Sejarah Rokok Kretek Indonesia, Awalnya untuk Obat Sesak Napas
Pemerintah Belanda gencar memperkenalkan tanaman tembakau untuk dijadikan sebagai rokok.
Serial Netflix, Gadis Kretek yang tayang tahun lalu merupakan adaptasi dari novel dengan judul yang sama.
Serial tersebut berhasil menarik perhatian masyarakat Indonesia terkait industri rokok kretek pada masa lalu. Apalagi, pada masa kini industri rokok di Indonesia tak pernah surut.
- Sejarah Panjang Penyalahgunaan Obat, dari Kesembuhan hingga Rekreasi dan Bikin Teler
- Tergolong Mengandung Racun, Kecubung Tidak Lagi Digunakan Sebagai Tanaman Obat Tradisional
- Sejarah Padang Mangateh, Peternakan Tertua dan Terbesar di Sumatra Barat Warisan Kolonial
- Jejak Sejarah Kelapa Sawit di Indonesia, Berawal dari Perusahaan Besar Milik Belanda di Pantai Timur Sumatra
Pada masa lalu, orang-orang sudah mulai merokok. Rokok diperkenalkan oleh orang-orang Eropa, khususnya Belanda.Pada masa kolonial ini lah industri rokok berkembang pesat di Indonesia.
Pemerintah Belanda gencar memperkenalkan tanaman tembakau untuk dijadikan sebagai rokok.
Mulanya, rokok merupakan simbol barang mewah dan diperuntukkan bagi pejabat kolonial dan kaum bangsawan. Seiring berjalannya waktu, rokok tidak lagi menjadi simbol barang mewah karena rokok mulai menyebar ke berbagai lapisan masyarakat.
Penemu Awal Rokok Kretek
Rokok kretek sendiri merupakan rokok khas Indonesia.Mengutip dari Rokok kretek: lintasan sejarah dan artinya bagi pembangunan Bangsa dan Negara karya Amen Budiman dan Onghokham, dikatakan bahwa kisah kretek dimulai dari kota Kudus, Jawa Tengah, Indonesia.
Penemu rokok kretek adalah Haji Djamhari, pribumi asal Kudus.Penemuan ini dikatakan tidak disengaja di mana pada tahun 1880, Haji Djamhari menderita penyakit dada.
Saat itu, Haji Djamhari kerap kali mengoleskan minyak cengkeh ke dadanya untuk mengurangi rasa sesak. Kesehatannya lebih membaik sewaktu ia mencoba mengunyah cengkeh.
Haji Djamhari pun akhirnya bereksperimen mencampurkan cengkeh dan tembakau untuk dijadikan rokok. Dengan cara ini, diharapkan ketika rokok tersebut dibakar, asapnya dapat masuk lebih dalam hingga ke paru-paru.
Atas saran dari keluarga dan kenalannya, hasil temuannya kemudian diarahkan untuk diproduksi secara massal sebagai obat. Penemuan yang awalnya dirancang sebagai obat untuk meredakan sesak di dada, kemudian dimanfaatkan sebagai produk yang bisa dinikmati dalam berbagai kesempatan.
Berubah Jadi Bisnis Besar
Tingginya permintaan dari masyarakat sekitar mendorong Haji Djamhari untuk mendirikan usaha guna memproduksi rokok tersebut. Awalnya, penemuan Haji Djamhari ini disebut "rokok cengkeh", namun saat dibakar dan dihisap, terdengar bunyi "kumretek" karena cengkeh dan tembakau kering yang terbakar, sehingga rokok buatannya dikenal dengan nama "rokok kretek”.
Ketika hasil eksperimen H. Djamhari mulai dijadikan komoditas komersial yang menguntungkan, semakin banyak orang dari waktu ke waktu yang ikut mencoba peruntungan dengan memproduksi rokok.
Awalnya, terdapat dua jenis usaha utama yang membuat dan menjual rokok, yaitu melalui warung dan industri rumahan. Melalui warung-warung seperti warung kopi, warung makan, dan kios yang menjual tembakau jangkauan konsumennya relatif kecil, hanya orang-orang disekitar situ saja.
Sedangkan melalui industri rumahan, jangkauannya lebih besar karena sasaran konsumen mereka bukan saja terbatas wilayah Kudus, tapi telah menyebar keluar Kudus. Salah satu orang yang berperan penting dalam mengembangkan rokok kretek lebih jauh adalah Nitisemito, seorang warga Kudus.
Ia melihat peluang besar dari industri rokok kretek ini sehingga ia melakukan produksi massal rokok kretek.Dari situlah industri rokok kretek menyebar ke mana-mana.
Bahkan, pada periode awal abad ke-20, pembuatan rokok menjadi kerajinan rumah tangga. Hingga kini industri rokok kretek masih berkembang meskipun industri rokok telah berkembang sampai pada rokok elektrik.
Untuk terus melestarikan rokok kretek, bahkan pemerintah mendirikan Museum Kretek di Kudus, Jawa Tengah.
Reporter Magang: Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti