PR Penting yang Harus Dibenahi Jika Nanti Tarif KRL Naik
Rencana kenaikan tarif dasar kereta rel listrik (KRL) kembali ditunda setelah sempat dikabarkan akan diterapkan dalam waktu dekat. Rencananya kenaikan tarif menjadi Rp5.000 dari semula Rp3.000. Tarif tersebut hanya untuk 25 kilometer pertama. Sedangkan untuk per 10 kilometer selanjutnya tetap Rp1.000.
Rencana kenaikan tarif dasar kereta rel listrik (KRL) kembali ditunda setelah sempat dikabarkan akan diterapkan dalam waktu dekat. Rencananya kenaikan tarif menjadi Rp5.000 dari semula Rp3.000.
Tarif tersebut hanya untuk 25 kilometer pertama. Sedangkan untuk per 10 kilometer selanjutnya tetap Rp1.000.
-
Dimana kita bisa mendapatkan informasi tentang tarif NRKB pilihan? Pemerintah telah mengatur peraturan untuk Penerbitan Nomor Registrasi Kendaraan Bermotor (NRKB) pilihan pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif PNBP Penerimaan Negara Bukan Pajak
-
KPR Kilat BRI itu apa? Sebagai informasi, program KPR Kilat BRI adalah pembiayaan KPR BRI dengan jangka waktu pendek sampai dengan 5 tahun.
-
Kapan kejadian ibu hamil marah di KRL terjadi? Peristiwa itu terjadi pada 16 September 2023
-
Kapan KRI Nanggala (402) dinyatakan tenggelam? KRI Nanggala kemudian dinyatakan tenggelam pada Sabtu, 24 April 2021 oleh TNI AL setelah ditemukannya puing-puing yang diduga berasal dari kapal selam tersebut.
-
Kapan Kongres Natal India didirikan? Usulan Gandhi NIC berasal dari usulan Mahatma Gandhi pada 22 Mei 1894 dan secara resmi didirikan pada 22 Agustus 1894.
-
Apa masalah serius yang dihadapi KNIL menjelang Perang Dunia II? Dari Bogor, Didi sempat ditempatkan di Ambon tahun 1939. Menjelang Perang Dunia II pecah. Dia menggambarkan KNIL memiliki masalah serius dengan minuman keras dan disiplin.
Kenaikan tarif direspon beragam oleh pengguna KRL. Ada yang setuju tetapi tak sedikit yang memberikan masukan.
Kenaikan tarif diharapkan membuat pelayanan KRL semakin membaik dalam segala hal. Termasuk waktu tiba antar kereta di stasiun.
"Kalau naik Rp 2.000 tidak apa-apa asalkan ada perbaikan. Khususnya waktu tunggu kereta," kata salah satu pengguna KRL Yunita saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Kamis (12/5).
Ema, warga Bogor yang bekerja di Jakarta juga meminta waktu tunggu kereta bisa ditingkatkan. Terlebih di jam sibuk agar tidak terjadi penumpukan penumpang pada satu rangkaian kereta.
"Kita harus gantian sama kereta jarak jauh, belum lagi di dalam gerbong yang berdesakan," kata dia.
Perlu Penambahan Gerbong
Ketua Forum Warga Jakarta (Fakta), Azas Tigor Nainggolan berharap, jika dimungkinkan PT KAI Commuter bisa menambah gerbong kereta. Sehingga tidak terlalu sesak dengan penumpang utamanya di jam kerja.
"Itu bukan masalah serius, tapi bisa jadi pertimbangan, ditambahlah itu gerbongnya," kata Tigor, Jumat (13/4).
Dia juga menuntut pemerintah mengintegrasikan pelayanan KRL. Seperti, adanya akses transportasi pengumpan bagi pengguna KRL.
Mengadakan akses integrasi layanan dengan KRL, menurut Tigor setidaknya dapat mendongkrak kebiasaan masyarakat dari menggunakan transportasi pribadi ke transportasi umum. Poin terpenting lainnya adalah masyarakat tidak mengeluarkan bujet terlalu tinggi jika ada integrasi layanan.
"Jika tidak ada integrasi akses ke KRL, stasiun, penumpang akan menggunakan taksi atau ojek online dan tarif minimal ojek online saja Rp10.000. Jika ada akses integrasi itu lebih baik," harap dia
Jarak Peron dan Kereta Terlalu Jauh
Pengamat transportasi, Darmaningtyas, mengatakan sebenarnya tidak masalah serius dalam pelayanan KRL saat ini. Hanya saja, dia agak terganggu dengan jarak peron dengan kereta cukup jauh.
