Tentara Kolombia Bom Markas Kartel Narkoba Terbesar, Delapan Orang Tewas Termasuk Empat Tentara
Serangan bom yang ditujukan kepada Gulf Clan di barat laut Kolombia merupakan yang pertama kalinya terjadi sejak presiden sayap kiri menjabat.
Presiden Kolombia, Gustavo Petro mengumumkan pada Senin (9/12), empat orang yang diduga anggota kartel narkoba terbesar di Antioquia Kolombia tewas dalam serangan udara yang terjadi pekan lalu di Antioquia, yang dikenal sebagai benteng bagi Klan Teluk, yang terlibat dalam perdagangan narkoba, perdagangan manusia, serta bisnis penambangan emas ilegal yang luas.
Dikutip dari VOA Indonesia, Rabu (11/12), serangan yang menggunakan bom terhadap Gulf Clan atau Klan Teluk di bagian barat laut Kolombia merupakan tindakan pertama yang dilakukan terhadap kelompok tersebut di bawah kepemimpinan presiden sayap kiri. Dalam pernyataannya di media sosial X, Petro menyebutkan bahwa serangan di Antioquia "mengakibatkan empat anggota kartel tewas" dan menambahkan delapan senapan berhasil disita.
- Kolombia Bikin Rekor Dunia, Sayangnya soal Produksi Narkobanya Paling Tinggi di 2023
- Akhir Pelarian Bos Kartel Narkoba Kampung Puntun Selama 2 Tahun
- Komandan Brimob Polri Datangi Marinir AL Usai Anak Buah Terlibat Bentrok di Sorong
- Ratusan Personel Datang ke Mako Menghadap Komandan Brimob, Sang Jenderal Langsung Bereaksi Begini
Petro juga menegaskan pengeboman ini menghancurkan upaya Klan Teluk untuk memperkuat posisi mereka di daerah tersebut.
Petro mengonfirmasi bahwa dalam operasi tersebut, empat tentara juga tewas secara tidak sengaja saat mereka turun dari helikopter. Sejak lebih dari setengah abad, tentara Kolombia telah menggunakan serangan udara di bawah pemerintahan sayap kanan untuk melawan kelompok gerilya sayap kiri, seperti gerakan Marxis FARC, yang telah meletakkan senjata setelah mencapai kesepakatan damai bersejarah pada tahun 2016.
Pemimpin kelompok Gulf Clan, Dairo Antonio Usuga, ditangkap pada Oktober 2022 dan diekstradisi ke Amerika Serikat, di mana ia dijatuhi hukuman 45 tahun penjara karena terlibat dalam penyelundupan kokain.
Sejak menjabat, Presiden Gustavo Petro telah melakukan dialog dengan beberapa kelompok bersenjata. Pada awal tahun 2023, ia mengumumkan gencatan senjata sepihak dengan Klan Teluk, namun gencatan senjata tersebut segera dicabut.