Kisah Polisi Lalu Lintas Berani Tolak Permintaan Presiden RI
Komandan Polisi Lalu Lintas Yogyakarta berani menolak permintaan dari presiden RI. Lalu marahkah Presiden dengan penolakan itu?
Komandan Polisi Lalu Lintas Yogyakarta berani menolak permintaan dari presiden RI. Lalu marahkah presiden dengan penolakan itu?
Kisah ini terjadi di awal kemerdekaan Republik Indonesia. Belanda ingin kembali menguasai Indonesia, keamanan Presiden Sukarno di Jakarta terancam. Presiden pun hijrah ke kota perjuangan Yogyakarta.
-
Dimana Soekarno diasingkan? Penganan Pelite rupanya juga menjadi kue favorit Bung Karno saat berada dipengasingan di Kota Muntok sekitar tahun 1949.
-
Siapa yang bersama Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia? Pada tanggal 17 Agustus 1945, Hatta bersama Soekarno resmi memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta.
-
Bagaimana reaksi Soekarno saat bertemu Kartika? Bung Karno yang mengetahui kedatangan istri dan putrinya, seketika mengulurkan tangan dan seolah-olah ingin mencapai tangan Kartika.
-
Bagaimana Soekarno mempelajari bahasa Sunda? Inggit didapuk jadi penerjemah Bahasa Sunda masyarakat, dan membantu Soekarno saat kesulitan mengucap Bahasa Sunda.
-
Apa yang dimaksud dengan kata-kata Soekarno tentang bangsa yang besar? "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya."
-
Di mana Soekarno belajar untuk memimpin? Soekarno, yang tinggal di Surabaya pada era 1920-an, belajar untuk menundukkan hati rakyat dan menjadi inspirasi bagi mereka dalam melawan penjajah serta mencapai kemerdekaan Indonesia.
Pada suatu hari, Bung Karno memerintahkan pengawal sekaligus ajudan pribadinya, Mangil Martowidjojo, untuk menemui kepala polisi lalu lintas Yogyakarta, Soenarjo.
Bung Karno meminta agar polisi mengeluarkan pelat nomor khusus untuk mobil kepresidenan REP 1. Namun ternyata Soenarjo menolak menerbitkan pelat khusus itu. Alasannya, tidak ada aturan dalam undang-undang maupun peraturan lalu lintas.
Mangil pun kembali menghadap Presiden Sukarno sambil menjelaskan penolakan tersebut. Bung Karno ternyata santai saja. Tidak marah.
Presiden Bikin Pelat REP 1
Presiden kemudian memerintahkan sopirnya yang bernama Arif untuk membuat sendiri pelat nomor REP 1. Dipasang di depan dan belakang Buick hitam yang digunakan Sukarno sebagai mobil kepresidenan.
"Nomor ini selalu dipakai Bung Karno dalam perjalanan kami, baik di Yogyakarta maupun kunjungan ke luar kota," kata Mangil.
Uniknya, setiap kunjungan Bung Karno ke pelosok Kota Yogyakarta selalu dikawal oleh anak buah Soenarjo. Seperti ditulis AKBP (Purn) Mangil Martowidjojo dalam buku Kesaksian tentang Bung Karno 1945-1947 yang diterbitkan oleh Grasindo.
Penggunaan pelat mobil kepresidenan masih dilanjutkan sampai sekarang. Ada perubahan sedikit, dahulu ditulis REP 1, sekarang RI 1.
Tentu kondisi saat itu dan sekarang berbeda. Soal protokoler, gaya kepemimpinan maupun kondisi negara yang saat itu masih serba prihatin.
Accu Mobil Presiden Hilang
Ada lagi cerita saat Bung Karno hendak pergi sore-sore dengan Ibu Fatmawati menggunakan mobil. Ternyata mobil tersebut tak juga mau menyala saat distarter.
Sopir Bung Karno segera mengecek mesin mobil. Ternyata accu mobilnya tidak ada! Selidik punya selidik, accu mobil itu sedang dipinjam oleh ajudan Bung Karno yang lain, tanpa izin.
Tentu saja Bung Karno marah. Tapi melihat polisi istimewa yang dimarahi itu tidak berani bergerak karena ketakutan, Bung Karno malah tertawa. Dia kemudian meminta sang ajudan menghadap saat sudah kembali.
Bayangkan jika peristiwa tersebut terjadi saat ini.
Bung Karno Tidak Marah
Cerita lain soal egaliternya Sang Proklamator adalah saat Bung Karno selesai pergi ke dokter gigi. Saat keluar dari rumah dokter, mobil kepresidenan ternyata belum ada. Rupanya sedang dipakai untuk mengantarkan seorang polisi pengawal yang sakit perut pulang ke Istana.
"Bung Karno tidak marah. Dia berkata pada ajudan yang gelisah, baik saya tunggu di sini," kenang Mangil.
Di Istana, Bung Karno bertemu dengan Sudiyo, pengawal yang tadi sakit perut sudah berjaga kembali dengan posisi siap.
Bung Karno menanyakan kabar Sudiyo dengan penuh perhatian. Tak lupa berpesan agar sarapan dulu sebelum bertugas supaya tidak masuk angin.
Mobil Presiden Hasil Curian
Asal-usul mobil Buick hitam REP 1 yang digunakan Presiden Soekarno itu pun menarik. Mobil tersebut merupakan curian dari seorang pejabat Jepang.
Saat itu Republik Indonesia baru diproklamasikan. Tapi belum ada mobil kepresidenan untuk Sukarno. Masa iya, Paduka Yang Mulia Presiden Republik Indonesia harus jalan kaki kemana-mana?
"Para pengikutku yang setia menganggap sudah seharusnya seorang presiden memiliki sebuah sedan mewah. Karena itu mereka mengusahakannya. Sudiro mengetahui ada sebuah Buick besar muat tujuh orang yang merupakan mobil paling bagus di Jakarta. Dengan gorden di jendela belakang."
"Sayang mobil ini milik Kepala Jawatan Kereta Api, seorang Jepang. Tetapi soal begini tidaklah membuat pusing Sudiro. Tanpa kuketahui, dia pergi mencari mobil itu dan menemukannya sedang diparkir di sebuah garasi," ujar Soekarno dalam biografi 'Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia' yang ditulis Cindy Adams.
Sudiro yang mengenal supir itu langsung meminta sang supir menyerahkan kunci mobil Buick mewah tersebut. Sopir itu bertanya akan diapakan mobil tersebut.
"Saya bermaksud memberikannya kepada Presiden kita," balas Sudiro.
Sopir muda itu pun mengangguk setuju. Dia menyerahkan kunci mobil majikannya pada Sudiro. Sopir ini pun kemudian disuruh Sudiro pulang kampung agar tidak dicari majikannya.
Mobil sudah ada. Kunci pun sudah ada. Namun masalah belum selesai, Sudiro ternyata tak bisa menyetir mobil. Zaman itu memang sangat sedikit pribumi yang bisa menyetir mobil.
"Hanya beberapa di antara kami yang bisa. Orang pribumi tidak memiliki kendaraan di zaman Belanda dan hanya para pejabat yang diizinkan di zaman Jepang. Syukurlah, dengan pertolongan kawan Sudiro yang lain, seorang sopir pembesar Jepang, akhirnya mobil itu sampai ke rumahnya yang baru, di halaman belakang rumahku," jelas Sukarno.