Misteri Kalimat Sansekerta Berusia 2.500 Tahun Terpecahkan, Begini Isinya
Masalah gramatikal yang gagal diatasi sarjana Sansekerta sejak abad ke-5 SM akhirnya berhasil dipecahkan seorang mahasiswa doktoral di Universitas Cambridge.
Masalah gramatikal yang gagal diatasi sarjana Sansekerta sejak abad ke-5 SM akhirnya berhasil dipecahkan seorang mahasiswa doktoral di Universitas Cambridge. Rishi Rajpopat membuat terobosan dengan memecahkan kode aturan yang diajarkan oleh "bapak linguistik", Paṇini.
Penemuan ini memungkinkan untuk "menurunkan" kata Sansekerta apa pun — untuk membangun jutaan kata yang benar secara tata bahasa termasuk "mantra" dan "guru" — menggunakan "mesin bahasa" Pāṇini yang secara luas dianggap sebagai salah satu pencapaian intelektual besar dalam sejarah.
-
Kapan Sai dilakukan? Sa’i merupakan salah satu rukun dalam rangkaian ibadah haji.
-
Siapa Pak Sadimin? Di Desa Gempol hiduplah seorang saksi sejarah yang diperkirakan sudah berusia 105 tahun bernama Pak Sadimin.
-
Siapa Serda Adhini? Serda Adhini telah menunjukkan keberaniannya dalam menghadapi berbagai tantangan yang dihadapinya. Ia telah menjalani pendidikan khusus pramugari RI 1 di Garuda Indonesia Training Center selama 3 bulan Prestasinya di dunia pertahanan dan keamanan negara telah mendapat banyak pujian dari netizen.
-
Apa yang menjadi ciri khas dari Sakarin? Sakarin, dalam bentuk bubuk kristal putih, memiliki tingkat kemanisan yang mencapai 300-400 kali lipat gula pasir. Meski tidak mengandung kalori dan aman untuk penderita diabetes, rasa akhir yang pahit membuatnya perlu dicampur dengan pemanis lain.
-
Kenapa Tahu Siksa dinamai begitu? Iman mengatakan, nama tahu siksa sebenarnya berasal dari proses membuatnya sebelum disajikan.Tahu kuning awalnya dipanggang di atas wajan atau nampan besi yang diberi minyak goreng sedikit. Katanya, memanggang tahu dengan cara tersebut mirip seperti penyiksaan.
-
Kenapa Saninten sulit berkembang biak? Pohon saninten berbuah dua tahun sekali. Karena berbuahnya lama, maka tumbuhan ini sulit berkembang biak.
Para ahli bahasa Sansekerta menyebut temuan Rajpopat ini capaian "revolusioner" dan tata bahasa Panini bisa diajarkan di komputer untuk pertama kalinya.
Saat meneliti disertasinya yang diterbitkan hari ini, Dr. Rajpopat mengurutkan atau membaca algoritma berusia 2.500 tahun untuk pertama kalinya menggunakan "mesin bahasa" Pāṇini secara akurat.
Sistem Pāṇini—4.000 aturan yang dirinci dalam karya terbesarnya, Aṣṭādhyāyī, yang diperkirakan ditulis sekitar 500 SM—dimaksudkan untuk bekerja seperti mesin. Tujuannya menemukan kata-kata atau kalimat yang benar secara tata bahasa melalui serangkaian proses.
Namun, hingga saat ini, ada masalah besar. Seringkali, dua atau lebih dari aturan Pāṇini secara bersamaan berlaku pada langkah yang sama, membuat para sarjana bingung mana yang harus dipilih.
Memecahkan apa yang disebut "konflik aturan", yang memengaruhi jutaan kata Sansekerta termasuk bentuk "mantra" dan "guru" tertentu, membutuhkan algoritma. Pāṇini mengajarkan "metarules" untuk membantu kita memutuskan aturan mana yang harus diambil jika terjadi "konflik aturan", tetapi selama 2.500 tahun terakhir, para sarjana salah menafsirkan metarules ini, sehingga mereka sering berakhir dengan hasil tata bahasa yang salah.
