Gereja Palalangon dan Komunitas Kristen Pertama di Cianjur: Lahir di Hutan Belantara
Sudah seratus tahun lebih mendirikan gereja terbesar di wilayah Gunung Halu, orang-orang Kristen Palalangon tetap setia hidup berdampingan dengan kaum Muslim.
Sudah seratus tahun lebih mendirikan gereja terbesar di wilayah Gunung Halu, orang-orang Kristen Palalangon tetap setia hidup berdampingan dengan kaum Muslim.
Penulis: Hendi Jo
-
Apa yang menjadi titik awal penyebaran Kristen di Purbalingga? Dahulu, gereja itu menjadi tempat penyebaran agama Kristen di kota kecil tersebut.
-
Apa makna cinta yang sesungguhnya menurut kata-kata bijak Kristen? “Cinta senantiasa memberi, ia tak pernah sekalipun meminta, cinta selalu membawa gembira, ia tak pernah mendatangkan derita.”
-
Apa yang ditemukan di halaman Gereja Kristen Pasundan? Di halaman gereja, terdapat makam para pendiri Gereja Kristen Pasundan. Ada keterangan tokoh yang dimakamkan di makam itu, namun tulisannya sulit dibaca.
-
Apa tujuan utama dari ucapan selamat pagi Kristen? Ucapan selamat pagi Kristen dapat dikirimkan sebagai pembuka hari manis yang indah. Ini juga bisa dijadikan sebagai ungkapan rasa syukur karena Anda dianugerahi hari baru dari Tuhan.
-
Apa yang diharapkan dari ucapan cepat sembuh Kristen? Anda dapat memberi ucapan cepat sembuh Kristen yang penuh doa ke keluarga maupun sahabat. 38 Ucapan Cepat Sembuh Kristen yang Penuh Pengharapan, Bisa Dibagikan ke Keluarga hingga Sahabat
-
Apa yang dirayakan umat Kristen di Hari Paskah? Hari Paskah adalah hari raya yang paling penting dalam kalender liturgi Kristen, termasuk bagi umat Katolik. Ini adalah hari di mana umat Kristen merayakan kebangkitan Yesus Kristus dari kematian, menandai kemenangan-Nya atas dosa dan kematian.
Jika Anda berkunjung ke Cianjur, sempatkanlah datang ke Gunung Halu. Sebuah kawasan yang terletak di utara dari kota tersebut. Berbeda dengan sebagian besar wilayah di Kabupaten Cianjur yang penduduknya mayoritas beragama Islam, di Gunung Halu Anda akan menemukan satu komunitas warga beragama Kristen. Uniknya sejak ratusan tahun lalu, kaum kristiani di sana hidup berdampingan dengan saudara-saudaranya yang muslim.
Sebagai contoh, setiap merayakan Hari Natal, pihak Gereja Kristen Pasundan Palalangon (GKP) akan membunyikan suara lonceng tiap jam. Namun begitu tiba waktu-waktu salat buat umat Islam, dentang lonceng itu akan berhenti sendiri.
Sebagai gantinya, dari berbagai arah kampung berkumandanglah suara adzan. Situasi di hari Natal itu terkesan memang kontras, tapi bagi warga wilayah Gunung Halu hal tersebut memang sudah biasa.
"Sengaja genta gereja kami hentikan, supaya saudara-saudara Muslim kami bisa fokus menjalankan ibadah salat," ujar Yudi Setiawan (51), koster alias pembantu di GKP Palalangon.
Awal Mula Komunitas Kristiani di Cianjur
Tak banyak orang tahu, di Kabupaten Cianjur terdapat sebuah komunitas Kristiani. Keberadaan mereka bahkan sudah berlangsung ratusan tahun. Setidaknya menurut Yudi, hingga kini sudah mencapai generasi ke-5. Lantas bagaimana ceritanya agama Kristen bisa berkembang di kota yang kerap disebut sebagai gudang pesantren tersebut?
