Dosen UI Beberkan Tantangan Pemanfaatan Artificial Intelligence di Dunia Kedokteran
Ketua Klaster Medical Technology menyebut pemanfaatan AI di bidang kedokteran harus tetap memperhatikan prinsip etika.
Penggunaan Artificial Intelligence (AI) ternyata memiliki tantangan tersendiri di dunia kedokteran.
- Kemendag Dorong UMKM Manfaatkan Kecerdasan Buatan untuk Tingkatkan Produktivitas, Begini Caranya
- Ada Spesies Pohon yang Disebut Ilmuwan Paling Kesepian di Dunia, Tak Bisa Berkembang Biak Sebelum Temukan Jodoh
- Pemanfaatan AI Bisa Diaplikasikan Lebih Jauh oleh UKM
- Dapat Meningkatkan Akurasi dan Kecepatan Pelayanan, Ini Penjelasan Guru Besar UGM Terkait Pemanfaatan AI Dalam Bidang Kesehatan
Dosen UI Beberkan Tantangan Pemanfaatan Artificial Intelligence di Dunia Kedokteran
Penggunaan Artificial Intelligence (AI) ternyata memiliki tantangan tersendiri di dunia kedokteran.
Ketua Klaster Medical Technology sekaligus Ketua Big Data Center IMERI Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI), Prasandhya Astagiri Yusuf menjabarkan beberapa teknologi terbaru dari AI yang dimanfaatkan di dunia kedokteran.
Di antaranya adalah automated machine learning, federated learning, dan Generative AI. Prasandhya mengatakan, automated machine learning dapat melakukan pemodelan prediksi atau kategorisasi secara otomatis dari big data kesehatan tanpa perlu coding pemrograman (AI to build AI).
Federated learning memfasilitasi kolaborasi pembuatan model prediksi multicenter tanpa memerlukan pertukaran data medis.
“Sementara itu, Generative AI mampu menghasilkan data sintetis dari data latih, baik berbasis teks, gambar, maupun video,” katanya, Rabu (20/3).
Kendati begitu, katanya, pemanfaatan AI di bidang kedokteran harus tetap memperhatikan prinsip etika.
Prinsip ini mencakup transparansi, akuntabilitas, dan keadilan yang menjadi landasan penting untuk memastikan bahwa penerapan AI memberikan manfaat optimal bagi masyarakat dan tidak menimbulkan konsekuensi kerugian.
“Penggunaan teknologi AI wajib diimbangi dengan penguatan akuntabilitas moral demi menghindari bias,” ujarnya.
AI dimanfaatkan sebagai alat bantu atau tools untuk melengkapi, bukan menggantikan keputusan klinis.
Artinya, AI tidak akan menggantikan profesi tenaga kesehatan, tetapi tenaga kesehatan yang andal memanfaatkan AI akan menggantikan praktisi yang tidak menggunakannya.
“Untuk mengatasi tantangan dalam pengelolaan big data kesehatan dan memastikan bahwa pengembangan model AI berjalan baik, diperlukan kolaborasi multidisiplin antara klinisi, ilmuwan komputer, ilmuwan data, dan ahli biostatistik. Regulasi yang jelas dari pemerintah dalam hal penggunaan AI di bidang kesehatan juga menjadi hal penting untuk menghindari masalah etika dan hukum yang mungkin timbul,” pungkasnya.