Peristiwa 24 Maret 1792: Wafatnya Sri Sultan Hamengkubuwono I
Hari ini, tanggal 24 Maret 1792, terjadi peristiwa penting di Yogyakarta. Pada tanggal tersebut, Sri Sultan Hamengkubuwono I, yang sekaligus menjadi pendiri Keraton Yogyakarta, meninggal dunia setelah memerintah sejak tahun 1755.
Hari ini, tanggal 24 Maret 1792, terjadi peristiwa penting di Yogyakarta. Pada tanggal tersebut, Sri Sultan Hamengkubuwono I, yang sekaligus menjadi pendiri Keraton Yogyakarta, meninggal dunia setelah memerintah sejak tahun 1755.
Dilansir dari laman kratonjogja.id, Sri Sultan Hamengkubuwono I, yang dikenal juga sebagai Pangeran Mangkubumi, lahir pada tanggal 5 Agustus 1717 dengan nama Bendara Raden Mas (BRM) Sujono. Beliau adalah putra Sunan Amangkurat IV melalui garwa selir yang bernama Mas Ayu Tejawati.
-
Siapa yang kuliah di Jogja? Perempuan yang tidak diketahui namanya itu kerap berdoa agar diberi kekuatan untuk selalu mencari nafkah demi keluarga. Terutama anaknya yang sedang menempuh pendidikan tinggi di Yogyakarta.“Anak saya juga kuliah di situ, di Jogja. Sekarang semester akhir, makanya saya ada di sini itu karena ya butuh biaya,” ucap perempuan tersebut.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Jalur Lingkar Barat Purwakarta dibangun? Sebelum dibangun jalan lingkar pada 2013, Kecamatan Sukasari yang berada paling ujung di Kabupaten Purwakarta aksesnya tidak layak.
-
Dampak apa yang ditimbulkan oleh hujan disertai angin kencang di Jogja? Hujan dan angin kencang yang terjadi pada Kamis (4/1) menyebabkan kanopi drop zone di sisi selatan Stasiun Yogyakarta roboh. Akibatnya lima unit mobil tertimpa kanopi itu dan mengalami kerusakan ringan.
-
Bagaimana Jaka Sembung melawan Ki Hitam? Akhirnya Jaka Sembung teringat pesan gurunya, Ki Sapu Angin yang menyebut jika ilmu rawa rontek bisa rontok saat pemiliknya tewas dan tidak menyentuh tanah. Di film itu, Jaka Sembung kemudian menebaskan parang ke tubuh Ki Hitam hingga terpisah, dan menusuknya agar tidak terjatuh ke tanah.
-
Kapan Bregada Keraton Yogyakarta bertempur melawan VOC? Salah satunya adalah pertempuran Keraton Yogyakarta melawan VOC di Jenar pada tahun 1951.
Sedari kecil, BRM Sujono dikenal cakap dalam olah keprajuritan. Beliau mahir berkuda dan bermain senjata. Selain itu, beliau juga dikenal sangat taat beribadah sembari tetap menjunjung tinggi nilai-nilai luhur Budaya Jawa.
Berkat kecakapan yang dimiliki, beliau diangkat menjadi Pangeran Lurah, yaitu pangeran yang dituakan di antara para putera raja, ketika paman beliau yang bernama Mangkubumi meninggal pada tanggal 27 November 1730.
Perjuangan Membela Bumi Mataram
Era tahun 1740 menjadi masa-masa berat bagi bumi Mataram. Banyak pemberontakan yang terjadi, seperti Geger Pacina yang dipimpin oleh Sunan Kuning dibantu Pangeran Sambernyawa, hingga gerakan-gerakan sporadis yang dipimpin oleh Pangeran Sambernyawa sendiri. Akibatnya, Kraton harus dipindahkan dari Kartasura ke Surakarta pada tanggal 17 Februari 1745.
Untuk memadamkan pemberontakan Sambernyawa, Raja Mataram saat itu mengadakan sayembara yang dimenangkan oleh Pangeran Mangkubumi. Pangeran Mangkubumi bermaksud untuk mengendalikan pesisir utara Jawa sebagai langkah strategis mengurangi pengaruh VOC di bumi Mataram. Namun, karena adanya penghianatan dan kecurangan oleh Patih Pringgoloyo yang didukung VOC, strategi ini menemui jalan buntu.
Dari peristiwa tersebut, Pangeran Mangkubumi memutuskan untuk memulai serangan terbuka terhadap VOC. Keputusan tersebut juga mendapat dukungan dari Pangeran Sambernyawa. Bersama-sama, mereka akhirnya berhasil membebaskan beberapa daerah dari cengkeraman VOC.
Berdirinya Kasultanan Yogyakarta
Berkat perjuangan Pangeran Mangkubumi dan Sambernyawa, hampir seluruh wilayah Kerajaan Mataram berada di bawah kekuasaan Pangeran Mangkubumi. Akibatnya, terjadi perubahan kepemimpinan di tubuh VOC kala itu.
Nicholas Hartingh diberi tampuk kepimpinan sebagai Gubernur Jawa Utara yang berkedudukan di Semarang memiliki ide untuk menyelesaikan masalah. Dengan cara mendekati Pangeran Mangkubumi dan menawarkan jalan perdamaian.
Pada tanggal 23 September 1754, pertemuan antara Hartingh dengan Pangeran Mangkubumi membuahkan hasil. Kesepakatan yang diperoleh merupakan rancangan awal dari perjanjian yang kemudian dikenal sebagai Palihan Nagari.
Hasil kesepakatan ini disampaikan kepada Gubernur Jenderal dan Paku Buwono III. Kemudian butir-butir kesepakatan dituangkan dalam naskah Perjanjian Giyanti. Dan akhirnya, pada tanggal 13 Februari 1755, Perjanjian Giyanti ditandatangani oleh pihak-pihak terkait.
Dengan ditandatanganinya perjanjian tersebut, babak awal Kasultanan Yogyakarta pun dimulai. Pada 13 Maret 1755, Pangeran Mangkubumi dinobatkan sebagai raja pertama Ngayogyakarta Hadiningrat dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono I.
Kasultanan Mataram Ngayogyakarta Hadiningrat
Dalam Babad Nitik Ngayogya, kebijaksanaan dan kearifan Sultan Hamengku Buwono I digambarkan dengan jelas. Disebutkan juga kecerdasan beliau terkait ilmu tata kota dan arsitektur. Dalam catatan tersebut beliau mempertimbangkan letak dan keadaan lahan yang berpotensi menyejahterakan dan memberi keamanan untuk penduduk Yogyakarta ketika menentukan posisi Keraton Yogyakarta.
Keraton Yogyakarta yang berdiri kokoh hingga saat ini berada pada posisi yang sangat strategis. Batas-batas alam berupa Kali Code di sebelah timur dan Kali Winongo di sebelah barat. Di sebelah utara dibatasi oleh Gunung Merapi, sementara di selatan berbatasan dengan pantai Laut Selatan.
Arsitektur dari Keraton Yogyakarta juga sepenuhnya dirancang oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I. Bahkan, semua hiasan dan juga tumbuh-tumbuhan yang ditanam di kompleks keraton dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki nilai filosofis dan spiritual yang tinggi.
Sri Sultan Hamengku Buwono I wafat pada tanggal 24 Maret 1792, dan dimakamkan di Astana Kasuwargan, Pajimatan Imogiri.
(mdk/ank)