Masjid Eyang Wali Saksi Syiar Islam di Tanah Garut
Di Kabupaten Garut, Jawa Barat, tepatnya di Kecamatan Cibiuk, terdapat sebuah masjid yang menjadi salah satu yang tertua. Masjid tersebut dibangun di abad ke-18 dengan nama Masjid Pasantren, atau warga sekitar menyebutnya Masjid Mbah Wali atau Eyang Wali.
Di Kabupaten Garut, Jawa Barat, tepatnya di Kecamatan Cibiuk, terdapat sebuah masjid yang menjadi salah satu yang tertua. Masjid tersebut dibangun di abad ke-18 dengan nama Masjid Pasantren, atau warga sekitar menyebutnya Masjid Mbah Wali atau Eyang Wali.
Saat ini masjid masih berdiri di tengah pemukiman warga dan lingkungan pesantren di Kampung Pasantren Tengah, Desa Cibiuk Kidul. Bagian utama masjid, gaya arsitekturnya khas Jawa, memiliki atap berbentuk limas yang bertingkat dua.
-
Kapan gempa bumi di Garut terjadi? Gempa bumi melanda sisi selatan Jawa Barat pada Sabtu (28/4) pukul 23:29 WIB.
-
Apa yang terjadi di pesta hajatan di Garut? Sebuah hajatan di Kabupaten Garut punya cara sendiri dalam menghibur tamu undangan. Pemilik acara mengundang pasien rehabilitasi kelainan jiwa sebagai penyanyi di acara tersebut.
-
Dimana pusat gempa bumi di Garut? Gempa bumi melanda sisi selatan Jawa Barat pada Sabtu (28/4) pukul 23:29 WIB. Getaran diketahui berpusat di Samudera Hindia Selatan, Kabupaten Garut, dengan besaran magnitudo hingga 6,2.
-
Dimana lokasi retakan tanah yang membentang di Garut? Retakan tampak membentang sejauh 480 meter dengan kedalaman mencapai 12 meter. Sudah dua bulan terakhir masyarakat di Desa Sukamulya, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut hidup dalam ketidaktenangan.
-
Apa saja tempat wisata alam yang ditawarkan di Garut? Garut menawarkan berbagai macam wisata alam, seperti wisata gunung, wisata pantai, wisata air terjun, wisata kebun teh, wisata hutan, dan wisata air panas.
-
Bagaimana sejarah Waduk Sempor? Waduk Sempor diresmikan pada 1 Maret 1978 yang ditandai dengan adanya prasasti bertanda tangan Presiden Soeharto. Semula, waduk ini difungsikan sebagai sumber pengairan bagi sejumlah kompleks persawahan di sekitarnya. Namun lambat laun waduk itu menjadi destinasi wisata baru bagi warga sekitar.
Sejak dibangun, banguna utama masjid tersebut diketahui berdinding kayu dan anyaman bambu. Lantainya masih berupa papan, juga tidak ada jendela di dinding dasarnya.
Di tengahnya, ada empat tiang kayu jati yang menjadi penopang atap. Empat tiang tersebut diketahui tidak pernah diganti sejak pertama dibangun, juga dengan tiang-tiang jati yang menyangga bagian luar dan mimbarnya yang masih asli.
Masjid ini diperlebar dengan cara yang unik. Sebuah bangunan masjid modern yang lebih besar didirikan menempel di belakang masjid kuno ini. Dengan begitu, masjid lama nampak seperti ruang mihrab atau paimbaran dalam istilah Sunda dengan ukuran besar bagi masjid baru.
Bagian atap bangunan utama Masjid Agung, semula menggunakan atap sirap. Bagian atapnya kemudian diganti menggunakan genting di tahun 50-an dengan tujuan agar pemberontak Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) tidak mudah membakar masjid itu.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, masjid tersebut diketahui menjadi tempat perlindungan masyarakat yang setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari kekejaman DI/TII. Wilayah Kecamatan Cibiuk pun pada masa itu diketahui sebagai salah satu basis terkuat pemberontak DI/TII.
Pembangunan masjid, diketahui diprakarsai oleh Syekh Jafar Shidiq dan Syekh Maulana Mansyur. Arsiteknya berasal dari Pandeglang Banten, sehingga tidak heran bentuknya hampir sama dengan masjid-masjid yang ada di sana.
Seluruh komponen bangunan utama masjid itu disatukan tanpa menggunakan paku besi, namun kayu-kayu diukir sedemikian rupa sehingga kemudian saling mengikat. Di bagian lainnya, kayu diikat menggunakan tali serabut.
Hingga saat ini, keturunan Syekh Jafar Shidiq yang tinggal di Cibiuk dan di luar, terus berupaya melestarikan bangunan utama Masjid Pasantren. Meski bangunan masjid dilakukan renovasi, bangunan utama masjid tidak pernah diubah sama sekali.
Salah seorang keturunan Syekh Jafar Shidiq, Rd Imam Haromaen mengatakan bahwa bangunan utama Masjid pasantren mulai bentuk hingga bahan bangunannya tidak boleh diubah, namun harus tetap dilestarikan.
"Masjid Agung Pasantren Tengah dibangun oleh Eyang Wali (Syekh Jafar Shidiq) pada abad 18. Masjid itu digunakan untuk menyebarkan agama Islam dan tempat mengaji. Eyang Wali mengajar santri di Masjid Pasantren. Kondisi permukiman pada abad 18 di Kampung Pasantren Tengah belum padat seperti sekarang," kata Imam.
Di abad ke-19, dijelaskan Imam, masjid dilakukan perluasan karena terjadinya perkembangan penduduk dan kebutuhan tempat ibadah. Namun walau begitu, dalam perluasan itu tidak dilakukan pengubahan bangunan utama masjid.
"Masjid Agung Pasantren Tengah berfungsi sebagai masjid jami. Bangunan utama masjid berfungsi sebagai paimbaran," jelasnya.
Ia menyebut bahwa luas bangunan utama Masjid Pasantren memiliki ukuran 7 x 7 meter. Meski kayu yang hingga saat ini terpasang sudah berusia sangat tua, menurutnya bangunan masih tetap kokoh Tangguh menahan beban bangunan.
Selain untuk beribadah salat, Masjid Pasantren juga digunakan untuk kegiatan keagamaan lainnya. "Peziarah yang mau ke makam Syekh Jafar Shidiq suka ada yang itikaf di masjid karena memang lokasinya tidak terlalu jauh," pungkasnya.
(mdk/cob)