Menurut Dadan (81), salah satu sesepuh Cianjur, kedatangan agama Kristen ke Cianjur terkait dengan tibanya serombongan pedagang Portugis ke kota tersebut di era Dalem Aria Wiratanu II (1691-1707). Sebagai bentuk penghargaan dan toleransi, Dalem Wiratanu II lantas mempersilakan para tamunya untuk tinggal di satu wilayah dekat pinggiran Sungai Citarum.
"Sekarang namanya jadi kawasan Gunung Halu, kampungnya orang-orang Nasrani (Kristen) di Cianjur," ujar Dadan yang mengaku mendapat cerita tersebut dari kakeknya.
Namun berbeda dengan cerita Dadan, versi resmi pihak GKP Palalangon menyebutkan jika keberadaan orang-orang Kristen di wilayah Cianjur bermula dari adanya permintaan pemerintah Hindia Belanda kepada Bupati Cianjur Raden Prawiradireja II (1862-1910) pada 1901. Mereka meminta bupati Cianjur ke-10 itu, menyediakan lahan yang masih kosong untuk komunitas Kristen pribumi yang ada dalam bimbingan NZV (Nederlandsche Zendings Vereeniging), sebuah pekabaran misi Injil dari Belanda.
Sebagai catatan, orang-orang Sunda yang memutuskan untuk memeluk agama Kristen saat itu mengalami situasi yang sangat memprihatinkan. Selain mengalami intimidasi, penganiayaan dan bahkan pembunuhan, mereka pun tak diakui oleh keluarganya masing-masing.
"Saat itu orang-orang Sunda mengidentikan Kristen sebagai agama orang Belanda. Jadi sangat dimengerti jika keberadaan mereka tak diterima oleh keluarga besarnya masing-masing," ujar Raistiwar Pratama, peneliti dari ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia) yang pernah melakukan riset mengenai komunitas Kristen Sunda itu.
Permukiman Hutan Belantara
Setelah berhasil mengumpulkan tujuh pengikut Kristen pribumi, salah seorang anggota NZV bernama B.M. Alkema kemudian menghadap Bupati Cianjur dan meminta sang bupati memberi petunjuk kira-kira lahan mana di Cianjur yang bisa mereka tempati. Bupati Raden Prawiradireja II lantas memberi wewenang kepada salah seorang wedananya yang bernama Sabri.
Sabri kemudian mengajak B.M. Alkema dengan ketujuh pengikutnya bergerak ke arah timur Cianjur. Mereka menyusuri aliran sungai Cisokan dan kemudian aliran sungai Citarum. Saat mendekati kawasan yang disebut sebagai Leuwi Kuya (Lubuk Kura-Kura), tiba-tiba salah seorang dari rombongan itu terperosok masuk ke sebuah jurang. Untunglah ia masih bisa diselamatkan.
Usai menolong kawannya yang terperosok itu, rombongan tidak berbalik lagi ke tempat asal. Mereka justru menaiki bagian lain dari tebing tersebut dan menemukan sebuah hutan belantara yang tanahnya agak datar. Alkema merasa cocok dengan kawasan tersebut. Setelah memeriksa beberapa sudut di kawasan itu, ia kemudian menancapkan tongkat di salah satu sudutnya.
"Di tempat inilah saya tetapkan sebagai tempat permukiman bagi orang-orang Kristen Sunda…" ikrar Alkema.
Tanpa menunggu waktu lama, para pionir itu lantas melakukan proses pembukaan lahan. Begitu selesai pembabatan hutan, dibuatlah beberapa permukiman sederhana di kawasan tersebut. Mereka membuat gubuk-gubuk sementara untuk tempat tinggal dan berlindung dari hujan serta serangan binatang buas.
Kira-kira seminggu kemudian, ketujuh orang Kristen Sunda itu pergi menjemput keluarganya masing-masing untuk tinggal di sana. Guna memenuhi kebutuhan ibadah kebaktian, dibangunlah sebuah 'gereja darurat' yang terbuat dari bahan dasar 'eurih' alias ilalang.
Kebaktian pertama sendiri terjadi pada 17 Agustus 1902 dan secara resmi para anggota jemaat memberi nama kampung tersebut dengan istilah Sunda 'palalangon' yang artinya 'menara'.