Rela Berlayar 2 Hari 2 Malam, Warga Cirebon Ini Nekat Mudik Hindari Penyekatan
Di tengah penerapan larangan mudik, membuat sejumlah warga pesisir Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon nekat pulang kampung dari Jakarta dengan memanfaatkan jalur laut. Dalam perjalanannya, mereka harus menempuh waktu selama dua hari dua malam.
Di tengah penerapan larangan mudik, membuat sejumlah warga pesisir Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon nekat pulang kampung dari Jakarta dengan memanfaatkan jalur laut. Dalam perjalanannya, mereka harus menempuh waktu selama dua hari dua malam.
Seperti dilaporkan di kanal Youtube Nama Disematkan Selasa (27/4) kemarin, para nelayan rajungan (kepiting) itu melakukan pelayaran bersama sekitar dua puluh rombongan.
-
Kenapa kasus Vina Cirebon ditarik ke Polda Jabar? Kemudian ramai itulah yang kemudian kasus ini ditarik ke Polda Jabar. Jadi sesama tahanan saling pukul sehingga membuat mereka lebam-lebam," ucap dia.
-
Bagaimana teks proklamasi dibacakan di Cirebon? Pembacaan teks proklamasi di Tugu Kejaksan itu dilakukan spontan,” kata pemerhati sejarah dan budaya Cirebon Jajat Sudrajat.
-
Di mana teks proklamasi dibacakan di Cirebon? Teks proklamasi kemerdekaan Indonesia ternyata lebih dulu dibacakan di Kota Cirebon, Jawa Barat. Pembacaannya dilakukan oleh tokoh penting bernama Soedarsono di Simpang Kejaksan, yang kini lebih dikenal dengan Tugu Pensil.
-
Kapan teks proklamasi dibacakan di Cirebon? Pembacaan proklamasi kemerdekaan Indonesia di Cirebon dua hari lebih awal dari yang dilakukan oleh Soekarno, yakni pada 15 Agustus 1945.
-
Siapa yang membacakan teks proklamasi di Cirebon? Pembacaan proklamasi kemerdekaan oleh Soedarsono dihadiri oleh sekitar 100 sampai 150 orang dari berbagai penjuru di kota pesisir Jawa Barat itu.
-
Kapan Sunan Gunung Jati tiba di Cirebon? Setelah menuntut ilmu di Makkah, Syarif Hidayatullah berangkat ke Nusantara. Ia mampir di Gujarat dan Kerajaan Samudra Pasai sebelum akhirnya tiba di Cirebon pada tahun 1470 Masehi.
“Sabtu malam berangkat dari Jakarta, baru sampai Mundu Senin,” ujar Hasan Basri, salah seorang nelayan yang nekat mudik.
Tak Berani Menggunakan Bus
Dalam kesempatan itu, Hasan menerangkan jika biasanya mereka mudik Jakarta – Cirebon dengan menggunakan bus. Namun diberlakukannya aturan larangan mudik membuat mereka memilih jalur laut agar tidak diarahkan putar balik.
“Biasanya pulang pakai bus, cuma karena ada penyekatan kami takut disuruh balik lagi. Jadi terpaksa saya bersama rombongan pulang bawa perahu dari Jakarta,” ungkap Hasan.
Berisiko Tinggi dan Tak Murah
Perjalanan laut memiliki risiko lebih tinggi, ditambah kondisi cuaca di laut yang tak menentu. Faktor itulah yang membuat perjalanan Hasan bersama rombongan harus ditempuh cukup lama, yakni dua hari dua malam.
“Kalau berlayar jarak jauh seperti ini baiknya dilakukan secara berkelompok, karena khawatir cuaca di laut tidak menentu. Itupun tidak berhenti,” katanya.
Terkait biaya, Hasan menambahkan jika menggunakan jalur laut biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar. Ia merincikan jika solar yang dihabiskan untuk jarak tempuh Jakarta – Cirebon adalah 100 liter atau seharga Rp800 ribu. Untuk kebutuhan logistik di perahu juga memakan anggaran.
Tak Semuanya Ikut Mudik
Sementara itu, tidak semua nelayan yang melakukan perjalanan bersama Hasan menyebutnya dengan mudik. Menurut salah seorang nelayan, Ardila, perjalanan panjangnya itu memang sengaja dilakukan mengingat tangkapan hasil laut di perairan Jakarta menurun.
Ketiadaan tangkapan tersebut membuat ia bersama sejumlah nelayan lain memilih pulang ke kampung nelayan di pesisir Mundu.
“Ngga mudik, Cuma kita biasanya nyari ikan di sana dan kebetulan sedang kosong, sehingga kami memilih pulang,” papar Ardila, dikutip dari kanal Youtube Cirebon Bribin.
Memanfaatkan Patok di Tengah Laut
©2021 Kanal youtube Hobi Hewan/editorial Merdeka.com
Selama melakukan perjalanan kurang lebih dua hari tersebut, Hasan, Ardila dan rombongan lain tidak memiliki jalur khusus. Menurut Ardila, ia hanya memanfaatkan tiang-tiang patok dari Pertamina yang terpasang di sepanjang rute laut yang dilalui.
“Ya kita memang tidak melalui jalur khusus apapun, jalur laut kan luas. Paling kita lihat patok-patok saja yang ada di laut,” pungkasnya.