"Saya Cekoki Obat ke Anak-Anak Saya yang Kelaparan Agar Mereka Tertidur"
Orang-orang Afghanistan dilanda kelaparan. Ada yang terpaksa menjual anak-anak perempuan mereka. Ada juga yang menjual organ tubuh mereka demi bertahan hidup.
Orang-orang Afghanistan dilanda kelaparan. Ada yang terpaksa menjual anak-anak perempuan mereka. Ada juga yang menjual organ tubuh mereka demi bertahan hidup.
Orang tua lain memberikan obat ke anak-anak mereka yang kelaparan agar mereka tertidur dan melupakan rasa lapar mereka.
-
Apa yang dimaksud dengan kata-kata diam dalam konteks ini? Kata-kata diam adalah salah satu cara yang efektif untuk menggambarkan bagaimana kita diam apa makna di balik diamnya kita.
-
Bagaimana Heatwave bisa terjadi? Gerakan semu Matahari pada akhir April dan awal Mei berada di atas lintang 10 derajat Lintang Utara yang bertepatan dengan wilayah-wilayah Asia Tenggara daratan. Hal ini menyebabkan penyinaran Matahari sangat terik dan memberikan latar belakang kondisi yang panas.
-
Apa itu Heatwave? Gelombang panas atau heatwave di Asia Tenggara dan Asia Selatan menjadi sorotan karena suhu yang mencapai tingkat ekstrem. Beberapa negara mengalami suhu di atas 40 derajat Celsius, bahkan mencapai rekor tertinggi sepanjang masa.
-
Siapa yang memberi peringatan tentang ancaman serius yang akan dihadapi umat manusia? Salah satu orang terkaya dunia, Bill Gates telah mengingatkan publik selama beberapa dekade terakhir mengenai sejumlah ancaman serius.
-
Kapan Heatwave terjadi di Asia Tenggara? Baru-baru ini, beberapa negara di Asia Tenggara dilanda gelombang panas atau heatwave yang menyebabkan suhu ekstrem. Beberapa negara yang terdampak termasuk Filipina, Thailand, dan negara-negara lain di Asia Tenggara.
-
Siapa yang berisiko terkena heatstroke? Heatstroke dapat berakibat fatal jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat.
"Anak-anak kami tetap menangis, dan mereka tidak bisa tidur. Kami tidak punya makanan," kata Abdul Wahab, dikutip dari BBC, Kamis (24/11).
"Jadi kami pergi ke apotek, membeli tablet dan memberikannya ke anak-anak kami agar mereka ngantuk," lanjutnya.
Abdul Wahab tinggal di luar Herat, di sebuah permumikan yang terdiri dari ribuan rumah kecil yang terbuat dari tanah. Di sana tinggal para pengungsi akibat perang dan bencana alam.
Saat ditanya berapa banyak warga yang memberi obat ke anak-anak mereka, Abdul Wahab menjawab: "Banyak."
Ghulam Hazrat mengeluarkan satu lembar pil dari sakunya. Obat itu adalah alprazolm, biasanya diberikan untuk mengobati kecemasan.
Ghulam punya enam anak, anak yang paling kecil berusia satu tahun yang juga diberi obat tersebut.
Di tempat lain, Ammar (nama samaran) bertahan hidup dengan menjual ginjalnya tiga bulan lalu. Dia menunjukkan bekas jahitan sepanjang 9 inchi di pinggangnya.
"Tidak ada jalan keluar lain. Saya pernah mendengar Anda bisa menjual ginjal di rumah sakit daerah. Saya ke sana dan mengatakan saya ingin menjual ginjal. Beberapa pekan kemudian saya mendapat telepon yang meminta saya datang ke rumah sakit," jelasnya.
"Mereka melakukan beberapa pemeriksaan, lalu mereka menyuntik saya sehingga saya tidak sadarkan diri. Saya takut tapi saya tidak punya pilihan."
Ammar dibayar sekitar 270.000 Afghani atau sekitar Rp48 juta. Uang itu sebagian besar habis untuk membayar utang yang dia gunakan untuk memberi makan keluarganya.
"Jika kami makan satu malam, malam berikutnya kami tidak makan. Setelah menjual ginjal, saya merasa tidak utuh. Saya merasa putus harapan. Jika hidup terus menerus begini, saya merasa saya bisa mati," kata Ammar.
Seorang ibu muda juga mengaku telah menjual ginjalnya tujuh bulan lalu yang digunakan untuk membayar utang. Ibu muda ini menjual ginjalnya seharga 240.000 Afghani atau sekitar Rp42 juta. Namun itu juga tidak cukup.
"Sekarang kami terpaksa menjual putri kami yang berusia dua tahun. Orang-orang yang kami utangi menghina kami setiap hari, mengatakan beri kami putrimu jika kamu tidak bisa membayar kami," ujarnya.
"Saya merasa malu dengan situasi kami. Kadang-kadang saya merasa lebih baik mati daripada hidup seperti ini," kata suami ibu muda tersebut.
Warga lainnya, Nizamuddin juga terpaksa menjual anak perempuannya yang berusia lima tahun seharga 100.000 Afghani atau sekitar Rp17,5 juta.
"Kami paham itu melawan hukum Islam, dan kami membahayakan anak-anak kami, tapi tidak ada cara lain," kata ketua komunitas, Abdul Ghafar.
Bagaimana pemerintahan Taliban mengatasi kelaparan ini? Juru bicara Taliban di Provinsi Herat, Hamidullah Motawakil mengatakan situasi ini akibat sanksi internasional dan pembekuan aset Afghanistan.
"Pemerintahan kami berusaha mengidentifikasi berapa banyak orang yang membutuhkan. Banyak orang yang bohong soal kondisi mereka karena mereka berpikir mereka bisa dapat bantuan," jelasnya.
Dia juga mengatakan Taliban berusaha menciptakan lapangan pekerjaan.
"Kami ingin membuka tambang bijih besi dan proyek pipa gas," ujarnya.
Kelaparan merupakan pembunuh yang lamban dan senyap, dampaknya tidak selalu langsung terlihat.
Jauh dari perhatian dunia, skala krisis di Afghanistan mungkin tidak akan pernah disorot, karena tidak ada yang memperhitungkan.
(mdk/pan)