Macam-macam Riba dan Pengertiannya, Wajib Diketahui Setiap Muslim
Riba merujuk pada tradisi transaksi yang dilakukan oleh masyarakat jahiliah. Adapun riba dalam transaksi jual beli bisa terjadi saat ada penjadwalan kembali utang pembelian yang disertai dengan penetapan harga tambahan yang melebihi harga yang disepakati.
Sesuai dengan apa yang diajarkan Rasulullah, bahwa setiap harta yang kita miliki harus bersih, berkah, dan juga halal. Karena setiap amal yang kita lakukan dengan harta yang didapat dengan cara yang tidak berkah dan haram hanya akan sia-sia.
Baca Alquran di sini.
-
Bagaimana cara mengamalkan dzikir "Ya Jabbar"? Mengamalkan dzikir “Ya Jabbar” adalah sebuah praktik spiritual dalam Islam yang bertujuan untuk mengingat dan memohon kepada Allah SWT dengan menggunakan salah satu dari Asmaul Husna, yaitu “Al Jabbar” yang berarti “Yang Maha Perkasa”.
-
Siapa saja yang dapat mengamalkan dzikir "Ya Jabbar"? Cara mengamalkan Ya Jabbar ini perlu diketahui umat muslim.
-
Kapan dzikir "Ya Jabbar" dianjurkan untuk diamalkan? Dzikir “Ya Jabbar” adalah salah satu cara bagi umat Islam untuk mengingat dan memohon kepada Allah SWT dengan harapan bahwa-Nya akan memberikan apa yang mereka butuhkan sesuai dengan sifat-sifat-Nya yang agung.
-
Apa arti dari "Ya Jabbar" dalam konteks Asmaul Husna? "Ya Jabbar" adalah salah satu dari 99 Asmaul Husna, yang merupakan nama-nama baik dan indah Allah SWT dalam Islam. "Ya Jabbar" berarti "Wahai Tuhan yang Maha Perkasa" atau "Maha Gagah".
-
Kenapa Padi Salibu dilirik Pemprov Jabar? Padi dengan teknologi salibu saat ini tengah dilirik Pemprov Jabar sebagai upaya menjaga ketahanan pangan.
-
Siapa yang dilarang menyambung rambut dalam Islam? Nabi Muhammad SAW dengan tegas melarang umatnya untuk menyambung rambut, baik dengan rambut asli maupun rambut palsu. Hal ini berdasarkan beberapa hadis yang menyebutkan bahwa Allah mengutuk wanita yang menyambung rambut dan meminta untuk disambungkan.
Salah satu yang membuat harta kita tidak bisa dimanfaatkan, yaitu riba. Melansir dari NU Online, menurut Tafsir at-Thabari, pengertian riba merujuk pada tradisi transaksi yang dilakukan oleh masyarakat jahiliah. Adapun riba dalam transaksi jual beli bisa terjadi saat ada penjadwalan kembali utang pembelian yang disertai dengan penetapan harga tambahan yang melebihi harga yang disepakati.
Meskipun riba adalah suatu hal yang dilarang oleh Islam, namun pada kenyataannya banyak praktik riba yang dapat dengan mudah kita temukan dalam kegiatan ekonomi saat ini. Bahkan, tidak sedikit umat Muslim yang ikut terlibat dalam praktik riba.
Namun, kondisi ini sebenarnya sudah pernah dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam hadistnya,
“Akan datang pada manusia suatu zaman tidak akan tersisa kecuali pemakan riba. Siapa yang tidak makan riba ketika itu, ia bisa memakan debunya.” (HR. Ibnu Majah dan Abu Daud).
Sebagai umat Muslim, sudah seharusnya kita mengetahui macam-macam riba dan pengertiannya agar tidak terjatuh dalam praktik riba ini. Berikut akan kami jelaskan macam-macam riba dan pengertiannya yang dilansir dari dream.com dan rumaysho.com.
Definisi Riba
Ilustrasi shutterstock.com
Pengertian riba secara etimologi berarti tambahan (al fadhl waz ziyadah). Muhammad Asy Syarbiniy telah memberikan pendapatnya tentang definisi riba. Menurutnya, riba adalah,
“Suatu akad/ transaksi pada barang tertentu yang ketika akad berlangsung tidak diketahui kesamaannya menurut ukuran syari’at, atau adanya penundaan penyerahan kedua barang atau salah satunya” (Mughnil Muhtaj, 6: 309).
