempatkan sebanyak 30 ribu robot di seluruh pabrikannya yang tersebar di dunia. Sebanyak 8.500 diantaranya berbagi informasi setiap 90 detik untuk mencegah malafungsi.
Otomatisasi tak hanya terjadi di pekerjaan fisik. AT&T, perusahaan telekomunikasi Paman Sam, memakai robot software di 500 tipe pekerjaan. Diantaranya, dokumentasi pesanan dan pengaturan ulang kata sandi.
Menurut Dhruval Shah, Direktur Robotik AT&T, penggunaan robot bakal meningkat tiga kali lipat akhir tahun ini. Sebab, sistem komputer memiliki keunggulan dapat mengenali data tak benar dan menghitung lebih cepat dan akurat ketimbang manusia.
Robot juga bisa mengerjakan 65 persen atau 39 dari 60 tipe pekerjaan klerikal di sektor jasa keuangan. Sekedar ilustrasi, Goldman Sachs Group memangkas secara dramatis jumlah trader, menyusul otomatisasi perdagangan saham.
Investor kenamaan Jim Rogers meramalkan kecerdasan buatan akan menyapu bersih pekerjaan broker sekuritas dan kliring.
Sesempurna itukah robot? Tidak juga. Robot masih lemah dalam pekerjaan yang membutuhkan pengambilan keputusan, perencanaan, dan imajinasi.
Mengelola organisasi bukan pekerjaan robot. Buktinya, robot hanya bisa melakukan 22 persen atau 14 dari 63 pekerjaan pimpinan perusahaan.
Selan itu, robot juga tak bisa mengambil alih pekerjaan pemain film dan musisi. Sebab, hanya 17 persen atau 11 dari 65 pekerjaan artistik yang bisa diotomatisasi.
Data McKinsey juga memuat informasi terkait proporsi pekerjaan yang belum diotomatisasi di berbagai negara. Dalam hal itu, Jepang memiliki proporsi tertinggi (55 persen) ketimbang negara-negara Eropa (46 persen) Amerika Serikat (46 persen), China (51 persen), dan India (52 persen). Padahal, dua negara terakhir sebenarnya juga masih memiliki ketergantungan pada kerja manual, terutama di pertanian dan manufaktur.
Menurut McKinsey, banyak jenis pekerjaan di Jepang yang berpotensi diotomatisasi. Semisal, pekerjaan di sektor manufaktur, asuransi, jasa keuangan, dan birokrasi.
(mdk/yud)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pekerja paruh waktu menilai bekerja dengan AI dapat mengurangi stres.
Baca SelengkapnyaKemajuan pesat kecerdasan buatan menimbulkan kegembiraan dan kekhawatiran.
Baca SelengkapnyaAda perbedaan mencolok penggunaan AI di sektor kesehatan negara maju dibandingkan negara berkembang.
Baca SelengkapnyaPekerjaan yang bergerak di bidang AI, pemrograman dan komputasi menjadi jenis pekerjaan yang akan terus berkembang ke depannya.
Baca SelengkapnyaDi tahun tersebut, jumlah populasi lansia berada angka tertinggi.
Baca SelengkapnyaTeknologi Artificial Intelligence (AI) semakin berkembang, ada dua pertanyaan besar. Membahayakan atau menguntungkan?
Baca SelengkapnyaHal tersebut merupakan hasil riset dari LinkedIn yang dilakukan pada profesional di Asia Tenggara.
Baca SelengkapnyaRiset ini mendapati bahwa ada tiga level kesiapan perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk mengadopsi teknologi kecerdasan buatan.
Baca SelengkapnyaAda konsekuensi yang harus ditanggung ketika robot AI mulai memasuki ranah sakral.
Baca SelengkapnyaHadirnya robot canggih pengantar makanan ini menjadi terobosan ketika Jepang tengah menghadapi kekurangan tenaga kerja.
Baca SelengkapnyaIlmuwan mengaku sejauh ini belum ada robot yang mampu mengalahkan kecepatan lari hewan.
Baca SelengkapnyaMeskipun, tantangan dalam hal pelatihan terstruktur dan akses ke sumber daya memadai masih ada untuk memaksimalkan potensi GenAI.
Baca Selengkapnya