Dia mengamati beberapa stasiun memiliki jarak cukup tinggi dengan kereta. Meski pengguna KRL sudah terbiasa dengan kondisi ini, namun baginya tetap harus mendapat perhatian pengelola.
"Untuk naik turunnya itu cukup tinggi, jadi itu sedikit tidak ramah bagi pengguna, tidak hanya difabel saja," kata dia, Kamis (12/5).
Selebihnya, bagi Darmaningtyas tidak ada masalah serius yang menjadi sorotan untuk layanan KRL. Bahkan menurutnya, layanan KRL saat ini hampir sama dengan layanan kereta di beberapa negara.
"Soal kebersihan itu sudah optimal, disediakan sanitizer saat masa pandemi, jadi tidak ada perbaikan serius sepanjang ini. Di luar negeri juga hampir sama kayak gini," ucapnya.
Sudah Saatnya Tarif Dinaikkan
Sebaliknya, pengamat Transportasi Djoko Setijowarno, menilai kenaikan tarif KRL lebih baik direalisasikan pada tahun ini. Kenaikan tarif yang diproyeksikan sekitar Rp2.000 per 25 kilometer awal, dia yakini tidak akan membebani pengguna KRL.
"Ngapain terus rencana, ini sudah dibahas sejak 2018, nilai kenaikan tarif ini tidak terlalu besar," kata Djoko, kepada merdeka.com, Kamis (12/5).
Dia mengatakan, pada 2018 pemerintah telah berniat menaikkan tarif KRL. Hanya saja, sentimen politik jelang pemilihan presiden saat itu, menyebabkan kenaikan tarif KRL ditunda.
Tak kunjung terealisasi, hingga rencana kenaikan tarif kembali mengemuka, Djoko mendorong pemerintah tidak lagi menunda.
Djoko menjelaskan, jika kenaikan tarif dapat direalisasikan tahun ini, pemerintah dapat mengalokasikan anggaran subsidi ke daerah-daerah non Jakarta. Sebab menurutnya, selama ini Jakarta mendapatkan subsidi cukup besar.
"Jakarta mendapatkan subsidi itu sekitar Rp2 triliun, jika ini (kenaikan tarif) direalisasikan uangnya bisa dialokasikan untuk daerah lainnya," kata dia.
Jika masyarakat merasa terbebani dengan kenaikan tarif KRL, Djoko mengatakan, PT KAI Commuter dapat memberikan opsi kepada pengguna yaitu keterangan tidak mampu.
"Opsi bagi yang tidak mampu ajukan surat miskin atau dari perusahaan menyatakan karyawannya tidak mampu," kata dia.
Pelayanan KAI Sudah Maksimal
Selain itu, Djoko menuturkan, ada atau tanpa adanya kenaikan tarif KRL, pelayanan PT KAI Commuter sudah optimal. Jika masyarakat menuntut adanya peningkatan pelayanan dalam perjalanan dan fasilitas KRL, PT KAI Commuter secara terbuka menerima segala masukan.
"KAI itu responsif, kalian minta apa diakomodir oleh mereka, ada musala di setiap stasiun, rangkaian KRL tiap gerbong ada pendingin, jadi sudah cukup prima pelayanannya," imbuhnya.
Jika rencana ini tak kunjung direalisasikan, Djoko khawatir akan semakin menambah beban anggaran subsidi untuk KRL.
"Karena kajian menaikkan tarif itu salah satunya kemampuan anggaran," tandasnya.
Diketahui, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tengah mengkaji rencana kenaikan tarif KRL. Wacana ini sebelumnya telah menjadi bahasan di awal tahun 2022 mempertimbangkan berbagai aspek.
Juru Bicara Kemenhub, Adita Irawati menyampaikan pihaknya masih akan membahas lebih lanjut kelanjutan dari penerapan kebijakan ini. Kondisi ekonomi masyarakat saat ini jadi salah satu dasar pertimbangan yang jadi perhatiannya.
Rencananya, tarif KRL dari semula Rp 3.000 per 25 Kilometer pertama menjadi Rp5.000 per 25 km pertama. Artinya ada kenaikan sekitar Rp2000. Sementara untuk selanjutnya tidak ada kenaikan atau tetap Rp1000 untuk setiap 10 km berikutnya.
Meski akan melakukan pembahasan, Adita tak menyebut kapan waktu penerapan tarif baru tersebut akan mulai berlaku. Sisi lain yang jadi pertimbangannya juga mengenai kemampuan masyarakat yang kini dihadapkan oleh kenaikan harga bahan pokok dan sejumlah komoditas lain.
"Situasi paska mudik termasuk jadi pertimbangan kami. Juga adanya kenaikan harga di berbagai komoditas yang bisa memengaruhi buying power masyarakat," katanya.
(mdk/lia)