21 April 2021: Mengenang Tenggelamnya Kapal Selam TNI AL KRI Nanggala (402)
Tragedi tenggelamnya KRI Nanggala 402 mengungkap berbagai pertanyaan tentang keselamatan dan keandalan kapal selam.
Tragedi tenggelamnya KRI Nanggala 402 mengungkap berbagai pertanyaan tentang keselamatan dan keandalan kapal selam.
21 April 2021: Mengenang Tenggelamnya Kapal Selam TNI AL KRI Nanggala (402)
Tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala 402 pada 21 April 2021 merupakan sebuah kejadian tragis yang mengguncang Indonesia dan dunia maritim internasional. Kapal tersebut hilang saat sedang melaksanakan latihan di perairan sekitar Laut Bali.
Dalam waktu singkat, kekhawatiran meluas ketika upaya pencarian dan penyelamatan dilakukan untuk menemukan kapal dan awaknya yang berjumlah 53 orang. Namun, harapan semakin tipis ketika kapal selam tersebut ditemukan dalam keadaan terbelah menjadi tiga bagian di dasar laut, menandakan kejadian yang mengakibatkan seluruh awaknya menjadi korban.
-
Kapan kapal tersebut tenggelam? Lempengan-lempengan yang diukir dari marmer Purbeck ini merupakan muatan kapal karam bersejarah tertua di Inggris yang tenggelam di lepas pantai Dorset pada masa pemerintahan Henry III di abad ke-13, seperti dikutip dari Ancient Origins, Jumat (14/6).
-
Kapan kapal itu tenggelam? Kapal yang berpenumpang 37 orang dan bermuatan ikan ini dikabarkan terbalik saat mengalami cuaca buruk di Perairan Selayar,' ujarnya melalui keterangan tertulisnya, Selasa (12/3).
-
Dimana kapal itu tenggelam? Kapal penangkapan ikan KM Dewi Jaya 2 yang mengangkut 37 orang dari Muara Baru, Jakarta tujuan Lombok, Nusa Tenggara Barat tenggelam di perairan Kepulauan Selayar Sulawesi Selatan (Sulsel).
-
Di mana kapal tenggelam itu ditemukan? Pada 2018, Departemen Penelitian Bawah Air Universitas Antalya menemukan bangkai kapal yang diperkirakan berasal dari tahun 1600 SM tersebut di lepas pantai barat Provinsi Antalya.
Tragedi tenggelamnya KRI Nanggala 402 mengungkap berbagai pertanyaan tentang keselamatan dan keandalan kapal selam, serta menyoroti tantangan yang dihadapi oleh angkatan laut dalam menjalankan operasi laut yang kompleks.
Investigasi atas penyebab kecelakaan tersebut menjadi fokus utama, dengan mencakup aspek-aspek seperti kemungkinan kesalahan manusia, kegagalan teknis, dan kondisi struktural kapal yang dapat menjadi faktor pemicu. Reaksi publik terhadap kejadian ini mencakup ungkapan duka yang mendalam serta dorongan untuk meningkatkan standar keselamatan dalam latihan dan operasi militer di masa depan.
Kejadian ini juga menyoroti pentingnya modernisasi dan investasi dalam infrastruktur pertahanan laut, termasuk pengembangan teknologi dan sistem keselamatan yang lebih canggih. Dengan mengambil pelajaran dari tragedi ini, Indonesia dan komunitas maritim internasional diingatkan akan pentingnya upaya bersama untuk memastikan keselamatan awak kapal dan keberlanjutan operasi angkatan laut di masa depan.
Berikut kisah selengkapnya tentang tragedi tenggelamnya kapal selam TNI AL KRI Nanggala (402) yang terjadi 3 tahun lalu, tepatnya 21 April 2021.
Mengenal KRI Nanggala (402)
KRI Nanggala (402) atau yang juga dikenal sebagai Nanggala II, merupakan kapal selam kedua dalam jenis kapal selam kelas Cakra Tipe 209/1300. KRI Nanggala berada di bawah kendali Satuan Kapal Selam Komando Armada II. Kapal ini termasuk dalam armada pemukul TNI Angkatan Laut dan merupakan kapal kedua yang menyandang nama Nanggala dalam jajaran TNI AL.
Nama Nanggala berasal dari nama senjata tombak kuat milik tokoh pewayangan Prabu Baladewa. Senjata tersebut digambarkan di lencana KRI Nanggala. Kapal selam ini juga dikenal sebagai Nanggala II untuk membedakannya dengan KRI Nanggala S-02, sebuah kapal selam lain yang usianya lebih tua.
KRI Nanggala dipesan oleh pemerintah Republik Indonesia pada 2 April 1977. Kala itu, Indonesia mengajukan pinjaman sebesar 625 juta dolar Amerika Serikat dari Jerman. Sebesar 100 juta dolar AS dari pinjaman tersebut digunakan untuk membuat KRI Nanggala dan KRI Cakra.
