Sejarah 27 Desember: Pengakuan Kemerdekaan Indonesia oleh Belanda
Pada 17 Agustus 1945, kata merdeka akhirnya berhasil didapatkan melalui proklamasi yang dibacakan oleh Soekarno. Sayangnya, sejarah perjuangan kemerdekaan kita tidak berhenti sampai di situ. Karena pihak Belanda masih enggan untuk mengakui kemerdekaan bangsa Indonesia kala itu.
Indonesia memiliki sejarah panjang dalam mencapai kemerdekaannya. Pada 17 Agustus 1945, kata merdeka akhirnya berhasil didapatkan melalui proklamasi yang dibacakan oleh Soekarno. Ya, hingga saat ini kita sebagai rakyat Indonesia merayakan hari kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus.
Sayangnya, sejarah perjuangan kemerdekaan kita tidak berhenti sampai di situ. Karena Belanda, yang dikatakan telah menguasai wilayah Indonesia sejak abad ke-16, tidak mau mengakui kemerdekaan yang didapat bangsa Indonesia kala itu.
-
Kenapa Padi Salibu dilirik Pemprov Jabar? Padi dengan teknologi salibu saat ini tengah dilirik Pemprov Jabar sebagai upaya menjaga ketahanan pangan.
-
Pajak apa yang diterapkan di Jakarta pada masa pasca kemerdekaan? Di dekade 1950-an misalnya. Setiap warga di Jakarta akan dibebankan penarikan biaya rutin bagi pemilik sepeda sampai hewan peliharaan.
-
Apa isi ramalan Jayabaya tentang masa depan Nusantara? Jayabaya meramal Nusantara akan mengalami masa penuh bencana. Gunung-gunung meletus, bumi berguncang, laut dan sungai meluap. Ini akan menjadi masa penuh penderitaan.
-
Siapa yang meneliti sejarah Sidoarjo? Mengutip artikel berjudul Di Balik Nama Sidoarjo karya Nur Indah Safira (Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo, 2000), Kabupaten Sidoarjo terkenal dengan sebutan Kota Delta yang merujuk pada sejarah daerah ini yang dulunya dikelilingi lautan.
-
Bagaimana surat kabar Waspada berperan dalam membantu kemerdekaan Indonesia? Keberadaan surat kabar ini menjadi bentuk sebuah dukungan dan perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
-
Di mana warugan lemah tercatat dalam sejarah? Dalam catatan sejarah, naskah itu sudah ada sejak 1846 dan dikenalkan oleh Bupati Bandung, Wiranatakusumah IV kepada Masyarakat Batavia. Namun diduga pembuatannya sebelum runtuhnya Kerajaan Padjajaran, sekitar tahun 1400-an masehi.
Pihak Belanda seperti tidak rela jika wilayah koloninya lepas begitu saja. Alih-alih memberi selamat, Belanda justru mengirimkan 120 ribu pasukan menuju Tanah Air untuk melancarkan agresi militernya. Perang pun akhirnya kembali pecah.
Perang revolusi ini pun dimulai sejak setelah Soekarno membacakan teks Proklamasi, hingga Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949. Tercatat lebih dari 300 ribu orang Indonesia dan 6.000 orang di pihak Belanda gugur dalam perang ini.
Aksi Polisionil Belanda
Agresi militer yang dilakukan oleh Belanda terjadi sebanyak dua kali, yang sampai saat ini kita kenal sebagai peristiwa Agresi Militer I dan Agresi Militer II. Tujuannya sudah jelas, ingin kembali menjadikan Indonesia sebagai sapi perah bangsa Belanda.
Mengutip dari situs Radio Netherlands Worldwide (RNW), pihak Belanda menolak untuk menyebut konflik ini dengan istilah "perang kolonial". Mereka tidak ingin mengakui bahwa konflik yang sedang terjadi melibatkan dua negara.
Sebagai gantinya, Belanda menyebut pengiriman pasukan menuju Indonesia ini sebagai "Aksi Polisionil". Ya, dari pada menggambarkan situasi ini sebagai konflik dua negara, Belanda justru menganggapnya sebagai masalah internal Belanda.
Pertempuran kala itu tidak hanya melibatkan bedil dan bambu runcing, tapi juga perang urat saraf di atas meja perundingan. Berbagai upaya dilakukan untuk mendapatkan kedaulatan dari Belanda.
Mulai dari Perjanjian Linggarjati, Renville, hingga Roem-van Roijen, perundingan pun akhirnya berujung pada penyerahan kedaulatan dari Negeri Belanda ke Republik Indonesia, tepat pada 27 Desember 1949.
