Menjemput Hidayah, Anak-Anak Muda Amerika Pelajari Alquran karena Melihat Keteguhan Iman Orang Palestina
Keteguhan iman orang Palestina di tengah agresi Israel yang menewaskan lebih dari 13.000 orang membuat banyak anak muda tertarik membaca Al-Qur'an.
Menjemput Hidayah, Anak-Anak Muda Amerika Pelajari Alquran karena Melihat Keteguhan Iman Orang Palestina
“Saya ingin berbicara tentang keimanan masyarakat Palestina, betapa kuatnya keimanan tersebut, dan mereka masih memiliki ruang untuk menjadikan syukur kepada Tuhan sebagai prioritas, bahkan ketika segalanya telah diambil dari mereka,” katanya dalam sebuah wawancara.
Sumber: The Guardian
Rice mengungkapkan, beberapa pengikut Muslim menyarankannya untuk membaca Al-Qur'an agar mendapatkan pemahaman lebih mendalam tentang keyakinan tersebut.
Foto: Megan B Rice
Merespons saran tersebut, Rice kemudian mengorganisir "Klub Buku Agama Dunia” di Discord, di mana orang dengan berbagai latar belakang dapat mempelajari Al-Qur'an bersamanya.
Seiring berjalannya waktu, Rice menemukan isi Al-Qur'an sejalan dengan nilai-nilai inti dalam sistem keyakinannya. Bagi Rice, Al-Qur'an menjadi sebuah pandangan yang anti-konsumerisme, anti-penindasan, dan bersifat feminis. Dalam waktu sebulan, Rice mengucapkan syahadat, membeli jilbab dan memakainya, dan menjadi seorang Muslim.
- AS Desak Israel Lindungi Warga Sipil di Gaza Tapi Malah Kirim Lebih Banyak Bom
- Anak-Anak Palestina Ungkap Perlakuan Kejam Israel Saat Dipenjara, Banyak Tahanan Dianiaya Sampai Tewas
- Pasukan Hamas Hancurkan 27 Kendaraan Militer Israel dalam 48 Jam
- Pemukim Israel Ancam dan Takut-Takuti Anak-Anak Palestina dengan Boneka Berdarah
Namun, Rice bukan satu-satunya yang merasa tertarik untuk mempelajari Al-Qur'an. Di TikTok, banyak kaum muda membaca ayat suci tersebut untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang agama Islam dan menunjukkan solidaritas dengan Muslim di Gaza. Beberapa video dengan tagar "Qur’an Book Club" menunjukkan pengguna TikTok yang memegang Al-Qur'an baru mereka dan membaca ayat-ayatnya untuk pertama kalinya.
Zareena Grewal adalah seorang profesor di Universitas Yale yang sedang mengerjakan sebuah buku tentang kitab suci umat Islam dan toleransi beragama dalam budaya Amerika. Dia mengatakan, minat mempelajari Al-Qur'an seperti di TikTok ini belum pernah terjadi sebelumnya.
“Perbedaannya adalah saat ini, masyarakat tidak mengacu pada Al-Qur'an untuk memahami serangan Hamas pada 7 Oktober,” kata Grewal.
“Mereka beralih ke Al-Qur'an untuk memahami ketahanan, keimanan, kekuatan moral dan karakter luar biasa yang mereka lihat pada warga Muslim Palestina.”
Hal itulah yang membuat Nefertari Moonn (35), asal Tampa, Florida, mengambil Al-Qur'an suaminya. Moonn menganggap dirinya spiritual, bukan religius, dan menggambarkan suaminya sebagai seorang Muslim yang tidak taat.
Foto: Nefertari Moonn
“Saya ingin melihat apa yang membuat orang-orang berseru kepada Allah ketika mereka menghadapi kematian,” katanya.
“Melihat bagian demi bagian selaras dengan saya. Saya mulai memiliki keterikatan emosional padanya.”
Karena itu, Moonn juga memutuskan untuk mengucapkan syahadat, menjadi seorang Muslim.
“Saya tidak bisa menjelaskannya, tapi ada kedamaian yang muncul dari membaca Al-Qur'an,” ujarnya.
“Saya merasa ringan, seperti saya kembali ke sesuatu yang selalu ada dan menunggu saya kembali.”
Tren membaca Al-Qur'an di media sosial juga terlihat di platform lain seperti Instagram, di mana Misha Euceph, seorang penulis dan pembawa acara podcast yang mempelajari interpretasi progresif Al-Qur'an, telah menyelenggarakan seri "Qur'an Book Club" sejak 2020.
Foto: Misha Euceph
Euceph menyatakan, tema-tema tertentu dalam Al-Qur'an sejalan dengan nilai-nilai kaum muda Amerika yang cenderung ke kiri. Al-Qur'an dianggap penuh dengan metafora alam dan mendukung sikap anti-konsumerisme serta pemeliharaan lingkungan.
Foto: Misha Euceph
Sylvia Chan-Malik, seorang profesor di Universitas Rutgers dan mualaf, menyampaikan pengalaman ini mirip dengan apa yang dialami setelah peristiwa 9/11. Dia menyadari bahwa orang-orang Muslim yang dia temui sangat berbeda dengan citra negatif yang dipromosikan media.
"Sama seperti orang-orang rasis yang mencari ayat-ayat untuk mengonfirmasi bias rasial mereka, orang-orang sayap kiri juga mencari buku ini untuk mengkonfirmasi pesan-pesan progresif,” kata Grewal.
“Setiap kitab suci itu rumit dan mengundang banyak bacaan,” lanjutnya seraya menambahkan bahwa para pengguna TikTok, “membaca teks tersebut untuk mencari apa yang ingin mereka temukan.”
Tumbuh dalam bayang-bayang 9/11, Rice mengatakan, dia menolak Islamofobia dan diskriminasi yang menargetkan Muslim Amerika.
“Sebagai perempuan kulit hitam, saya terbiasa dengan pemerintah Amerika yang menyebarkan stereotip berbahaya yang mengarah pada kesalahpahaman yang dimiliki orang-orang di luar komunitas saya terhadap saya,” katanya.
“Saya tidak pernah mempercayai stereotip yang tersebar mengenai komunitas Muslim pasca 9/11, namun baru setelah saya mulai membaca Al-Qur'an, saya menyadari bahwa saya telah menginternalisasikan kesalahpahaman tersebut, karena sebelumnya saya meyakini Islam adalah agama yang keras atau ketat.”
Membaca Al-Qur'an dimulai sebagai cara Rice menunjukkan empati terhadap warga Palestina yang terjebak di Gaza. Kini, hal itu menjadi elemen utama dalam hidupnya.
“Menurut saya, tidak masalah apa latar belakang agama Anda,” kata Rice.
“Anda dapat menumbuhkan empati terhadap seseorang dengan mempelajari bagian paling intim dari dirinya, termasuk keyakinannya.”
Sumber: The Guardian