Kapal ini didesain oleh Ingenieurkontor di Kota Lübeck, dibuat oleh Howaldtswerke di Kiel, dan dijual oleh perusahaan Ferrostaal di Essen. Kapal ini mulai dibuat pada Maret 1978 dan diluncurkan pada 10 September 1980.
Kapal selam kemudian menjalani uji coba di laut Jerman Barat sebelum diserahkan kepada Pemerintah Indonesia pada 6 Juli 1981. KRI Nanggala meninggalkan Jerman Barat pada awal Agustus 1981 dengan ditumpangi oleh 38 awak di bawah komando Letnan Kolonel Armand Aksyah.
Pada 5 Oktober 1981, KRI Nanggala pertama kali ditunjukkan ke masyarakat umum, bersamaan dengan hari ulang tahun TNI ke-36. Peresmian penggunaannya dilakukan oleh Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata Jenderal TNI Mohammad Jusuf pada 21 Oktober 1981 di Dermaga Ujung Surabaya.
Tenggelam pada 21 April 2021
KRI Nanggala 402 hilang kontak pada Rabu, 21 April 2021 saat melakukan latihan penembakan torpedo di Laut Bali bersama 53 awaknya. KRI Nanggala kemudian dinyatakan tenggelam pada Sabtu, 24 April 2021 oleh TNI AL setelah ditemukannya puing-puing yang diduga berasal dari kapal selam tersebut.
Pada 21 April 2021, Panglima Tentara Nasional Indonesia Marsekal Hadi Tjahjanto mengumumkan bahwa KRI Nanggala 402 telah gagal melaporkan statusnya setelah melakukan latihan penembakan torpedo di Laut Bali, sekitar 95 km (51 mil laut) di utara Pulau Bali.
TNI AL menyatakan bahwa KRI Nanggala meminta persetujuan pada pukul 03.00 WIB untuk menyelam dan menembakkan Torpedo SUT. Pada pukul 04.00 WIB, KRI Nanggala memasuki tahap penggenangan tabung torpedo.
Komunikasi terakhir dilakukan pukul 04.25 WIB ketika komandan gugus tugas latihan memberikan persetujuan bagi Nanggala untuk menembakkan torpedo nomor 8. Tjahjanto mengatakan bahwa mereka hilang kontak dengan kapal selam tersebut pada pukul 04.30 WIB.
TNI AL kemudian mengirimkan panggilan bahaya (distress call) ke International Submarine Escape and Rescue Liaison Office sekitar pukul 09.37 WITA untuk melaporkan adanya kapal yang hilang dan memiliki kemungkinan tenggelam. TNI AL juga menjelaskan kemungkinan KRI Nanggala mengalami mati listrik sebelum tenggelam ke kedalaman 600 hingga 700 meter.
Saat dilaporkan hilang, KRI Nanggala membawa 53 orang yang terdiri dari 49 awak, 1 komandan, dan 3 spesialis senjata. Kolonel Harry Setyawan merupakan awak yang memiliki pangkat tertinggi.
Kapal ini juga diawaki oleh Letkol Heri Oktavian sebagai komandan kapal selam. Pada 22 April, Laksamana Pertama Julius Widjojono mengatakan bahwa cadangan oksigen di Nanggala masih cukup bagi 53 orang hingga Sabtu, 24 April pukul 03.00 WITA.
Upaya Pencarian Kapal Selam KRI Nanggala (402)
Satu hari setelah dinyatakan hilang kontak, TNI AL mendirikan pusat krisis di Mako Armada II Surabaya yang dilengkapi dengan ambulans dan bilik hiperbarik. Pusat krisis juga menyediakan informasi terkini kepada keluarga awak kapal selam dan wartawan.
Presiden Joko Widodo pun menyatakan bahwa keselamatan awak Nanggala merupakan prioritas utama dan mengajak masyarakat untuk mendoakan jalannya upaya pencarian.
Dalam konferensi pers, juru bicara TNI Angkatan Laut, Laksamana Pertama Julius Widjojono mengumumkan bahwa tiga kapal perang yaitu KRI Diponegoro (365), KRI Raden Eddy Martadinata (331), dan KRI I Gusti Ngurah Rai (332) beserta tim penyelam telah dikerahkan.
Kementerian Pertahanan mengatakan bahwa pemerintah Singapura, Australia, dan India telah merespons permintaan bantuan yang dikirimkan oleh Pemerintah Indonesia. Angkatan Laut Republik Singapura mengerahkan bantuan kapal MV Swift Rescue, sementara Angkatan Laut Kerajaan Malaysia mengerahkan kapal MV Mega Bakti menuju lokasi pencarian di Laut Bali.