Kabar tersebut disambut kegembiraan. Koran Australia, Canberra Times, ikut menggambarkan bagaimana suasana Indonesia dalam artikel "Indonesia Opens New Chapter as Sovereign State", yang dimuat pada 28 Desember 1949. Salah satu cuplikan dalam artikel tersebut berbunyi, "Drum berhias pita merah putih ditabuh di Jawa, Sumatra, Bali, Kalimantan, hingga Timor."
Belanda pun akhirnya menutup lembaran terakhir dari kisah penjajahannya di tanah Nusantara yang telah berlangsung selama lebih dari 300 tahun.
Penyerahan Kedaulatan oleh Belanda
liputan6.com
Penyerahan kedaulatan dari pihak Belanda ke Indonesia digelar tiga kali. Pertama, di gelar di Amsterdam, tepatnya di Istana Op de Dam. Wakil Presiden sekaligus perdana menteri, Mohamad Hatta memimpin sebagai delegasi Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB).
"Kedua negara (Belanda dan Indonesia) tak lagi saling berlawanan, kini kita berdiri berdampingan," kata Ratu Belanda Juliana kala itu, sesaat setelah naskah penyerahan kedaulatan ditandatangani.
Bung Hatta, yang berbicara dengan Bahasa Indonesia dalam sebuah pertemuan KMB, menekankan pentingnya penyelesaian damai dari konflik dua negara. "Empat tahun lamanya rakyat kita timbal balik hidup dalam persengketaan, karena merasa dendam di dalam hati ... Bangsa Indonesia dan Bangsa Belanda, kedua-duanya akan mendapat bahagianya. Anak cucu kita, angkatan kemudian akan berterima kasih pada kita," kata dia.
Upacara Sakral
liputan6.com
Penyerahan kedaulatan juga dilakukan di Istana Negara, Jakarta. Penyerahan ini dilakukan antara wakil tinggi mahkota Belanda di Indonesia, Tony Lovink, dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, yang bertindak sebagai perwakilan perdana menteri.
Setelah selesai penandatanganan, Sri Sultan dan Tony Lovink keluar, dan berdiri di depan Istana. Di sana tampak bendera merah putih biru milik Belanda diturunkan.
Lalu, bendera merah putih pun dikibarkan dalam suasana dramatis. Setelah berhasil mengibarkan sang saka merah putih, sorak sorai ribuan orang pecah. Menandakan pentingnya peristiwa ini bagi mereka.
Upacara lain juga dilaksanakan pada hari itu, namun tidak disiarkan melalui radio. Upacara tersebut dilaksanakan di Gedung Negara Yogyakarta, ketika berada di tengah rapat Komite Nasional Indonesia Pusat (KNPI).
Kemerdekaan 17 Agustus
fimela.com
Penyerahan kedaulatan tersebut bukan berarti Belanda mengakui bahwa kemerdekaan Indonesia jatuh pada 17 Agustus 1945. Pihak Belanda justru mengakui kemerdekaan Indonesia adalah pada tanggal 27 Desember 1949, di mana hari ketika soevereiniteitsoverdracht (penyerahan kedaulatan) ditandatangani.
Cukup lama bagi Belanda untuk bisa mengakui 17 Agustus 1945 sebagai hari kemerdekaan Indonesia. Belanda baru mengakui 17 Agustus 1945 sebagai hari kemerdekaan Indonesia setelah 60 tahun kemudian, tepatnya pada 16 Agustus 2005.
Pengakuan kemerdekaan ini disampaikan oleh menteri dari Kerajaan Belanda bernama Bernard Rudolf Bot. Bot datang ke Jakarta pada 16 Agustus 2005 untuk menghadiri peringatan 60 tahun kemerdekaan Indonesia di Istana Negara. Ini juga pertama kalinya dalam sejarah, utusan resmi dari Kerajaan Belanda hadir dalam perayaan proklamasi dan hari kemerdekaan Indonesia.
Ditemani Menlu Indonesia saat itu, Hassan Wirajuda, Bot menyampaikan pidato resminya di Gedung Departemen Luar Negeri (Kementerian Luar Negeri), sehari sebelum peringatan 60 tahun proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Keesokan harinya, 17 Agustus 2005, Bot juga kembali menyampaikan pidatonya pada peringatan Hari Ulang Tahun ke-60 Kemerdekaan Indonesia di Istana Negara, Jakarta.