Ternyata, Indonesia Peringkat Ketiga Negara Paling Banyak Terkena Serangan Siber
Jumlah serangan siber ke Indonesia mencapai 13,2 miliar pada tahun 2022 lalu.
Atas peristiwa tersebut, OJK meminta seluruh perbankan di Tanah Air untuk memperkuat keamanan sistem digital.
Ternyata, Indonesia Peringkat Ketiga Negara Paling Banyak Terkena Serangan Siber
Ternyata, Indonesia Peringkat Ketiga Negara Paling Banyak Terkena Serangan Siber
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae menyebut, Indonesia sebagai salah satu negara yang paling banyak menerima serangan siber. Bahkan, Indonesia menempati peringkat ketiga dunia sebagai negara dengan serangan siber terbanyak.
"Indonesia masuk lima besar dari negara yang paling banyak mendapat serangan siber. Nah, nomor tiga persisnya," ujar Dian dalam acara The Finance Executive Forum di Hotel Kempinski, Jakarta Pusat, Selasa (14/11).
Dalam bahan paparannya, jumlah serangan siber ke Indonesia mencapai 13,2 miliar pada tahun 2022 lalu. Sementara, jumlah serangan siber yang dialami Rusia dan Prancis masing-masing mencapai 22,3 miliar dan 13,8 miliar.
"Saya kira ini sangat-sangat besar (jumlah serangan siber), hanya kalah dari Rusia dan Prancis," beber Dian.
Atas peristiwa tersebut, OJK meminta seluruh perbankan di Tanah Air untuk memperkuat keamanan sistem digital. Hal ini untuk mengantisipasi serangan siber sekaligus mengamankan data pribadi nasabah.
"Ini kan persoalan berat, apalagi serangan ransomware, itu tebusannya terus meningkat saja," tegas Dian.
Diketahui, serangan siber jenis ransomware ialah jenis perangkat perusak yang dirancang sedemikian rupa untuk menghalangi akses kepada sistem komputer atau data. Tujuannya untuk meminta tebusan dibayarkan agar sistem digital dapat kembali digunakan.
Sebelumnya, Direktur Utama Bank Syariah Indonesia (Tbk) atau BSI, Hery Gunardi menyampaikan adanya dugaan serangan siber terhadap layanan perbankan BSI. Hal ini kemudian menjadi pertimbangan pihak perbankan untuk melakukan switch off secara temporer.
Pengamat Keamanan Siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya menduga bermasalahnya sistem layanan Bank Syariah Indonesia (BSI) kemungkinan akibat serangan ransomware. Kemungkinan itu lantaran tak berfungsinya sistem layanan lebih dari setengah hari.
"Isunya memang begitu, tetapi tanpa adanya bukti yang solid kita tidak bisa memastikan. Tetapi, kalau dari gejalanya memang agak mencurigakan. Semua layanan tidak bisa diakses, artinya memang database utama yang bermasalah," ungkap Alfons kepada Merdeka.com, Kamis (11/5).
Menurut dia, semestinya BSI memiliki backup. Jika backup bisa berjalan maka masalah selesai dalam hitungan jam. Namun kalau backup bermasalah juga, maka ini yang akan mengakibatkan masalah tidak selesai secepat mungkin.
"Nah, biasanya serangan ransomware selain mengenkripsi database utama dan sistem core, mereka juga mengincar backup. Jadi kalau ditarik benang merahnya, serangan ransomware yang sukses mengenkripsi database, core sistem dan backup bisa mengakibatkan layanan perbankan lumpuh untuk jangka waktu panjang. Dugaannya mengarah ke ransomware," jelas dia.
Sejauh ini berdasarkan pantauan Merdeka.com, Rabu (10/5), layanan BSI Mobile belum kembali normal. Untuk mengecek rekening dan mutasi, muncul notifikasi permintaan tidak dapat diproses. Namun, nasabah dapat bertransaksi kembali di kantor cabang dan ATM