Penjelasan Ahli Kesehatan Usai Heboh Efek Samping Vaksin AstraZeneca hingga Ditarik dari Peredaran
Komnas KIPI sebelumnya mengatakan tidak ada kejadian sindrom TTS setelah pemakaian vaksin Covid-19 AstraZeneca.
Komnas KIPI sebelumnya mengatakan tidak ada kejadian sindrom TTS setelah pemakaian vaksin Covid-19 AstraZeneca.
Penjelasan Ahli Kesehatan Usai Heboh Efek Samping Vaksin AstraZeneca hingga Ditarik dari Peredaran
Pakar imunologi dan Ketua Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia (PP PERALMUNI) Prof dr Iris Rengganis, SpPD, K-AI, mengatakan kejadian sindrom trombosis dengan trombositopenia (thrombosis with thrombocytopenia syndrome/TTS) akibat vaksinasi perlu dikaji lebih dalam. Menurut Iris, apabila gejala muncul lebih dari setahun bukan berarti akibat dari vaksinasi.
"Di Indonesia kejadian (TTS) saya enggak pernah dengar. Itu belum diteliti, mungkin yang TTS itu trombositnya turun. Belum ada juga penelitian soal hubungan TTS, vaksinasi pada genetika atau ras tertentu,” kata Iris seperti dikutip Antara di Jakarta, Rabu (8/5).
Menanggapi ketakutan masyarakat akan jenis vaksin yang menyebabkan efek samping tertentu, Iris menuturkan kejadian ikutan pasca-vaksinasi (KIPI) memang dapat terjadi pada sejumlah orang tergantung dengan kondisi kesehatannya.
Meski demikian, menurut Iris, kasus KIPI terbilang cukup jarang terjadi apalagi untuk kasus berat seperti TTS di Inggris. TTS sendiri merupakan penyakit yang menyebabkan penderita mengalami pembekuan darah serta trombosit darah yang rendah.
Iris mengatakan hingga hari ini baik pemerintah maupun para dokter juga masih menunggu laporan atas kasus tersebut serta melakukan pengawasan guna mencegah kasus serupa terjadi di Tanah Air.
Adanya penyakit yang diakibatkan oleh KIPI pun, dikatakan Iris, baru dapat terlihat dalam jarak satu bulan usai mendapatkan vaksinasi. Jika penerima mengaku mengalami KIPI lewat dari batas waktu tersebut, Iris mengatakan ada kemungkinan hal itu disebabkan oleh penyakit lain.
Kalaupun memang masyarakat masih khawatir akan efek samping vaksin AstraZeneca usai kejadian tersebut, Iris menyarankan agar vaksinasi tetap dijalankan namun dengan menggunakan jenis lain seperti yang dibuat oleh Biofarma. Termasuk bila merasakan gejala-gejala KIPI untuk segera diperiksakan ke para ahli seperti dokter auto imun dan penyakit dalam lainnya.
"Kalau saya pribadi, kalau takut bisa pakai jenis lain, tapi dalam arti tetap divaksin. Jadi yang dihindari adenovirus termasuk Johnson and Johnson itu semua non-replicating viral vector, itu kan masih baru," ujar Iris.
Sebelumnya pada Rabu (1/5), Ketua Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI) Prof. Hinky Hindra Irawan Satari mengatakan tidak ada kejadian sindrom TTS setelah pemakaian vaksin Covid-19 AstraZeneca di Indonesia berdasarkan surveilans aktif dan pasif yang sampai saat ini masih dilakukan oleh Komnas KIPI.
Menurut dia keamanan distribusi vaksin terjamin karena sudah melalui berbagai tahapan uji klinis termasuk vaksin Covid-19 yang melibatkan jutaan orang, sampai dikeluarkannya izin edar.
Di samping itu, Komnas KIPI bersama Kemenkes dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) turut menerapkan rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk melakukan surveilans aktif terhadap berbagai macam gejala atau penyakit yang dicurigai ada keterkaitan dengan vaksin Covid-19 termasuk TTS.
Survei dilakukan di 14 rumah sakit di tujuh provinsi yang memenuhi kriteria selama lebih dari satu tahun. Namun berdasarkan laporan yang masuk, tidak ditemukan laporan kasus TTS.
“Selama setahun, bahkan lebih, kami amati dari Maret 2021 sampai Juli 2022. Kami lanjutkan lebih dari setahun karena tidak ada gejalanya, jadi kami lanjutkan beberapa bulan untuk juga supaya memenuhi kebutuhan jumlah sampel yang dibutuhkan untuk menyatakan ada atau tidak ada keterkaitan. Sampai kami perpanjang juga tidak ada TTS pada AstraZeneca,” katanya.
Sementara itu, laman Telegraph memberitakan bahwa AstraZeneca tengah menghadapi kasus gugatan perwakilan kelompok (class action) yang dilayangkan oleh 51 orang di Inggris, terkait tuduhan efek samping vaksin Covid-19 yang dikembangkannya bersama Universitas Oxford beberapa tahun lalu.
Dalam dokumen pengadilan tersebut, AstraZeneca mengakui bahwa vaksin Covid-19 buatannya menyebabkan efek samping yang cukup langka.
Sementara itu, penggunaan vaksin AstraZeneca yang berplatform non-replicating viral vector di Indonesia dilaporkan Kemenkes telah disuntikkan sebanyak 70 juta dosis dari total 453 juta dosis vaksin yang telah disuntikkan ke masyarakat.
Perusahaan farmasi AstraZeneca juga telah menarik vaksin Covid-19 yang diproduksinya menyusul kabar soal temuan kasus tersebut.