Tragedi Talangsari Pecah 7 Februari 1989
Awal mula peristiwa Talangsari dipicu oleh semakin kuatnya doktrin pemerintahan Soeharto tentang asas tunggal Pancasila.
Peristiwa Talangsari 1989 adalah salah satu kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi pada 7 Februari 1989. Kejadian ini berlangsung di sebuah dusun di Desa Rajabasa Lama, Way Jepara, Lampung Timur, dan mengakibatkan tewasnya 130 warga sipil.
Awal mula peristiwa Talangsari dipicu oleh semakin kuatnya doktrin pemerintahan Soeharto tentang asas tunggal Pancasila. Sejak aturan itu diterapkan, semua organisasi masyarakat, termasuk organisasi keagamaan, wajib menjadikan Pancasila sebagai asas utama.
-
Apa itu Tembang Batanghari Sembilan? Tembang Batanghari Sembilan adalah jenis musik tradisional yang menggunakan vokal manusia dan gitar akustik. Musik ini memiliki ciri khas yang unik dari daerahnya sendiri.
-
Apa yang terkenal dari Tenggarong? Selain memiliki nilai-nilai sejarah, Tenggarong juga menyimpan keindahan alam yang memesona.Banyak sekali tempat wisata di Tenggarong yang selalu ramai dikunjungi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Mulai dari wisata alam, wisata budaya, wisata edukasi, dan masih banyak lagi.
-
Apa itu Tari Sulintang? Tari Sulintang sendiri merupakan ekspresi dari Tjetje Soemantri untuk menampilkan keindonesiaan di dalam seni yang ia ciptakan. Ini karena dirinya ingin membawa semangat persatuan sehingga bisa mendapat pengakuan di mata dunia.
-
Bagaimana Telaga Sarangan terbentuk? Menurut legenda, terbentuknya telaga ini bermula dari sepasang suami istri bernama Kyai Pasir dan Nyai Pasir yang tinggal di lereng Gunung Lawu.
-
Di mana letak Telaga Sarangan? Kota Magetan memiliki Telaga Sarangan yang pesonanya siap memanjakan mata Anda. Terletak di Kaki Gunung Lawu Julukan The Nice of Java Kabupaten ini memiliki tempat wisata yang mendunia yaitu Telaga Sarangan yang sudah lama menjadi destinasi wisata utama.
-
Siapa Sri Maharaja Tarusbawa? Menurut Wikipedia, Sri Maharaja Tarusbawa merupakan raja ke-13 dari Kerajaan Tarumanegara.
Jika ada ormas yang tidak mengikuti aturan ini, mereka dianggap membahayakan negara karena dinilai menganut ideologi terlarang. Peristiwa Talangsari 1989 berawal dari kecurigaan masyarakat dan aparat desa terhadap kelompok keagamaan yang dipimpin oleh Warsidi.
Dalam jurnal Peristiwa Talangsari di Way Jepara Lampung Timur Tahun 1989 yang ditulis oleh Faradia Indratni, Iskandar Syah, dan Syaiful M, dijelaskan bahwa kelompok pengajian ini semakin mencurigakan karena bersikap eksklusif, tidak mau bergaul dengan masyarakat sekitar, dan semakin banyak anggota dari luar daerah yang datang tanpa melapor ke aparat desa.
Selain itu, mereka juga aktif berlatih bela diri dan menggunakan senjata tajam, yang membuat masyarakat jadi semakin resah.
Mengutip dari Peristiwa Talangsari: Cihideung Setelah Sembilan Bulan terbitan Tempo, para pendatang baru yang mengikuti pengajian Warsidi adalah kelompok Usroh yang melarikan diri ke Lampung.
Tembakan Dilepaskan
Ketika aparat keamanan mulai curiga dengan gerakan ini, Warsidi menolak memenuhi panggilan ke kantor kecamatan dan koramil. Pada 6 Februari 1989, sekelompok aparat pemerintah yang dipimpin Kastaf Kodim Mayor E.O. Sinaga datang ke Cihideung.
- Kesaksian Eks Panglima ABRI Try Sutrisno Kawal Blusukan Senyap Presiden Soeharto, Sampai Dimaki-maki Jenderal Kopassus Penguasa Jatim
- Sejarah Indonesia: Pembantaian Westerling di Sulawesi Selatan, Korbannya hingga 40.000 Jiwa
- Momen Pertemuan Titiek Soeharto dengan Bambang Trihatmodjo, Begini Perlakuan ke Mayangsari
- Ternyata Ibu Tien Soeharto Cuma Mau Diwawancara Pemuda ini, Sosoknya Kini Jadi Capres 2024
Namun, mereka diserang oleh anggota kelompok Warsidi, dan dalam kejadian itu Kapten Soetiman gugur.Peristiwa Talangsari akhirnya pecah pada 7 Februari 1989, sekitar pukul 4 pagi, saat Korem Garuda Hitam 043 menyerang Pondok Pesantren Warsidi di Cihideung, Talangsari.
Saat itu, jemaah pondok yang datang dari berbagai wilayah sedang bersiap mengadakan pengajian besar di pagi harinya. Dengan formasi tapal kuda, tentara mulai melepaskan tembakan bertubi-tubi dan membakar rumah-rumah panggung yang diduga berisi ratusan jamaah, termasuk bayi, anak-anak, ibu hamil, remaja, dan orang tua.
Menurut KontraS, setidaknya sekitar 246 orang dinyatakan hilang karena keberadaannya tidak pernah diketahui. Ratusan lainnya ditangkap, disiksa, dan diperlakukan semena-mena, termasuk perempuan dan anak-anak.
Setelah peristiwa ini, Umbul Cihideung dibakar dan ditutup untuk umum, dengan tanahnya berada di bawah kendali Korem Garuda Hitam.
130 Tewas
Berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM tahun 2006, diduga ada pelanggaran HAM berat dalam peristiwa ini, termasuk pembunuhan terhadap 130 orang, pengusiran paksa 77 orang, perampasan kebebasan 53 orang, penyiksaan 46 orang, dan penganiayaan atau persekusi terhadap setidaknya 229 orang.
Menurut KontraS, sampai sekarang ini kasus pelanggaran HAM di Talangsari belum terselesaikan. Meskipun sejak tahun 2011 presiden sudah membentuk tim untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat, termasuk peristiwa Talangsari, hingga kini belum ada langkah nyata dari hasil pertemuan-pertemuan itu.
“Kasus Talangsari dan kasus-kasus pelanggaran HAM berat lainnya harus segera diselesaikan, jangan dibuat menggantung dan diam di tempat,” ujar Jayus, salah satu korban Talangsari, dalam Kisah Tragis Yang Dilupakan Talangsari ‘89 yang diterbitkan oleh KontraS.
Reporter Magang: Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti