Tak Banyak yang Tahu, Ini Keunikan Bahasa Betawi Dialek Jawa
Dialek Betawi Jawa ini memang belum banyak yang mengatahui, dan menjadi budaya unik serta khas.
Selama ini, bahasa Betawi dikenal memiliki akhiran “e” di belakang kata yang terucap. Beberapa contoh tersebut di antaranya, “gue” (aku), “ade” (ada), “saye” (saya) dan seterusnya. Namun siapa sangka bahwa terdapat variasi unik lainnya dari budaya berbahasa orang sekitar Jakarta tersebut, yakni dialek Jawa.
Iya, Anda tidak salah dengar. Memang sudah turun temurun terdapat variasi unik dalam tradisi komunikasi lisan warga sekitar ibu kota itu. Meski demikian, dialek Jawa yang dimaksud bukanlah dominan, alias hanya beberapa kata yang disebutkan.
-
Apa itu tradisi ketupat lepas di Betawi? Ini bukan budaya makan bareng ketupat nasi, atau membagikannya ke warga. Melainkan sebagai pengiring nazar dari para orang tua terhadap anak-anak mereka.
-
Apa yang dimaksud dengan tradisi Tamat Qur'an di Betawi? Tradisi yang juga dikenal dengan nama Tamat Qur'an ini populer di kalangan warga pinggiran Jakarta, terutama yang masih kental dengan budaya Betawi. Biasanya, acara ini dirayakan oleh anak-anak yang mampu menyelesaikan sebanyak 30 juz. Yang menarik, anak-anak akan diarak keliling kampung sebagai ungkapan rasa bahagia sekaligus menjadi motivasi bagi anak-anak lainnya agar bisa turut menyelesaikannya.
-
Kenapa budaya palang pintu muncul di Betawi? Budaya palang pintu muncul ketika daerah-daerah Betawi masih rawan. Dulu jauh sebelum seperti saat ini, orang melamar untuk nikah harus berangkat pada malam hari.
-
Kenapa memberi ucapan Lebaran Bahasa Jawa punya makna mendalam dalam budaya Jawa? Memberi kata-kata Lebaran bahasa Jawa memiliki makna yang mendalam dalam budaya dan tradisi Jawa. Bahasa Jawa memiliki kekayaan kata dan ungkapan yang memperkuat nilai-nilai kekeluargaan, kesopanan, dan kebersamaan. Dalam budaya Jawa, memberi ucapan selamat Lebaran tidak sekadar menjadi tanda hormat atau sopan santun, tetapi juga merupakan wujud penghargaan terhadap hubungan sosial yang terjalin.
-
Apa yang dimaksud dengan tradisi "nyedengin baju" di Betawi? Nyedengin Baju berarti Mengukur Pakaian Mengutip situs Seni Budaya Betawi, pengamat budaya Betawi, Yahya Andi Saputra, mengatakan bahwa tradisi Nyedengin baju jadi ciri khas keluarga Betawi di masa silam. Dalam bahasa Betawi, disedengin berarti diukur tubuh kita. Ini bertujuan agar baju lebaran nantinya cukup dan pas ketika dikenakan.
-
Bagaimana proses pelaksanaan tradisi Tamat Qur'an di Betawi? Prosesi Tamat Qur'an akan dilaksanakan ketika seorang anak telah rampung membaca sebanyak 30 juz. Kemudian anak-anak tersebut akan dikumpulkan di depan Kong Aji sebagai pengajar dan orang tua. Setelahnya, anak-anak kembali diminta untuk membaca beberapa surat atau ayat Al-Qur'an. Kemudian mereka juga diminta membaca selawat serta akan diberi nasihat oleh Kong Aji. Pembacaan ini merupakan ujian akhir, sebelum disahkan bahwa mereka benar-benar sudah menyelesaikan bacaan Al-Qur'an dengan baik dan benar.
Biasanya, dialek ini terucap saat para penuturnya tengah mengekspresikan suatu kegiatan atau perasaan sehari-hari. Dialek Betawi Jawa ini memang belum banyak yang mengatahui, dan menjadi budaya unik serta khas.
Penasaran dengan kehadiran bahasa Betawi dialek Jawa? Mari simak sederet keunikannya berikut ini.
Dikenal dengan Nama Betawi Ora
Dalam buku Betawi Tempo Doeloe: Menelusuri Sejarah Kebudayaan Betawi, penulis, Abdul Chaer, menjelaskan bahwa bahasa Betawi dengan dialek Jawa itu biasa dikenal dengan Betawi Ora.
Kata “Ora” telah lama dikenal oleh masyarakat Jawa untuk menyampaikan kata tidak. Dan memang itulah arti dari ungkapan tidak setuju, tidak ingin atau tidak berjalan.
“Oleh karena digunakannya kata ‘Ora’ dalam arti tidak, maka bahasa Betawi tersebut dikenal Betawi Ora,” tulis Chaer di bukunya, dikutip Merdeka.com, Selasa (27/8).
Populer di Bekasi, Depok sampai Tangerang Selatan
Dalam bukunya, Chaer juga menyebut jika bahasa Betawi Ora tidak dituturkan oleh warga di pusat wilayah Jakarta. Biasanya, kultur ini melekat di kawasan kota-kota satelit seperti Bekasi, Depok hingga Tangerang Selatan (Pamulang).
Betawi Ora bukan hanya sebagai selingan, melainkan bahasa yang aktif dituturkan dalam kehidupan sehari-hari.
“Bahasa Betawi ini dituturkan oleh masyarakat pinggiran yang jauh dari kota,” tulis Chaer.
Campuran Kosa Kata Jawa dan Sunda
Keunikan bahasa Betawi Ora bisa dilihat dari beberapa kosa katanya yang memiliki arti serupa dalam bahasa Jawa seperti “Ora” artinya tidak, “Madang” artinya makan, “Nemen” artinya sangat, “Bagen” artinya biarkan saja dan “Ilok” artinya pantas.
Merujuk Wikipedia, keunikan bahasa Betawi Ora, rupanya tidak hanya itu. Beberapa kata juga terindikasi memakai istilah Sunda seperti “Bae” (biarin), “Embung” (tidak mau), “Antepin” (diamkan) dan “Pisan” (sangat).
Keunikan ini menjadi bukti bahwa budaya dan tradisi sosial masyarakat Betawi sudah majemuk dan kaya sejak masa lampau.
Perlu Dikenalkan Secara Luas
Sayangnya kearifan lokal ini tidak banyak diketahui orang, padahal bahasa Betawi menjadi salah satu warisan tradisi lawas dengan nilai interaksi sosial yang tinggi.
Namun belakangan, bahasa Betawi Ora mulai dikenalkan secara kreatif oleh beberapa konten kreator di media sosial. Salah satu yang sempat viral adalah akun Instagram @meydizufany.
Di sana, ia mengenalkan Betawi Ora melalui interaksi penjual dan pembeli di sebuah warteg. Kemudian, terjadilah percakapan karena pembeli tak memiliki uang dan ingin berutang. Dalam dialog yang dimainkan, bahasa yang digunakan adalah Betawi Ora.
“Madang, gua (mau makan, saya). Buruan sendokin,” kata pembeli
“Ora jelas elu (nggak jelas kamu), ora pengen (nggak pengen) gua buatin makanan elu kalo utang,” kata kreator video yang berperan sebagai penjual.