Sudah 780 Kasus Cacar Monyet di Berbagai Negara, WHO Naikkan Status Wabah jadi Sedang
Kasus cacat monyet yang ditemukan di negara bukan endemik penyakit tersebut terus bertambah.
Kasus cacat monyet yang ditemukan di negara bukan endemik penyakit tersebut terus bertambah. Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO melaporkan 780 kasus cacar monyet yang telah terkonfirmasi berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium.
Sebanyak 780 kasus ini dilaporkan di 27 negara non endemik. Dengan bertambahnya kasus cacar monyet, WHO menaikkan tingkat risiko global wabah ini menjadi sedang.
-
Apa itu penyakit cacar monyet? Penyakit cacar monyet merupakan infeksi virus yang ditandai dengan munculnya bintil bernanah di kulit. Penyakit ini disebabkan oleh virus, tepatnya adalah virus monkeypox.
-
Apa yang dikatakan oleh dokter Jerman Wolfgang Wodarg tentang cacar monyet? Dokter Jerman Wolfgang Wodarg menawarkan pandangan alternatif mengenai cacar monyet lebih dari dua tahun yang lalu. Apa yang dianggap sebagai cacar monyet, dalam banyak kasus, sebenarnya adalah herpes zoster, salah satu efek samping yang diketahui dari vaksin COVID-19," tulis keterangan video yang diunggah di Facebook pada tanggal 28 Agustus.
-
Apa saja gejala cacar monyet pada anak? Gejala awal yang muncul pada anak-anak yang terinfeksi Cacar Monyet serupa dengan gejala penyakit cacar air. Beberapa gejalanya antara lain sakit kepala, pembengkakan kelenjar getah bening, serta munculnya lesi pada kulit. Lesi ini akan mengalami perkembangan menjadi ruam yang menyerupai cacar air.
-
Di mana saja di Indonesia yang sudah ditemukan kasus cacar monyet? Berdasarkan data Kemenkes RI, kasus cacar monyet di Indonesia hingga kini baru ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
-
Siapa saja yang bisa terkena cacar monyet? Cacar monyet adalah penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia atau dari manusia ke manusia.
-
Kapan gejala awal cacar monyet muncul? Gejala penyakit cacar monyet biasanya muncul 5–21 hari setelah terinfeksi.
WHO menyampaikan angka terbaru itu kemungkinan terlalu kecil karena informasi epidemiologis dan laboratorium yang terbatas.
"Sangat mungkin negara lain akan mengidentifikasi kasus-kasus berikutnya dan akan ada penyebaran virus lebih lanjut," jelas WHO, dikutip dari Channel News Asia, Selasa (7/6).
Beberapa rawat inap pasien cacar monyet juga dilaporkan, di samping pasien yang menjalani isolasi mandiri.
WHO mendata beberapa negara non endemik yang melaporkan paling banyak kasus cacar monyet seperti Inggris (207), Spanyol (156), Portugal (138), Kanada (58), dan Jerman (57).
Selain Eropa dan Amerika Utara, kasus cacar monyet juga dilaporkan di Argentina, Australia, Maroko, dan Uni Emirat Arab.
Satu kasus cacar monyet yang ditemukan di negara non endemik dianggap sebagai wabah.
"Meskipun risiko saat ini terhadap kesehatan manusia dan masyarakat umum tetap rendah, risiko kesehatan masyarakat dapat menjadi tinggi jika virus ini memanfaatkan peluang untuk mengembangkan dirinya di negara-negara non-endemik sebagai patogen manusia yang tersebar luas," jelas WHO.
"WHO menilai risiko di tingkat global sedang mengingat ini adalah pertama kalinya banyak kasus dan klaster cacar monyet dilaporkan secara bersamaan di negara non-endemik dan endemik."
WHO mengatakan tidak ada kematian yang dilaporkan akibat cacar monyet di negara non endemik ini, namun kasus dan kematiana terus dilaporkan dari negara endemik. Negara endemik cacar monyet yaitu Kamerun, Republik Afrika Tengah, Kongo, Republik Demokratik Kongo, Nigeria, Liberia, Sierra Leone, Gabon, dan Pantai Gading, serta Ghana di mana kasus cacar monyet hanya ditemukan pada hewan. Dari sejumlah negara ini, 66 kematian dilaporkan dalam lima bulan pertama 2022.
Baca juga:
Inggris: Cacar Monyet Dipastikan Menular dari Manusia ke Manusia
WHO: Lebih Dari 550 Kasus Cacar Monyet Ditemukan di 30 Negara
Ini Alasan WHO Sebut Cacar Monyet Belum Bisa Jadi Pandemi Global
CEK FAKTA: Hoaks Cacar Monyet Efek Samping dari Vaksin Covid-19
Kasus Cacar Monyet di Spanyol dan Portugal Terus Bertambah Jadi Ratusan
Hoaks Seputar Cacar Monyet Diciptakan di Lab dan Klaim Lainnya Terbantahkan