Pilu Lansia di Lebak Tinggal Seorang Diri di Gubuk Tak Layak, Tidak Pernah Dapat Bantuan Pemerintah
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dirinya hanya mengandalkan belas kasih dan hasil memulung sebesar Rp10 sampai Rp20 ribu.
Asnawi, seorang kakek berusia 75 asal Desa Bojongleles, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Lebak, Banten, hidup dalam kondisi yang memprihatinkan.
Dirinya tinggal seorang diri di sebuah gubuk tak layak huni berbahan kayu yang sudah lapuk dan rawan roboh. Bahkan, tempat bernaungnya sudah miring sehingga mengkhawatirkan.
-
Siapa yang terdampak kekeringan di Lebak? 'Di Rancabaok ada 40 rumah yang kekeringan, karena sumur-sumur timba itu pada kering,' jelas Sumiati. Terjadi Setiap Musim Kemarau Ditambahkan Sumiati, bahwa tidak ada pilihan lain bagi warga selain mengambil dari sungai-sungai yang masih teraliri air. 'Nggak ada pilihan, mau ngebor juga mahal,' tambahnya.
-
Siapa yang tinggal di gubuk reyot itu? Seperti inilah gubuk yang ditempati Samudi, seorang kakek berusia 66 tahun warga Kampung Cipalid, Desa Banjarsari, Kecamatan Warunggunung, Kabupaten Lebak.
-
Bagaimana warga Lebak mengatasi kekeringan? Saat kondisinya sudah semakin kering, warga akan menggali lagi sampai muncul sumber air baru.
-
Siapa yang tinggal di rumah tak layak huni? Sudah 15 tahun terakhir, ia tinggal di bangunan tak layak itu bersama suami dan seorang anaknya.
-
Di mana desa miskin itu berada? Salah satu desa miskin berada di Desa Cipelem, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.
-
Kenapa warga Lebak kekurangan air bersih? Memasuki musim kemarau, sejumlah wilayah di Banten mulai mengalami kesulitan air bersih. Di Kabupaten Lebak misalnya, warga sekitar terpaksa memanfaatkan air sungai untuk memenuhi kebutuhan mencuci pakaian hingga air minum.
Meski demikian, tak banyak upaya yang bisa dilakukan lantaran terjerat kemiskinan. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pun dirinya hanya mengandalkan belas kasih dan hasil memulung seadanya.
Asnawi jadi salah satu potret nyata kemiskinan di Kabupaten Lebak yang membutuhkan uluran bantuan.
Tiga Tahun Hidup Seorang Diri
Semenjak istrinya meninggal dunia dan berpisah dengan anak-anaknya, Asnawi lebih memilih tinggal di gubuk tidak layak huni. Jangankan memperbaiki rumah, untuk makan esok hari pun belum tentu ada.
Dirinya mengaku sudah 3 tahun tinggal di rumah petak berukuran 3x4 meter di tepi hutan ini. Selama itu, Asnawi hanya bisa pasrah dan berupaya menjalankan kehidupan semampunya.
“Sudah tiga tahun tinggal di sini sendirian,” kata Asnawi, merujuk Youtube SCTV Banten, Rabu (16/10).
Memilih Hidup Berpisah dengan Anak-anak
Asnawi bercerita jika dirinya memiliki anak yang tinggal berjauhan. Tujuh orang anaknya tinggal di wilayah Bojong dan tidak selalu bisa berkunjung untuk mengetahui kondisinya.
Karena sudah tidak ada anggota keluarga, dirinya terpaksa hidup seorang diri untuk memenuhi kebutuhan makan.
“istri sudah meninggal, anak tinggal di Bojong, semuanya ada 7,” terang Asnawi kepada wartawan.
Memilih Berpisah karena Tak Ingin Repotkan Anak
Adapun alasannya tinggal terpisah dengan sang anak lantaran ia tak ingin membebani mereka dengan kondisi rentanya.
Asnawi pun kini hanya bisa memenuhi kebutuhan hidupnya melalui kegiatan memulung botol dan sampah plastik yang masih bisa dijual ke pengepul.
Dalam sehari, ia hanya mendapatkan upah sebesar Rp10 sampai Rp20 ribu per hari. Dengan jumlah pendapatan tersebut, sudah tentu hanya bisa digunakan untuk kebutuhan makan saja.
Tak Pernah Dapat Bantuan
Keadaannya semakin miris lantaran ia belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah sama sekali. Kondisi rumahnya pun sangat memprihatinkan dan rawan roboh.
Perabotan usang serta pakaian-pakaian miliknya berserakan di mana-mana. Kondisi memprihatinkannya ini harus segera dituntaskan melalui bantuan sosial dari pemerintah daerah setempat atau pihak terkait.
Asnawi berharap ada pihak yang peduli dengan kondisinya, termasuk memperhatikan tempat tinggalnya yang tidak layak ditempati sebagai rumah tersebut.
Angka Kemiskinan di Lebak Cukup Tinggi
Dalam laman Badan Pusat Statistik Kabupaten Lebak, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah kemiskinan di Kabupaten Lebak per tanggal 22 Maret 2024 berjumlah 114.540 orang.
Meski terbilang tinggi, BPS mencatat terjadi penurunan warga dengan ekonomi rendah di kabupaten tersebut sebanyak 2.600 jiwa, dari tahun 2022 lalu yang berada di angka 117.220.
Kebanyakan warga dengan kategori miskin mengeluarkan pendapatan di bawah Rp419.066 per kapita setiap bulannya.
Harga Kebutuhan Pokok jadi Penyebab
Diungkap Ketua Tim Kegiatan Statistik Sosial BPS Lebak, Ai Budiman, ada banyak faktor penyebab angka kemiskinan di masyarakat. Ia menekankan melambungnya harga kebutuhan pokok jadi salah satu penyebab adanya perekonomian warga yang berada di bawah rata-rata.
Dapat dipastikan jika harga kebutuhan naik, namun tidak diiringi peningkatan pendapatan maka warga tersebut termasuk kategori dengan ekonomi miskin.
Ia pun meminta agar pemerintah memperhatikan kondisi ini, jika tidak diantisipasi maka angka kemiskinan dimungkinkan naik karena ada keterbatasan daya beli serta pendapatan masyarakat.