Dalam upaya untuk memperbaiki masalah ini, banyak sarjana dengan susah payah mengembangkan ratusan metarules lain, tetapi Dr. Rajpopat menunjukkan bahwa metarules ini tidak hanya gagal memecahkan masalah yang ada—mereka semua menghasilkan terlalu banyak pengecualian—tetapi juga sama sekali tidak diperlukan. Rajpopat menunjukkan bahwa "mesin bahasa" Pāṇini mandiri.
"Pāṇini memiliki pikiran yang luar biasa dan dia membangun sebuah mesin yang tak tertandingi dalam sejarah manusia. Dia tidak mengharapkan kita untuk menambahkan ide baru ke aturannya. Semakin kita mengutak-atik tata bahasa Pāṇini, itu malah semakin menjauhkan kita," jelas Rajpopat, dikutip dari laman Science X (phys.org), Kamis (15/12).
Secara tradisional, para ilmuwan menafsirkan metarule Pāṇini sebagai makna bahwa jika terjadi konflik antara dua aturan dengan kekuatan yang sama, yang menang adalah aturan yang muncul belakangan dalam urutan tata bahasa.
Rajpopat menolak tafsiran ini, sebaliknya dengan alasan bahwa Pāṇini berarti bahwa di antara aturan yang berlaku untuk sisi kiri dan kanan kata, Pāṇini ingin kita memilih aturan yang berlaku untuk sisi kanan. Menggunakan interpretasi ini, Rajpopat menemukan mesin bahasa Pāṇini menghasilkan kata-kata yang benar secara tata bahasa hampir tanpa pengecualian.
Momen Eureka
Setelah meneliti berbulan-bulan dan sempat putus asa untuk melanjutkan, Rajpopat akhirnya mengalami momen eureka, ketika dia berhasil memecahkan masalah ini.
"Saya mengalami momen eureka di Cambridge. Setelah sembilan bulan mencoba memecahkan masalah ini, saya hampir siap untuk berhenti, saya tidak mendapatkan apa-apa. Jadi saya menutup buku selama sebulan dan menikmati musim panas, berenang, bersepeda , memasak, berdoa dan bermeditasi," jelasnya.
"Kemudian, dengan enggan saya kembali bekerja, dan dalam beberapa menit, ketika saya membalik halaman, pola-pola ini mulai muncul, dan semuanya mulai masuk akal. Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan tetapi saya menemukan bagian terbesar dari teka-teki itu," lanjutnya.
"Selama beberapa minggu berikutnya saya sangat bersemangat, saya tidak bisa tidur dan menghabiskan berjam-jam di perpustakaan, termasuk pada tengah malam untuk memeriksa apa yang saya temukan dan memecahkan masalah terkait. Pekerjaan itu memakan waktu dua setengah tahun."
Bahasa Sansekerta adalah bahasa Indo-Eropa kuno dan klasik dari Asia Selatan. Ini adalah bahasa suci Hinduisme, tetapi juga digunakan berabad-abad dalam sejumlah bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, puisi, dan sastra sekuler India. Meskipun hanya dituturkan di India oleh sekitar 25.000 orang saat ini, bahasa Sansekerta memiliki signifikansi politik yang berkembang di India, dan memengaruhi banyak bahasa dan budaya lain di seluruh dunia.
"Beberapa kebijaksanaan paling kuno India telah dihasilkan dalam bahasa Sansekerta dan kita masih belum sepenuhnya memahami apa yang dicapai nenek moyang kita," kata Rajpopat.
"Saya berharap penemuan ini akan menyuntikkan keyakinan, kebanggaan, dan harapan pada mahasiswa India bahwa mereka juga dapat mencapai hal-hal besar."
"Murid saya, Rishi, telah memecahkannya—dia telah menemukan solusi yang luar biasa elegan untuk masalah yang telah membingungkan para sarjana selama berabad-abad. Penemuan ini akan merevolusi studi bahasa Sanskerta pada saat minat terhadap bahasa sedang meningkat," jelas profesor Sansekerta yang juga pembimbing Rishi Rajpopat di Universitas Cambridge, Vincenzo Vergiani.
(mdk/pan)