Takut 'Pintar', Ternyata Ini Alasan Warga Baduy Tak Mau Sekolah
Bukan tanpa alasan leluhur di sana melarang warganya untuk bersekolah, layaknya masyarakat umum. Menurut Mursid, salah satu pemuda Baduy Luar, ketidaktertarikan masyarakat adat untuk bersekolah dikarenakan akan membawa dampak yang kurang baik ke depannya yakni 'Keblinger'.
Sebagai kalangan masyarakat adat, warga Baduy di Kanekes, Pedalaman Lebak, Provinsi Banten tetap teguh menjalankan perintah kokolot (leluhur), termasuk untuk tidak mengenyam pendidikan formal di sekolah.
Bukan tanpa alasan leluhur di sana melarang warganya untuk bersekolah, layaknya masyarakat umum. Menurut Mursid, salah satu pemuda Baduy Luar, ketidaktertarikan masyarakat adat untuk bersekolah dikarenakan akan membawa dampak yang kurang baik ke depannya.
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Apa isi dari surat kabar *Bataviasche Nouvelles*? Mengutip dari berbagai sumber, isi konten tulisan yang ada di surat kabar Bataviasceh Nouvelles ini mayoritas adalah iklan. Ada pula beberapa terbitannya juga memuat aneka berita kapal dagang milik VOC.
-
Apa kabar terbaru dari Nunung? Nunung bilang badannya sekarang udah sehat, ga ada keluhan lagi dari sakit yang dia alamin. Kemo sudah selesai "Nggak ada (keluhan), karena kemo-nya sudah selesai sudah baik, aman, Alhamdulillah," tuturnya.
-
Bagaimana kabar terbaru dari seleb dadakan yang meredup? Meskipun popularitas mereka meredup, beberapa dari mereka tetap aktif di media sosial dan masih memiliki pengikut yang setia. Namun, sebagian lainnya * * * * * Kelima seleb dadakan ini viral karena keunikan mereka, baik dari gaya bicara, penampilan, atau konten yang mereka buat. Namun, popularitas mereka yang meredup bisa disebabkan karena kurangnya konten yang menarik, kejenuhan publik, atau munculnya tren baru.
-
Apa isi dari surat kabar Soenting Melajoe? Terbit pertama kali pada 10 Juli 1912, isi dari surat kabar Soenting Melajoe ini seperti tajuk rencana, sajak-sajak, tulisan atau karya mengenai perempuan, hingga tulisan riwayat tokoh-tokoh kenamaan.
-
Kapan nama surat kabar Benih Merdeka diubah? Akhirnya pada tahun 1920, ia mengubah nama menjadi "Mardeka".
"Sebenarnya sekolah dari sini (kampung Kanekes) dekat, tapi warga di sini tidak ada yang bersekolah, karena sudah kebiasaan turun temurun dari kokolot zaman dulu" terang Mursid, melansir youtube Froyonion, Jumat (17/9)
Takut Keblinger
Mursid Baduy ©2021 Tangkapan layar youtube Froyonion/ Merdeka.com
Dalam kesempatan wawancara tersebut, pemuda yang juga aktif bermedia sosial untuk mengenalkan potensi kearifan lokal Baduy itu mengungkapkan jika masyarakat Baduy bersekolah ke depan dikhawatirkan akan 'keblinger'.
Keblinger yang dimaksud adalah, masyarakat atau anak-anak setempat yang bersekolah akan berpotensi menggurui dan lebih parahnya akan semena-mena terhadap warga adat lain.
"Tidak ada yang bersekolah karena takutnya akan terlalu pintar. Nantinya kami khawatir akan menipu orang, atau dipintarin sama yang lebih pintar juga (menggurui), tapi ini hanya berlaku di Baduy dalam dan luar saja" terang pemuda yang ramah senyum itu.
Sudah Bisa Baca Tulis
Mursid mengungkapkan, tanpa harus sekolah layaknya masyarakat luar, warga Baduy disebut sudah sedikit demi sedikit mengenal baca tulis. Bahkan dirinya saat ini sudah aktif menggunakan media sosial dengan belajar sedikit demi sedikit, sembari digunakan sehari-hari untuk komunikasi dengan warga luar.
Menurutnya, pendidikan bagi warga setempat amat penting. Namun caranya yang disebut berbeda dengan masyarakat luar kampung adat. Di Baduy, anak-anak sejak kecil justru sudah diajarkan membaca dan menulis oleh orang tuanya.
"Kalau di Baduy memang harus mengikuti adat leluhur (tidak sekolah), kecuali kalau kita mau keluar Baduy. Untuk baca tulis di sini juga belajar, tapi sederhana, belajar sama ayahnya atau belajar sama warga-warga yang udah bisa" ujar Mursid.
Menghitung dan Berladang Jadi Pendidikan Utama
Sapri dan anaknya Komong, warga Baduy Dalam ©2021 Tangkapan layar youtube Watchdoc Image/ Merdeka.com
Senada dengan Mursid, Sapri warga Baduy Dalam juga mengungkapkan jika di adat desanya sejak turun temurun memang dilarang untuk bersekolah formal.
Pendidikan yang berlaku juga mirip dengan Baduy Luar yakni belajar bertani, termasuk berhitung. Menurut Sapri, kemampuan tersebut akan melatih nalar anak-anak di Baduy Dalam agar bisa hidup mandiri di masa depan.
Ia pun menjelaskan jika masyarakat Baduy memang tidak ingin pintar, karena akan menipu dan menggurui orang lain yang tentunya dilarang oleh tradisi setempat.
"Walaupun sekolah formal tidak boleh, namun hukumnya wajib untuk sekolah bertani untuk memahami makhluk hidup dan tumbuhan di Baduy, tidak pintar tidak masalah, asalkan dia bisa cari makan dan tidak kelaparan. Memang sejak dari zaman nenek moyang kami pantang untuk bersekolah formal karena dikhawatirkan keblinger" terang Sapri, yang lebih memilih mengajarkan anaknya bernama Komong untuk bertahan di alam. Melansir youtube Watchdoc Image.
Ajarkan Hidup Sederhana
Sebagai masyarakat yang hidup dari alam, masyarakat adat Baduy memiliki kewajiban melestarikan keberadaannya. Warga di sana pantang untuk mengubah tatanan, termasuk hidup berlebih-lebihan.
Menurutnya, warga Baduy Dalam dan Luar dilarang menjual tanah adat ke luar, termasuk menggunakan pupuk selain dari tumbuhan demi kelestariannya. Sapri menambahkan, adat di Baduy memang melarang masyarakat untuk mengubah tatanan di sana termasuk saat bertani.
"Pupuk selain daun-daunan di sini dilarang adat, kalau ada hama biasanya diobati pakai daun mengkudu yang dimantrakan, ini juga berlaku untuk panen di mana hanya boleh setahun sekali. Dikhawatirkan waktunya akan habis untuk berladang saja. Biar satu kali asal cukup sandang, pangan agar barokah" terang dia.