Mengenal Kupat Qunutan, Tradisi Makan Ketupat Jelang Akhir Ramadan di Banten
Berkah Ramadan bisa didapatkan dari manapun, salah satunya dalam tradisi Kupat Qunutan yang merupakan tradisi sedekah khas Pandeglang Banten. Dalam tradisi tersebut, warga dipersilahkan untuk membawa sajian ketupat bersama lauk pauk di musala setempat di pertengahan Ramadan untuk disantap bersama warga setelah tarawih.
Biasanya ketupat disajikan saat hari Raya Idul Fitri. Namun, hal yang unik dan berbeda justru terjadi di Musala Al-Ikhlas di Kampung Sehat, Desa Babakanlor, Kecamatan Cikedal, Pandeglang Banten.
Di Kawasan tersebut, ketupat disajikan dua kali selama satu tahun. Pertama, saat akhir Ramadan dan yang kedua saat hari Raya Idul Fitri.
-
Apa itu Tradisi Ujungan? Warga di kampung adat Cibadak, Desa Warung Banten, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak memiliki sebuah tradisi unik bernama Ujungan.
-
Apa makna tradisi Unduh-unduh yang digelar di GKJW Mojowarno Jombang? Tujuan utama tradisi Unduh-unduh adalah sebagai wujud syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang melimpah. Meskipun diinisiasi oleh umat kristiani, namun pelaksanaan Unduh-unduh melibatkan seluruh lapisan masyarakat.
-
Mengapa tradisi Kupatan Jolosutro disebut unik? Kupatan Jolosutro adalah tradisi yang unik, dilihat dari asal-usul dan makna yang terkandung di dalamnya.
-
Apa yang dimaksud dengan "jodoh kembar" dalam tradisi Jawa? Menurut kepercayaan Jawa, anak kedua dan anak ketiga disebut sebagai "jodoh kembar" atau "lurah wracikan". Mereka diyakini dibawa oleh takdir sebagai pasangan yang sempurna satu sama lain.
-
Kapan tradisi mudik Lebaran menjadi momen unik? Salah satunya dilakukan oleh pemudik yang membonceng boneka besar, alih-alih pasangan. Ada-ada saja ya!
-
Apa yang dimaksud dengan tradisi Tueng Dara Baro? Dalam adat perkawinan masyarakat Aceh, seluruh rangkaian upacara pernikahan harus dilakukan tahap demi tahap, salah satunya adalah Upacara Tueng Dara Baro. Upacara ini mirip dengan "Ngunduh Mantu" atau penjemputan dan penerimaan pengantin perempuan di keluarga pihak laki-laki.
Tradisi penyajian ketupat di pertengahan menjelang akhir bulan Ramadan dinamakan Kupat Qunutan. Tradisi yang sudah berlangsung selama turun temurun ini disinyalir menjadi ajang pemersatu warga dalam menggiatkan silaturahmi antar sesama.
Ajang Pemersatu Warga
Ilustrasi Ketupat Opor
©iStock
Dilansir via Ayobandung. Tradisi khas warga Pandeglang, Banten tersebut dilakukan sebagai bentuk simbol persatuan masyarakat setempat dalam mengharap berkah Lailatul Qadar. Biasanya Kupat Qunutan digelar setelah para warga memasak ketupat dengan lauk pauk pendampingnya.
Makanan khas lebaran tersebut lantas dibawa ke musala dan langsung didoakan untuk memohon berkah Ramadan dan lebaran.
Selanjutnya, ketupat yang terkadang terdiri dari dua jenis tersebut (ketupat beras dan ketupat ketan) langsung disantap secara bersama sama setelah pelaksanaan salat tarawih.
Ajang Bersedekah Ulama Banten Terdahulu
Dikutip dari bingar.id, salah satu makna tradisi Kupat Qunutan adalah memanfaatkan momen bulan Ramadan untuk bersedekah dan mencuci rezeki yang dimiliki.
Ketua Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Pandeglang, Abdul Aziz Nurdin mengungkapkan jika tradisi pertengahan Ramadan tersebut adalah bentuk pengingat dari ulama di masa lampau agar semakin meningkatkan ibadah amaliyah di pertengahan menjelang akhir Ramadan, yaitu sedekah.
“Tradisi qunutan yang dilakukan pada pertengahan Ramadan adalah cara para ulama Sallafussholih untuk mengingatkan umatnya agar lebih meningkatkan amaliyah ibadah terutama sedekah,” terangnya via bingar.id.
Mengandung Makna Sosial Sejak Zaman Kesultanan Banten
Kesultanan Banten
historyofcirebon.id ©2020 Merdeka.com
Menurut pria yang dikenal sebagai tokoh agama di Pandeglang tersebut, tradisi Kupat Qunutan telah ada sejak zaman kesultanan Banten sekitar 1651 sampai 1682.
Tradisi tersebut berkembang sebagai upaya pihak kesultanan dalam memantau keadaan sosial masyarakat di wilayah Banten dan sekitarnya menjelang akhir bulan Ramadan.
Menurutnya, ajang tersebut bisa dimaknai sebagai medium silaturahmi sebagai masyarakat sosial dan meningkatkan keakraban antar masyarakat kampung pada masa tersebut.
“Dari situ bisa dipetik suatu kesimpulan bahwa tradisi Kupat Qunutan mengandung makna sosial agar masyarakat semakin peka dengan lingkungan sekitar” ujar Abdul Aziz