Kisah Gereja Katolik Santo Servatius Bekasi, Identik Pakai Kopiah dan Celana Komprang
Hingga saat ini, Gereja Santo Servatius tak bisa dilepaskan dari perkembangan liturgi Katolik di kawasan yang dikenal sebagai segitiga emas tiga agama besar di Indonesia tersebut.
Harmonisasi antara agama dan kebudayaan rupanya tertanam jelas bagi warga Katolik di Kampung Sawah, Kota Bekasi Jawa Barat. Baju koko, kopiah dan celana ngatung seakan menjadi identitas yang melekat bagi paroki yang bermukim di pinggir Jakarta tersebut.
Kentalnya nuansa Betawi kian terasa saat para jemaat mengadakan kegiatan rohani, tepatnya di gereja lawas, Santo Servatius. Layaknya tempat ibadah pada umumnya, gereja yang berdiri di tanggal 6 Oktober 1896 tersebut dijadikan sebagai tempat kegiatan paroki Katolik di Kampung Sawah.
-
Apa yang ditemukan di Bekasi? Warga Bekasi digegerkan temuan kerangka manusia di sebuah lahan kosong. Polisi pun melakukan penyelidikan.
-
Apa yang terjadi di Bekasi pada Kamis (30/11) ? Elemen buruh melakukan rasa di daerah Bekasi, Jawa Barat dan sekitarnya.
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Apa yang terjadi pada anggota TNI di Bekasi? Seorang anggota TNI Angkatan Darat (AD) berinisial Praka S (27) tewas dengan luka-luka dan berlumuran darah di tubuhnya. Korban tewas setelah menjalani perawatan di Unit Gawat Darurat RSUD Kota Bekasi.
-
Kapan nama surat kabar Benih Merdeka diubah? Akhirnya pada tahun 1920, ia mengubah nama menjadi "Mardeka".
-
Apa yang viral di Babelan Bekasi? Viral Video Pungli di Babelan Bekasi Palaki Sopir Truk Tiap Lima Meter, Ini Faktanya Beredar video pungli di Babelan Bekasi. Seorang sopir truk yang melintas di kawasan Jalan Raya Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat merekam banyaknya aktivitas pungli baru-baru ini.
Baca juga alkitab online di Merdeka.com.
Hingga saat ini, Gereja Santo Servatius tak bisa dilepaskan dari perkembangan liturgi Katolik di kawasan yang dikenal sebagai segitiga emas tiga agama besar di Indonesia tersebut. Lantas seperti apa cerita unik di balik berdirinya Gereja Santo Servatius di Kampung Sawah?
Berawal dari Perpecahan Penganut Protestan di Kampung Sawah
Gereja Betawi Kampung Sawah/©2020 servatius-kampungsawah.org
Dikutip dari servatius-kampungsawah.org, pada abad ke-19 masyarakat di RT006/04, No 75, Kelurahan Jati Melati, Kecamatan Pondok Melati, telah mengenal beberapa keyakinan. Seperti Islam, dan Protestan yang dibawa oleh zending Belanda bernama Mesteer Anthing (F.L. Anthing).
Terus berkembang di tengah masa kolonial, Mesteer Anthing terus menyebarkan agama Kristen di sebagian wilayah Jawa, termasuk Jawa Barat. Keunikannya, ia menggabungkan berbagai ajaran kepercayaan lokal (ngelmu) dengan menggaet tokoh penginjil budaya seperti Kiai Ibrahim Tunggul Wulung, Kiai Sadrach, hingga Paulus Tosari.
Seiring berjalannya waktu, masyarakat Kampung Sawah mulai tertarik belajar agama Kristen, hingga berjumlah 100 orang. Dan, pelayanan agama dilakukan oleh dua orang tokoh Kristen bernama Matias dan Nathanael.
Keduanya kerap bergantian datang ke Kampung Sawah untuk memimpin ibadat. Seiring berjalannya waktu, terjadi perpecahan dari jemaat Protestan Kampung Sawah. Mereka terpecah menjadi beberapa fraksi yang saling bermusuhan.
“Tahun 1891, Guru Nathanael membangun gereja bambu beratap genteng di Pondok Melati. Setelah beberapa lama, Guru Nathanael mengabaikan tugasnya memberi pelajaran kepada anak-anak. Di kemudian hari, Nathanael dipecat. Setelah ini merupakan masa-masa pertikaian antara jemaat Protestan di Kampung Sawah dan Pondok Melati," dikutip dari situs gereja Santo Servatius.
Benih Katolik di Kampung Sawah
Gereja Betawi Kampung Sawah ©2020 liputan6
Pasca pemecatan tersebut, Nathanael bersama jemaatnya melakukan perjalanan menuju Kathedral Batavia untuk menemui Pastor Bernardus Schweitz, seorang pemuka Agama Katolik di Batavia. Tak berlama-lama, Nathanael bersama rombongannya langsung menyatakan diri untuk menjadi Rum Katolik (beragama Katolik).
Sejak saat itu, Pastor Schweitz membabtis 18 pengikut Kristen dari Kampung Sawah bersama dengan Nathanael. Pembaptisan itu dilaksanakan pada tanggal 06 Oktober 1896, yang dipercaya sebagai hari kelahiran umat Katolik Kampung Sawah, bersamaan dengan gereja sederhana seharga 70 gulden.
Masuknya Tradisi Lokal Sedekah Bumi
Di sisi lain, penganut Katolik di Kampung Sawah ini, juga mengenal sedekah bumi, yang menjadi salah satu tradisi Betawi. Tradisi ini dilaksanakan setiap tanggal 13 Mei. Dalam sejarahnya, Guru Poespa selaku pendamping Pastor Oscar Cremers yang mulai aktif melakukan pelayanan di gereja tersebut, disebut sebagai yang menginisiasi tradisi itu.
Dulu, perayaan selamatan turut diaminkan oleh Pastor Cremers, sehingga pelaksanaan Sedekah Bumi pertama terlaksana dan menjadi tradisi inkulturasi gereja.
“Dilaksanakannya sedekah bumi merupaka wujud persembahan dalam ekaristi di mana umat menyerahkan hasil buminya langsung kepada Tuhan dalam misa kudus di gereja. Kelapa, durian, nangka, rambutan, singkong, padi, dan berbagai hasil bumi lainnya," dikutip dari catatan Parochiae Domus Romo Daroewenda SJ.
Tradisi Betawi
©2015 Merdeka.com/adi
Seiring bergantinya pastur di Gereja Santo Servatius, Kampung Sawah, tradisi adat Betawi terus diturunkan. Dewan Paroki Gereja Santo Servatius Kampung Sawah, Bekasi, Matheus Nalih Ungin mengungkapkan jika sejak berdirinya gereja di tahun 1896 lalu, umat perdana sudah menggunakan tradisi Betawi.
"Seiring berjalannya waktu kemudian tradisi itu sedikit memudar, kemudian seiring adanya pergantian para pastor yang menetap di Kampung Sawah secara gencar Gereja memulai lagi menggalakan tradisi itu, Prinsip-prinsip itulah yang dipakai oleh Gereja Santo Servatius untuk tetap mempertahankan tradisi yang sudah dilakukan oleh para leluhur sejak tahun 1896 sebagai Gereja perdana," kata Nalih.
Ia juga menambahkan, jika penamaan istilah Betawi disematkan oleh masyarakat sekitar karena atribut yang dikenakan paroki dan jemaat. Meski, ciri khas ini hanya bisa dilihat pada perayaan tradisi sedekah bumi saja.