China Larang Warga Menolak Transaksi Uang Tunai
Bank Sentral China mengatakan menolak pembayaran uang tunai pada akhirnya dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan pada uang fisik, dan memperlebar jurang ketidakadilan bagi mereka yang tidak terbiasa dengan pembayaran elektronik.
Bank Sentral China awal pekan ini menyerukan warga untuk tidak menolak uang tunai sebagai bentuk pembayaran.
Dalam pernyataan resminya, Bank Sentral China mengatakan menolak pembayaran uang tunai pada akhirnya dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan pada uang fisik, dan memperlebar jurang ketidakadilan bagi mereka yang tidak terbiasa dengan pembayaran elektronik.
-
Apa itu Rupiah Digital? Rupiah Digital merupakan uang Rupiah yang memiliki format digital.
-
Bagaimana proses pengembangan Rupiah Digital dilakukan? Langkah awal pengembangan Rupiah Digital BI melalui Proyek Garuda adalah dengan menerbitkan White Paper sebagai komunikasi kepada publik terhadap rencana pengembangan Rupiah Digital.
-
Di mana sampah luar angkasa menghantam Stasiun Luar Angkasa China? “Modul inti Tianhe dari stasiun luar angkasa telah mengalami kehilangan sebagian pasokan daya akibat benturan dari sampah luar angkasa pada kabel daya di sayap panel surya,” ujar wakil direktur CMSA, Lin Xiqiang.
-
Siapa yang menerbitkan Rupiah Digital? Rupiah Digital hanya diterbitkan oleh Bank Indonesia selaku Bank Sentral Negara Republik Indonesia.
-
Kenapa Bank Indonesia mengembangkan Rupiah Digital? Selain menjadi mata uang yang cepat, mudah, murah, aman, dan andal dalam ekosistem digital di masa depan, Rupiah Digital juga menjadi solusi yang memastikan Rupiah tetap menjadi satu-satunya mata uang yang sah di NKRI.
-
Bagaimana Pasar Imogiri menerapkan sistem pembayaran digital? “Pembayaran menggunakan QRIS lebih aman dan langsung masuk ke rekening. Pedagang dan pembeli jadi lebih praktis dan efektif saat transaksi,” Hal itu juga diperjelas oleh Suryanto selaku Admin Pasar Imogiri Bantul. Ia mengatakan bahwa transaksi pembayaran secara digital sudah ada sejak lama. Sistem jual beli hingga pembayaran digital yang ada di Pasar Imogiri Bantul seperti Pasar.id dan QRIS.
Dilansir dari laman Channel News Asia pada Senin (10/12), imbauan resmi tersebut disampaikan via akun resmi pemerintah di jejaring sosial Wechat dan Weibo.
Imbauan itu menyoroti perkembangan pesat penggunaan uang elektronik di China via aplikasi Alipay dari Alibaba Group atau WeChat dari Tencent Holdings, yang penggunaannya telah meluas hingga ke transportasi umum dan membeli barang di toko kelontong.
Kemudahan transaksi via pembayaran elektronik berarti membuat beberapa vendor, terutama di kota-kota besar seperti Beijing dan Shanghai, tidak lama lagi akan berhenti menerima uang tunai.
"Pembayaran elektronik telah memberi kami cara baru untuk membayar, tetapi itu tidak harus menggantikan pembayaran tunai," kata imbauan Bank Sentral China.
"Seiring waktu, hal ini bisa menjadi kebiasaan yang mengurangi kepercayaan publik terhadap penggunaan uang tunai," lanjut imbauan terkait.
Ditambahkan bahwa sangat tidak adil bagi orang tua dan orang-orang yang tinggal di pedalaman China untuk menguasai proses pembayaran elektronik. Bagi mereka uang tunai sangat penting dalam aktivitas niaga setempat.
Salah satu perusahaan financial technology atau industri teknologi keuangan (fintech) di China menyebutkan meskipun saat ini pertumbuhan fintech tengah berada di puncaknya karena penggunaan sistem pembayaran lewat internet yang luas, industri fintech belum mencapai potensi maksimal.
Berdasarkan laporan dari konsultan EY pada 2017 menyebutkan ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut mengadopsi fintech sudah cukup tinggi.
Laporan tersebut menyebutkan 69 persen konsumen digital yang aktif di China merupakan pengguna pelayanan fintech. Jumlah itu lebih tinggi dibanding di Amerika Serikat (AS) yang hanya 33 persen.
Namun, Co-founder dan Chairman dari Rong360, David Ye menuturkan pertumbuhan terbesar untuk adoptasi fintech itu berasal dari sistem pembayaran.
"China memang unggul dalam fintech seperti halnya pembayaran. China jauh terdepan dibanding negara-negara lainnya dalam hal pembayaran yang mana penetrasinya mencapai 60 hingga 70 persen," tutur dia, seperti dikutip dari situs web CNBC.
Meski begutu, David Ye menambahkan, fintech antara lain kredit online, kartu kredit, kredit infrastruktur dan akses asuransi masih jauh di bawah penetrasi. Oleh karena itu, fintech terhadap akses keuangan itu masih punya ruang untuk tumbuh.
"Ini mengapa kami harapkan seluruh sektor dengan pertumbuhan double digit, atau mungkin di sektor lain bisa high double digit dalam waktu 5 sampai 10 tahun ke depan," ujarnya.
Reporter: Happy Ferdian Syah Utomo
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
Iran Tunjuk Mohammad Keshavarz Zadeh Jadi Duta Besar untuk China
Tayang Perdana di China, Aquaman Raup Rp 357 Miliar
China Minta Kanada Segera Bebaskan Putri Pendiri Huawei atau Hadapi Konsekuensi
Putri Pendiri Huawei Ditangkap, Ini Tanggapan Sri Mulyani
Mengapa AS dan Negara Barat 'Takut' dengan Huawei?
Takut Meninggal karena Menderita Penyakit Langka, Bocah 4 Tahun Nikahi Ayahnya