Google Polisikan Karyawannya yang Pro-Palestina karena Kritik Kerjasama Perusahaan dengan Israel
Para karyawan melakukan aksi demo menentang kebijakan perusahaan tersebut.
Para karyawan melakukan aksi demo menentang kebijakan perusahaan tersebut.
- Sekongkol Google dengan Israel dalam Genosida di Gaza Picu Protes Pekerja, Puluhan Dipecat
- Israel Mulai Kekurangan Tentara, Sampai Rekrut Warga Berumur 40 Tahun Lebih
- Polisi AS Tangkap Ratusan Mahasiswa Sampai Jurnalis karena Demo Bela Palestina di Berbagai Kampus
- Seorang Karyawan Google Kena Pecat Gara-gara “Galak” dengan Israel
Google Polisikan Karyawannya yang Pro-Palestina karena Kritik Kerjasama Perusahaan dengan Israel
Beberapa karyawan Google ditangkap pada Selasa (16/4) malam di kantor perusahaan di New York City dan Sunnyvale, California, setelah perusahaan memanggil polisi untuk membubarkan aksi protes yang menentang kerja sama Google dengan pemerintah Israel.
Polisi terlihat memasuki ruang konferensi di kantor Google di Sunnyvale dan mengeluarkan para pendemo yang mengenakan keffiyeh Palestina dan kaus bertuliskan, "Googler Melawan Genosida".
Sumber: Middle East Eye
Menurut karyawan yang ikut demo, aksi duduk mereka di kantor-kantor perusahaan akan terus berlanjut hingga mereka dipecat atau Google harus membatalkan kontrak "Project Nimbus" senilai USD1,2 milyar atau sekitar Rp19 triliun dengan Israel.
Proyek yang diumumkan Google dan Amazon pada tahun 2021 itu bertujuan untuk memberikan pemerintah Israel kemampuan pembelajaran mesin dan kecerdasan buatan yang canggih. Sejak pengumumannya, proyek tersebut memicu reaksi keras di kalangan pekerja Google yang mengecam perlakuan Israel terhadap warga Palestina.
Kritik tersebut muncul kembali di tengah perang Israel di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 33.000 warga Palestina, terutama perempuan dan anak-anak.
Google memanggil polisi setelah aksi mogok kerja selama 10 jam di beberapa cabang perusahaan, termasuk kantor CEO Google Cloud, Thomas Kurian, di Sunnyvale. Aksi mogok kerja ini diorganisir kelompok No Tech for Apartheid.
Sembilan karyawan ditangkap di New York dan California, menurut Jane Chung, juru bicara para pemrotes.
"Para eksekutif Google pada dasarnya memilih untuk menangkap para pekerja karena berbicara menentang penggunaan teknologi kami untuk mendukung genosida bertenaga AI yang pertama," ujar insinyur perangkat lunak Google, Mohammad Khatami, salah satu karyawan yang ditangkap di New York, kepada Democracy Now.
Sampai Rabu (17/4) malam, No Tech for Apartheid telah mengumpulkan 94.494 tanda tangan dalam petisi online yang menuntut Google dan Amazon menghentikan proyek Nimbus. Ini hampir mencapai ambang batas 95.000 tanda tangan yang ditetapkan oleh kelompok tersebut.
"Google secara langsung mendukung pembersihan etnis yang sedang berlangsung di Gaza dan pengeboman genosida di Gaza yang dimulai bulan lalu," demikian isi surat tersebut.
"Selama Google terus memberi kekuatan pada militer dan pemerintah Israel, secara aktif terlibat dalam genosida ini."
Gerakan protes ini muncul setelah para kritikus menuduh Google memberangus suara-suara pro-Palestina.
Pada Maret, Google memecat seorang karyawan yang berteriak, "Saya menolak membangun teknologi yang memberdayakan Genosida" dalam presentasi Direktur Pelaksana Google Israel, Baral Regev di New York City.
Pada Desember, anggota staf Google dan No Tech for Apartheid mengadakan peringatan di London untuk Mai Ubeid, seorang insinyur perangkat lunak yang lulus dari kamp pelatihan pengkodean Gaza Sky Geeks yang didanai Google dan menjadi bagian dari program akselerator Google for Startups pada tahun 2020.
Ubeid terbunuh pada 31 Oktober lalu bersama seluruh keluarganya dalam serangan udara Israel di Gaza.