Polda Metro Kembali Digugat Pengamen Cipulir Terkait Salah Tangkap Kasus Pembunuhan
Kasus ini bermula saat anak-anak pengamen Cipulir yakni Fikri (17), Fatahillah (12), Ucok (13), Pau (16)) ditangkap polisi pada Juli 2013 dengan tuduhan membunuh sesama pengamen anak bermotif berebut lapak mengamen. Tanpa bukti yang sah secara hukum mereka kemudian ditangkap dan dipaksa mengaku sebagai pelaku.
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta kembali digugat oleh pengamen yang menjadi korban salah tangkap di Cipulir. Gugatan praperadilan dilayangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 76/pid.pra/2019/PN. Jak.sel.
Pihak pemohon yakni Fikri (17), Fatahillah (12), Ucok (12), dan Pau (16) menuntut ganti rugi materiil dan immateriil dengan total Rp 750 juta.
-
Di mana kemacetan parah di Jakarta sering terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Kejatuhan cicak di paha pertanda apa? Arti kejatuhan cicak yang berikutnya adalah jika kamu mengalami kejatuhan cicak tepat pada paha. Musibah yang disebabkan oleh orang lain ini bisa diketahui dari posisi cicak jatuh.
-
Kapan kemacetan di Jakarta terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Di mana banjir terjadi di Jakarta? Data itu dihimpun hingga Jumat 15 Maret 2024 pada pukul 04:00 WIB. "Kenaikan status Bendung Katulampa dan Pos Pantau Depok menjadi Siaga 3 (Waspada) dari sore hingga malam hari serta menyebabkan genangan di wilayah DKI Jakarta," kata Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta, Isnawa Adji dalam keterangan tertulis, Jumat (15/3).
-
Kapan Atang Sendjaja meninggal? Pada 29 Juli di tahun itu menjadi hari duka bagi AURI.
-
Bagaimana Jaka Sembung melawan Ki Hitam? Akhirnya Jaka Sembung teringat pesan gurunya, Ki Sapu Angin yang menyebut jika ilmu rawa rontek bisa rontok saat pemiliknya tewas dan tidak menyentuh tanah. Di film itu, Jaka Sembung kemudian menebaskan parang ke tubuh Ki Hitam hingga terpisah, dan menusuknya agar tidak terjatuh ke tanah.
Sedianya, sidang perdana praperadilan tersebut digelar Rabu (17/7) hari ini. Namun, ditunda karena pihak termohon belum melengkapi berkas administrasi.
"Sidang belum bisa kita buka karena syarat formalitas belum dilengkapi. Maka kita tunda tanggal 22 Juli 2019," kata Hakim tunggal, Elfian di persidangan.
Kuasa Hukum pemohon yang diwakili LBH Jakarta, Oky Wiratama Siagian, menyampaikan dasar pengajuan praperadilan adalah putusan Mahkamah Agung nomor: 131/PK/Pid.sus/2015 yang menyatakan para pemohon tidak bersalah.
Menurut pasal 95 ayat (3) dan ayat (4) KUHP mereka berhak mendapatkan ganti rugi.
"Permohonan ganti rugi merupakan cara untuk menebus kerugian akan pradilan sesat yang selama ini pemohon alami," ucap Oky di PN Jaksel, Rabu (17/7/2019).
Adapun dalam permohonannya, Oky meminta majelis hakim mengabulkan seluruhnya permohonan ganti rugi para pemohon. Kemudian, menyatakan termohon telah salah menerapkan hukum kepada para pemohon. Lalu, menghukum termohon untuk membayar ganti kerugian materiil maupun immaterill terhadap para pemohon.
"Masing-masing permohon mendapatkan kerugian materiil sebesar Rp 165,6 juta. Ditambah kerugian immateriil Rp 20 juta," ujar dia.
Oky menjelaskan, ini kali kedua pada penggugat menggugat Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Sebelumnya, PN Jaksel pernah mengabulkan gugatan ganti rugi kepada dua terdakwa lain yakni Andro dan Nurdin melalui penetapan Nomor 98/Pid.Prap/2016/PN.Jkt.Sel sejumlah Rp 36 juta.
"Keduanya dipenjara selama 7 bulan. Keduanya turut dituduh bersama mereka ini telah dibebaskan lebih awal oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta," ujar dia.
Kasus ini bermula saat anak-anak pengamen Cipulir yakni Fikri (17), Fatahillah (12), Ucok (13), Pau (16)) ditangkap oleh Unit Jatanras Polda Metro Jaya pada Juli 2013 dengan tuduhan membunuh sesama pengamen anak bermotif berebut lapak mengamen. Tanpa bukti yang sah secara hukum mereka kemudian ditangkap dan dipaksa mengaku dengan cara disiksa selama berada di dalam tahanan Kepolisian.
Belakangan terbukti bahwa korban bukanlah pengamen dan mereka bukanlah pembunuh korban. Setelah melalui persidangan berliku dan diwarnai salah putusan, mereka kemudian dinyatakan tidak bersalah oleh Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 131 PK/Pid.Sus/2016. Total, mereka sudah mendekam di penjara selama 3 tahun atas perbuatan yang tidak pernah mereka lakukan.
Reporter: Ady Anugrahadi
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
Anak Punk di Blora Diduga Tewas Dianiaya Saat Pesta Miras
Pelaku Mutilasi di Banyumas Terancam Penjara Seumur Hidup
Fakta-Fakta Kasus Pegawai Kemenag di Bandung Dimutilasi
Pembunuh Pasutri Pakai Kayu dan Palu Ditangkap di Surabaya
Pelaku Bunuh dan Mutilasi Pegawai Kemenag di Bandung Usai Bercinta
Kesal Sering Diintip, Pria di Padang Lawas Utara Bunuh Adik Ipar
Mayat Pasutri Bersimbah Darah Ditemukan di Dalam Toko Kasur