Ketua RT Ungkap Detik-Detik Penangkapan Pemuda di Kalideres Jualan Sertifikat Habib Palsu
Ardian menjelaskan JMW menjalankan bisnis ilegal itu atas desakan kebutuhan ekonomi.
Ardian menjelaskan JMW menjalankan bisnis ilegal itu atas desakan kebutuhan ekonomi.
- Ketua RT Ungkap Detik-Detik Penangkapan Penjual Sertifikat Habib Palsu, Berawal dari Polisi Menyamar
- Sosok Pemuda di Kalideres Tersangka Penjual Sertifikat Habib Palsu Dikenal Tertutup
- Ayah Pembuat Sertifikat Habib Palsu juga Dikenal Sebagai Habib Tapi Jarang Ceramah
- Duduk Perkara Pemuda di Kalideres Terbitkan Sertifikat Habib Palsu Sejak 2023 & Cuan Rp3 Juta per Orang
Ketua RT Ungkap Detik-Detik Penangkapan Pemuda di Kalideres Jualan Sertifikat Habib Palsu
Janes Meliank Wibowo (JMW) kini harus berurusan dengan aparat kepolisian.
Setelah bisnis ilegalnya yang menerbitkan lisensi gelar 'Habib' palsu kepada para keturunan nabi terbongkar.
JMW diringkus pada Rabu (28/2) pekan lalu, di rumahnya yang berada kawasan Kampung Bulak Simpul, Kalideres, Jakarta Barat. Penangkapan JMW sempat membuat geger warga sekitar.
Kepada merdeka.com, Ketua RT setempat Mustofa, sempat menjelaskan latar belakang pemuda dari JMW yang memang merupakan keluarga Habib, berasal dari ayahnya yang dikenal sebagai Habib Sobri.
"Memang Jannes namanya, itu ayahnya Habib, Habib Sobri namanya. Dan saya juga kaget tiba-tiba pas itu didatangi polisi minta ditunjukin rumahnya. Ya saya antar," kata Mustofa saat ditemui, Senin (4/3).
Mustofa pun tidak menyangka, JMW yang terlihat pendiam dan nampak seperti pemuda pada umumnya. Ternyata tersangkut kasus pidana penipuan sampai harus ditangkap jajaran Polda Metro Jaya.
"Enggak nyangka, kalau di luar itu (JMW) ya pada umumnya saja kaya pemuda biasa. Kalau mas lihat juga enggak ada seperti menampilkan Habib. Kaya pemuda lugu saja," tuturnya
Padahal, Mustofa mengakui sudah beberapa kali mengobrol dengan JMW yang dia ketahui berstatus mahasiswa di salah satu universitas di Jakarta.
"Ngobrol biasa saja, enggak pernah dia ngaku Habib. Tapi memang dia anaknya sering main laptop. Dia masih mahasiswa juga kan dia," tuturnya.
Sebelumnya, Kasubdit Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Ardian Satrio Utama mengatakan sejauh ini penyidik masih mendalami siapa saja pelaku yang terlibat dalam jaringan bisnis ilegal JMW.
"Sementara sendiri namun masih kami dalami lagi apakah ada atau tidaknya keterlibatan orang lain," kata Ardian saat dihubungi, Senin (4/3).
Sementara terkait motif, Ardian menjelaskan JMW menjalankan bisnis ilegal itu atas desakan kebutuhan ekonomi. Bermodalkan pengalamannya dalam bidang informatika, lalu membuat website gadungan secara otodidak.
Perlu diketahui website yang dibuat oleh JMW adalah https://maktabdaimi.blogspot.com/?m=1. Sementara untuk situs resminya tercatat https://rabithahalawiyah.org/.
Kasus penipuan JMW terbongkar, karena laporan dari organisasi resminya Rabithah Alawiyah yang mengetahui ada sebuah website palsu turut menjalankan bisnis ilegal memberikan lisensi gelar 'Habib'.
"Kebetulan organisasi resminya sebagai pelapor mas. (Diketahui Organisasi Rabithah Alawiyah), betul," kata Ardian.
Pekerja Serabutan
Secara terpisah, Dirreskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak menjelaskan bahwa pekerjaan JMW adalah serabutan. Atas dasar itulah, tersangka dengan nekat melakukan bisnis ilegal tersebut.
"Pekerjaan serabutan," singkat Ade Safri.
Bisnis itu telah dijalankan JMW sejak akhir tahun 2023 lalu. Dengan meraup keuntungan hingga belasan juta rupiah dari Website Rabithah Alawiyah gadungan.
"Sesuai BAP, total keuntungan yang didapat oleh tersangka kurang lebih Rp18.500.000 dengan korban sebanyak enam orang," kata Ade Safri.
Adapun bisnis JMW membuat website dengan mencatut logo Rabithah Alawiyah dilakukan dengan memanfaatkan kepada masyarakat yang ingin mendapat lisensi keturunan para Nabi Muhammad sehingga mendapat gelar Habib.
"(Situs itu) menawarkan apabila ada orang yang ingin namanya terdaftar di Rabithah Alawiyah bisa mengurus melalui jalur belakang (jalur tidak resmi) di blogspot tersebut," ujar Ade.
Biaya yang ditawarkan pelaku kepada korban sebesar Rp3 juta untuk satu nama. Sehingga orang tersebut nantinya bisa tercatat di organisasi Rabithah Alawiyah.
Atas perbuatannya dia dikenakan Pasal 35 Jo 51 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dengan Ancaman maksimal 12 tahun penjara.