Data Vaksin Pfizer dan BioNTech Diretas
Belum diketahui kapan dan bagaimana serangan itu terjadi atau siapa yang bertanggung jawab atau data apa yang dicuri.
Perusahaan farmasi Amerika Serikat Pfizer dan partnernya dari Jerman, BioNTech kemarin mengatakan dokumen berisi data perkembangan vaksin Covid-19 diakses secara ilegal dalam sebuah serangan siber terhadap Badan Obat-obatan Eropa (EMA).
EMA yang selama ini bertugas mengawasi dan mengevaluasi obat-obatan dan vaksin untuk Uni Eropa mengatakan mereka menjadi target serangan siber. Namun EMA tidak merinci lebih jauh mengenai serangan itu.
-
Apa yang dilakukan para hacker terhadap toko penjara? Para peretas memanipulasi daftar harga di toko penjara, menurunkan harga barang menjadi jauh di bawah nilai normalnya.
-
Apa yang menjadi sasaran utama hacker dalam serangan siber terkait pemilu? Laporan dari Pusat Keamanan Siber Kanada ungkapkan bahwa serangan siber yang menargetkan pemilihan umum (pemilu) telah meningkat di seluruh dunia.
-
Siapa saja yang menjadi korban serangan hacker? Distributor kimia asal Jerman, Brenntag SE, dilaporkan membayar uang tebusan sebesar USD4,4 juta atau Rp71,9 miliar dalam bentuk Bitcoin kepada kelompok ransomware DarkSide untuk mendapatkan dekripsi file yang dienkripsi oleh para peretas selama serangan ransomware terhadap perusahaan tersebut.
-
Bagaimana cara hacker melakukan serangan? Tahun ini, fokus serangan beralih dari penghancuran atau keuntungan finansial melalui ransomware ke upaya pencurian informasi, pemantauan komunikasi, dan manipulasi informasi.
-
Apa saja jenis serangan yang dilakukan hacker? Serangan-serangan ini meliputi serangan siber yang merusak hingga yang melibatkan pemata-mataan (spionase), pencurian informasi, dan penyebaran misinformasi atau disinformasi.
-
Siapa yang menjadi korban serangan hacker di PDNS 2? Hingga 26 Juni 2024, serangan ini telah berdampak luas pada layanan PDNS 2, mengganggu ratusan instansi pengguna.
Dikutip dari laman France24, Kamis (10/12), Pfizer dan BioNTech menuturkan mereka tidak percaya ada data pribadi dari peserta uji coba vaksin yang sudah dicuri dan EMA "meyakinkan kami serangan siber itu tidak akan berpengaruh terhadap penilaian dari EMA terhadap vaksin Pfizer."
Belum diketahui kapan dan bagaimana serangan itu terjadi atau siapa yang bertanggung jawab atau data apa yang dicuri.
Kedua perusahaan farmasi itu mengatakan mereka diberi tahu oleh EMA bahwa "mereka menjadi target serangan siber dan sejumlah dokumen tentang data kandidat vaksin Covid-19 Pfizer dan BioNTech yang diajukan telah diakses."
Para ahli menilai, dokumen semacam itu bisa sangat berharga bagi negara dan perusahaan lain yang kini sedang berlomba mengembangkan vaksin.
"Ketika data yang diajukan kepada badan penentu kebijakan semacam ini, kita berbicara soal vaksin dan bagaimana vaksin itu bekerja, efektivitasnya, penanganannya dan kemungkinan risiko serta aspek khusus lainnya," kata Marc Rogers, pendiri kelompok sukarelawan pelindung data Covid-19, CTI-League.
"Dokumen itu juga memuat informasi detil tentang pihak yang terlibat dalam rantai pasokan dan distribusi vaksin serta bisa membuka peluang untuk meningkatkan serangan siber berikutnya," kata Rogers. Selain itu, kata dia, data produksi dan formula vaksin juga bisa diretas atau dicuri.
Kedua perusahaan farmasi itu mengatakan "tidak ada sistem di Pfizer dan BioNTech yang dibobol dalam serangan ini dan kami tidak melihat ada data relawan yang diakses."
Juru bicara BioNTech dan Pfizer menolak berkomentar lebih jauh.
Vaksin buatan Pfizer dan BioNTech termasuk yang terdepan dalam perlombaan pembuatan vaksin di dunia dan kini sudah diberikan secara massal di Inggris.
EMA menuturkan mereka akan merampungkan penilaian pada 29 Desember meski jadwal itu bisa berubah.
"EMA tidak bisa memberikan detil informasi lainnya karena penyelidikan sedang berlangsung," kata pernyataan EMA.
Kantor berita Reuters sebelumnya melaporkan ada tuduhan para peretas yang terkait dengan Korea Utara, Korea Selatan, Iran, Vietnam, China, dan Rusia beberapa kali mencoba mencuri informasi soal virus dan penanganannya.
Reuters juga mendukomentasikan upaya mata-mata yang menyasar sejumlah perusahaan farmasi pembuat vaksin termasuk Gilead, Johnsob & Johnson, Novavax, dan Moderna. Badan penentu kebijakan dan organisasi internasional seperti Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga beberapa kali mengalami serangan siber.
(mdk/pan)