Berlangsung Sengit, Ini Kisah Peristiwa Geger Pecinan yang Terjadi di Kartasura
Pembantaian terhadap orang-orang Tionghoa di Batavia menjadi awal dari perang besar yang harus dihadapi VOC. Di kemudian hari, mereka harus menghadapi kuatnya persekutuan antara Mataram dengan Laskar Tionghoa. Salah satu peristiwa perang besar itu meletus di Kartasura, yang saat itu jadi ibu kota Kerajaan Mataram.
Pada tanggal 9-10 Oktober 1740, terjadi pembantaian VOC terhadap orang-orang Tionghoa di Batavia. Dalam peristiwa itu, pasukan VOC membakar rumah-rumah orang Tionghoa dan mengeksekusi mereka tanpa pandang bulu.
Pembantaian terhadap orang-orang Tionghoa di Batavia menjadi awal dari perang besar yang harus dihadapi VOC. Di kemudian hari, mereka harus menghadapi kuatnya persekutuan antara Mataram dengan Laskar Tionghoa.
-
Kapan puncak kemarau di DIY diprediksi berlangsung? Sebelumnya Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta Reni Kraningtyas menyebut puncak musim kemarau 2024 di DIY diprediksi berlangsung antara Juli hingga Agustus 2024.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Apa yang dikatakan Ade Armando tentang DIY? Laporan ini merupakan buntut dari pernyataan Ade yang mengatakan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai perwujudan dari politik dinasti sesungguhnya.
-
Siapa saja yang hadir dalam sosialisasi Balai Bahasa DIY tentang ujaran kebencian? Acara dihadiri oleh 47 peserta dari berbagai lembaga seperti binmas polres kabupaten/kota, humas Setda DIY, bidang kepemudaan kabupaten/kota, dinas komunikasi dan informatika provinsi/kabupaten/kota dan Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) kabupaten/kota.Lalu hadir pula, dinas DP3AP2KB provinsi/kabupaten/kota, MKKS kabupaten/kota, Persatuan Wartawan Indonesia Provinsi DIY, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) serta Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Klas II Yogyakarta.
-
Dimana rekapitulasi suara di DIY dilakukan? Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah menyelesaikan rekapitulasi suara untuk tingkat provinsi.
-
Mengapa Prewangan Studio memilih konsep DIY? Praktik Prewangan Studio fokus pada semangat DIY (Do It Yourself). Para anggota Prewangan Studio terdiri dari guru, seniman multimedia, praktisi furnitur, praktisi elektro, dalang, praktisi usaha bidang agraris maupun maritim, desainer, praktisi musik, dokter hewan, dan masyarakat sebagai kolabolator.
“Sisa-sisa orang Tionghoa yang melarikan diri ke wilayah Jawa Tengah kemudian bergabung dengan kekuatan Mataram. Perang VOC melawan tentara gabungan Tionghoa-Mataram merupakan perang terbesar sepanjang sejarah VOC,” kata Sejarawan Universitas Negeri Semarang, Prof. Wasino.
Salah satu peperangan antara dua pasukan besar itu terjadi di wilayah Kartasura. Lalu seperti apa jalannya perang besar di wilayah yang saat itu menjadi Ibu Kota Kerajaan Mataram itu?
Perjanjian Jawa-Tionghoa
©2020 Istimewa
Setelah melarikan diri ke Jawa Tengah, para pemimpin orang-orang Tionghoa bersumpah setia pada Raja Mataram, Sunan Pakubuwana II, untuk berjuang bersama mengusir VOC dari tanah Jawa. Sejak saat itulah, orang-orang Jawa Mataram dan Tionghoa berjuang bersama melawan VOC.
Namun pada tahun 1742, sumpah ini dilanggar sendiri oleh Pakubuwana II karena melihat kekalahan pasukan gabungan itu di beberapa tempat. Sang raja yang khawatir kemudian memutuskan untuk berbalik arah berada di pihak VOC.
Niat Pakubuwana II mengubah arah perjuangan ditentang oleh sejumlah petinggi Kraton, Panglima Perang, dan Bupati di bawah Mataram. Walhasil, konflik menjadi lebih rumit. Pasukan Raden mas Garendi dan pemimpin Tionghoa, Kapiten Sepanjang bergerak merebut Kraton Kartasura. Tanpa perlawanan, mereka berhasil menguasai alun-alun Kartasura pada 30 Juni 1742.
Pakubuwana II Melarikan Diri
©2020 buku Geger Pacinan @Penerbit Kompas
Saat penyerangan itu, Pakubuwana bersama para prajuritnya melarikan diri ke Magetan dan kemudian pindah ke Ponorogo. Agar tak tertangkap musuh, dia melarikan diri lewat lubang kecil di belakang istana sembari dikawal VOC. Di tempat pengungsiannya, dia menyusun kekuatannya kembali.
Sementara itu di Kartasura, Raden Mas Garendri dinobatkan sebagai Raja Mataram dengan gelar Sunan Amangkurat IV. Selain itu, dia juga mendapat julukan “Sunan Kuning”. Namun dengan keberhasilan pasukan Tionghoa-Jawa menduduki Kartasura, perang ternyata belum berhenti. Di saat bersamaan, Pakubuwana II, VOC, dan pasukan Madura yang dipimpin Cakraningrat sedang menyusun kekuatan.
Serangan Balasan
©2020 Istimewa
Setelah kekuatan gabungan terbentuk, pasukan gabungan Pakubuwono II, VOC, dan Madura menyerang Kartasura dari tiga penjuru. Cakraningrat menyerang dari arah Bengawan Solo, Pakubuwana II dari Ngawi, dan pasukan VOC dari Ungaran dan Salatiga.
Karena serangan bertubi-tubi itu, Sunan Kuning dan pasukannya yang tersisa mengungsi ke arah selatan. Setelah itu, Kraton Kartasura berhasil direbut oleh pasukan Cakraningrat. Setelah berdebat dengan VOC, Cakraningrat akhirnya mau menyerahkan kembali Kraton Kartasura ke tangan Pakubuwana II.
Karena harus berutang budi, kedudukan Pakubuwana II jadi lemah di mata VOC. Mulai saat itu, seluruh patih dan bupati yang akan diangkat olehnya harus terlebih dahulu mendapat izin VOC. Tak hanya itu, Mataram juga dipaksa menyerahkan sejumlah daerah yang dianggap strategis kepada VOC.
Terjadi di Berbagai Tempat
©2020 merdeka.com
Tak hanya di Kartasura, perlawanan pasukan Tionghoa-Jawa terjadi di berbagai tempat, baik itu sebelum meletus geger pecinan di Kartasura maupun sesudahnya. Tercatat, pertempuran antara Jawa-Tionghoa dengan VOC terjadi di Jepara, Rembang, Demak, Semarang, dan merambah hingga wilayah Jawa Timur.
“Mereka bertempur dengan sengit hingga banyak korban berjatuhan. Laskar Tionghoa mengandalkan kungfu dan silat, sementara tentara Mataram mengandalkan kuda dan pedang,” jelas sejarawan Tionghoa asal Semarang, Tjong Ki Thio.