Dalil Al-Qur’an dan juga hadist yang mengharamkan riba antara lain adalah,
“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al Baqarah: 275)
Kemudian dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jauhilah tujuh dosa besar yang akan menjerumuskan pelakunya dalam neraka.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa saja dosa-dosa tersebut?” Beliau mengatakan, “(1) Menyekutukan Allah, (2) sihir, (3) membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan alasan yang dibenarkan, (4) memakan harta anak yatim, (5) memakan riba, (6) melarikan diri dari medan peperangan, (7) menuduh wanita yang menjaga kehormatannya (bahwa ia dituduh berzina)” (HR. Bukhari dan Muslim).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melaknat para rentenir (pemakan riba), yang mencari pinjaman dari riba, bahkan setiap orang yang ikut menolong dalam mu’amalah ribawi. Dari Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), orang yang menyerahkan riba (nasabah), pencatat riba (sekretaris) dan dua orang saksinya.” Beliau mengatakan, “Mereka semua itu sama (dalam melakukan yang haram)” (HR. Muslim).
Macam-Macam Riba
Secara umum, macam-macam riba terbagi menjadi dua jenis, yakni riba buyu‘ (jual beli) dan riba ad-duyun (utang piutang).
Riba Buyu‘ (Jual Beli)
Dalam macam-macam riba, ada enam jenis barang yang masuk dalam kategori barang ribawi, yakni emas, perak, gandum halus, gandum kasar, kurma dan garam.
Ada tiga macam-macam riba dalam kondisi jual beli, yaitu:
1. Riba Fadhl
Jenis riba ini terjadi tatkala terjadi kegiatan jual beli atau pertukaran barang-barang ribawi namun dengan kadar atau takaran yang berbeda.
Contoh kasusnya: Menukar emas 24 karat dengan 18 karat, atau menukar pecahan uang sebesar 100 ribu dengan pecahan dua ribu namun jumlahnya hanya 48 lembar, sehingga total uang yang diberikan hanya 96 ribu.
2. Riba Yad
Riba yad terjadi saat proses jual-beli barang ribawi maupun non ribawi disertai penundaan serah terima kedua barang yang ditukarkan atau penundaan terhadap penerimaan salah satunya.
Riba yad terjadi ketika proses transaksi tidak menegaskan berapa nominal harga pembayaran. Jadi, saat proses tersebut, tidak ada kesepakatan sebelum serah terima.
Contoh kasusnya, ada orang yang menjual motor dan menawarkan barang seharga 12 juta jika dibayar tunai, namun jika dicicil menjadi 15 juta. Baik si penjual maupun pembeli sama-sama tidak menyepakati berapa jumlah yang harus dibayarkan hingga akhir transaksi.
3. Riba Nasi'ah
Riba nasi'ah terjadi tatkala ada proses jual-beli dengan tempo tertentu. Transaksi tersebut dilakukan dengan dua jenis barang ribawi yang sama namun dengan penangguhan penyerahan atau pembayaran.
Contoh kasusnya, si B membeli emas dengan jangka waktu dan tempo yang ditentukan, baik dilebihkan atau tidak. Padahal seharusnya jika sudah membeli emas, ia harus membelinya kontan atau menukarnya secara langsung.
Contoh lainnya, misal ada dua orang yang ingin bertukar emas 24 karat. Pihak pertama sudah memberikan emas pada pihak kedua. Namun pihak kedua mengatakan baru akan menyerahkannya sebulan lagi. Kondisi ini masuk dalam kategori riba nasi’ah. Karena harga emas bisa saja berubah sewaktu-waktu.
Riba ad-Duyun (Hutang Piutang)
Dalam kegiatan hutang piutang, ada istilah muqrid dan muqtarid. Muqrid adalah pemberi hutang, sedangkan muqtarid adalah penerima hutang. Proses ini dikatakan sebagai riba jika mendatangkan keuntungan bagi si pemberi hutang.
Ada dua macam-macam riba dalam proses hutang piutang, yaitu:
1. Riba Qardh
Riba qardh terjadi ketika ada penambahan yang dihasilkan atas pengembalian pokok pinjaman yang disyaratkan kepada muqrid (pemberi hutang). Maksudnya, sang muqrid (pemberi hutang) mengambil keuntungan yang disyaratkan kepada muqtarid (penerima hutang).
Contohnya, seorang rentenir memberi pinjaman 100 juta dengan syarat bunga 20 persen selama 6 bulan.
2. Riba Jahilliyah
Riba Jahiliyah terjadi ketika ada penambahan hutang melebihi nilai pokok pinjaman karena muqtarid (penerima hutang) tidak mampu membayar hutangnya tepat waktu.
Contohnya, jika muqtarid meminjam uang 20 juta rupiah dan harus dikembalikan dalam 6 bulan. Jika tak bisa melunasi tepat waktu, pengembalian uang bisa ditunda namun harus memberikan tambahan dari total pinjaman.