Mengenal Parada Harahap, Jurnalis Asal Tapanuli yang Dijuluki "King of The Java Pers"
Putra Sumatera Utara ini dulunya sempat berkarier di dunia jurnalistik serta memimpin beberapa media pers semenjak masa kolonial hingga kemerdekaan RI.
Sepak terjang pers di Indonesia begitu panjang dan berperan penting dalam menyampaikan ide, aspirasi, serta suara dalam melawan kolonial kala itu. Perkembangan pers tentu tidak bisa lepas dari orang-orang yang berjasa dibaliknya, salah satunya adalah Parada Harahap.
Ia merupakan seorang tokoh pers nasional yang sudah dijuluki "King of the Java Pers" berkat sepak terjangnya dalam bidang jurnalistik. Lebih dari itu, Parada sendiri juga terlibat langsung dalam upaya kemerdekaan dengan bergabung bersama BPUPKI.
-
Siapa Raja Pers Indonesia? Berkat kontribusinya di dunia pers, nama Dja Endar Moeda selalu dikenang dan menjadi sosok penting dalam profesi jurnalistik Indonesia.
-
Siapa yang pernah menjadi wartawan berprestasi dan komisaris Garuda Indonesia? Yenny Wahid memiliki cukup banyak sepak terjang dalam ranah berbeda-beda. Ia pernah menjadi wartawan berprestasi hingga komisaris Garuda Indonesia.
-
Siapa Bapak Persandian Republik Indonesia? Mayjen TNI (Purn) dr. Roebiono Kertopati lahir pada 11 Maret 1914 di Ciamis, Jawa Barat dan wafaf di usia 70 tahun pada 23 Juni 1984.
-
Siapa pendiri Kompas Gramedia? Namanya tersohor karena menjadi salah satu pendiri dari Kelompok Kompas Gramedia.
-
Apa nama surat kabar pertama di Jogja? Melalui sebuah unggahan pada 9 Mei 2024, akun Instagram @sejarahjogya menampilkan dua surat kabar yang pertama kali terbit di Jogja. Koran satu bernama 'Mataram Courant' dan satunya lagi bernama 'Bintang Mataram'.
-
Siapa pemain legendaris Persiraja? Pemain legendaris sekaligus salah satu striker lokal terbaik milik Persiraja ini menjadi salah satu tokoh di balik berkembangnya klub kebanggaan warga Aceh.
Parada juga sempat merintis jenis surat kabar baru dalam Bahasa Melayu yang netral secara politis dan ditujukan bagi kelas menengah di Hindia Belanda yang jumlahnya membludak. Kemudian, soal jurnalistik tak perlu diragukan lagi, ia sudah melalng melintang di berbagai media cetak saat itu.
Ingin mengenal jauh tentang Parada Harahap? Simak informasi selengkapnya yang dirangkum merdeka.com dari berbagai sumber berikut ini.
Profil Singkat
Parada Harap lahir di Pargarutan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara pada tanggal 15 Desember 1899. Ia sempat menempuh pendidikan di Standaard School yang setara dengan Sekolah Dasar dan selesai pada tahun 1914.
Menginjak usia 19 tahun, Parada mengikuti beberapa kursus salah satunya Bahasa Belanda untuk mengasah kemampuannya. Bahkan, ia juga mengikuti kursus dagang sekaligus mengetik di Medan dan Toehoorder Recht Hoogeschool bagian sosiologi di Jakarta.
DNA jurnalistiknya sudah terlihat sejak kecil, ia sudah gemar membaca dan mayoritas bahan bacaannya adalah koran serta majalah yang dikirimkan oleh kakaknya dari Bukittinggi.
Mendalami Dunia Jurnalistik
Sebelum menjadi jurnalis, Parada sempat menjadi seorang Krani atau juru tulis di salah satu perkebunan milik Belanda di Sumatera Timur. Seiring berjalannya waktu, ia menerbitkan sebuah majalah berjudul De Krani.
Ia semakin mengasah kemampuan jurnalistiknya setelah bergabung dengan beberapa surat kabar seperti Pewarta Deli di Medan dan Benih Merdeka di Sibolga. Dikutip dari esi.kemdikbud.go.id, awal kariernya berjalan tidak mulus karena tulisannya kerap mendapat kritik dari Belanda dan sempat berurusan dengan hukum.
Dalam mengembangkan kariernya sebagai jurnalis, Parada memutuskan pindah ke Jawa sebagai reporter Sin Po kemudian pindah ke Harian Neratja dengan posisi Redaktur selama 1 tahun.
Dirikan Biro Pers
Selama berkarier sebagai jurnalis, Parada ingin mendirikan sebuah biro pers untuk menyuarakan kaum pribumi. Ia sempat berkeliling Jawa untuk menemui pemimpin surat kabar dan majalah untuk mendapat dukungan agar idenya terwujud.
Ide Parada ini disambut baik oleh Wage Rudolf Supratman. Menurut pandangannya ide ini bisa menjadi biro pers perjuangan yang mampu memberi informasi kepada kelompok pergerakan. Dengan sambutan inilah, Parada Harahap nekat mendirikan biro pers meski hanya dengan modal yang sedikit.
Biro Pers yang didirikan Parada Harahap itu bernama Alpena, singkatan dari Algemene Pets Niews Agency. Karena dana yang minim hanya tiga orang saja yang mengelola Alpena.
Hadir Sidang BPUPKI
Selain dalam dunia jurnalistik, Parada pernah ikut dalam sidang BPUPKI pada tanggal 13 Juli 1945. Saat sidang Parada mengusulkan, selain bendera negara, lambang negara juga perlu ditentukan dan usulan ini diterima oleh semua anggota rapat.
Perihal lambang negara yang ia usulkan, Parada Harahap memandang jika lambang merupakan hal penting dengan keadaan masyarakat Indonesia yang heterogen dengan beragam suku, agama, dan juga geografisnya yang berbentuk pulau-pulau.
Pasca kemerdekaan, Parada masih setia dengan dunia jurnalistik. Ia kembali mendirikan Bintang Timoer yang sebelumnya dilarang keras pada pendudukan Jepang. Media ini kemudian diubah namanya menjadi Bintang Timur pada 16 Februari 1953.
Parada wafat pada tanggal 11 Mei 1959 dan meninggalkan banyak sekali jasa-jasanya terutama di bidang jurnalistik. Ia juga menulis beberapa buku yang berkaitan dengan pers dan jurnalistik. Tak heran jika dirinya dikenal sebagai King of Java Pers.