Hingga Kamis, 22 April, TNI AL telah mengerahkan enam kapal lain menuju area pencarian. Kapal-kapal tersebut adalah KRI Dr. Soeharso, KRI Hasan Basri, KRI Satsuin Tubun, KRI Singa, KRI Hiu, dan KRI Layang. Yudo Margono mengatakan bahwa tiga kapal selam, lima pesawat, dan 21 kapal perang telah dikerahkan menuju area pencarian per Kamis, 22 April.
Sekitar pukul 07.00 WIB, pemantauan udara menemukan tumpahan oli di sekitar lokasi terduga hilangnya kapal selam. Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Achmad Riad melaporkan bahwa tumpahan oli telah teramati di beberapa lokasi.
Ia juga menambahkan bahwa KRI Raden Eddy Martadinata telah mendeteksi pergerakan di bawah air dengan kelajuan 2,5 knot (4,6 km/jam), tetapi objek tersebut menghilang sebelum dapat diidentifikasi. Yudo Margono pun mengungkapkan bahwa TNI AL telah mendeteksi objek dengan "resonansi magnetik kuat" pada kedalaman 50 hingga 100 meter.
Pada 24 April, TNI AL mengumumkan bahwa Nanggala dinyatakan tenggelam. Sebelumnya, ditemukan puing-puing berupa pelurus tabung torpedo, pembungkus pipa pendingin, pelumas periskop, dan alat salat.
Puing-puing tersebut diduga berasal dari KRI Nanggala karena ditemukan hanya sejauh 10 mil laut (19 km; 12 mil) dari titik kontak terakhir dan tidak ada kapal lain yang berada di area tersebut.
Pada 25 April, TNI AL menyatakan bahwa 53 orang yang berada di KRI Nanggala gugur. Pemindaian yang dilakukan oleh KRI Rigel menggunakan multi beam sonar dan telah menghasilkan citra bawah air yang lebih detail. Pada hasil citra tersebut ditunjukkan beberapa bagian kapal selam, termasuk kemudi vertikal belakang, jangkar, bagian luar badan tekan, kemudi selam timbul, dan baju keselamatan awak kapal MK11.
ROV dari MV Swift Rescue juga mendapatkan kontak visual bangkai kapal dan menemukannya terbelah menjadi tiga bagian. Bangkai kapal berada di koordinat 7°48'S 114°51'E pada kedalaman 838 meter, jauh di bawah kedalaman operasi maksimumnya yakni 500 meter.
Pada 27 April 2021, Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Yudo Margono menyatakan bahwa TNI akan melibatkan SKK Migas untuk mengangkat badan kapal KRI Nanggala 402. Pelibatan SKK Migas dalam misi pengangkatan ini didasari atas kemampuannya di bidang pengeksplorasian minyak dan gas bumi lepas pantai.
SKK Migas akan mengerahkan Kapal Timas DSV 1201 yang dirancang sebagai kapal konstruksi di perairan dangkal maupun dalam dan memiliki alat yang mampu menyelam hingga 3.000 meter serta menangani pipa berlapis beton setebal 60 inci. TNI AL juga mendapat tawaran bantuan dari Angkatan Laut Tiongkok (PLA Navy), berawal dari inisiatif Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia kepada Menteri Pertahanan Republik Indonesia Prabowo Subianto ini diterima pemerintah Indonesia.
Dalam misi ini, PLA Navy mengerahkan tiga unit kapal pengangkat, Kapal Ocean Salvage and Rescue Yongxingdao-863, Kapal Ocean Tug Nantuo-185, dan Kapal Scientific Salvage Tan Suo 2.
Hingga 18 Mei, tim pengangkatan KRI Nanggala berhasil mengangkat dua sekoci yang masing-masing memiliki massa 700 kg (1.500 pon). Meskipun demikian, tim tersebut masih belum juga menemukan bagian badan tekan. Mereka juga tidak dapat mengangkat bagian anjungan karena bermassa 20 ton (20000 kg; 44000 pon) sehingga menyebabkan tali pengangkat rusak.
Dugaan Penyebab Tenggelamnya KRI Nanggala (402)
Terdapat sejumlah dugaan yang dianggap menjadi penyebab tenggelamnya KRI Nanggala. Pertama, karena jumlah awak melebihi kapasitas. Meskipun demikian, Kepala Staf Angkatan Laut, Yudi Margono, membantah hal tersebut dan mengatakan bahwa KRI Nanggala mampu mengangkut hingga 57 orang.
Kemudian, ada kabar bahwa sebelum tenggelam, Komandan KRI Nanggala, Letnan Kolonel Heri Oktavian pernah mengutarakan kekecewaannya terhadap status perawatan KRI Nanggala kepada Edna C. Pattisna, seorang teman dekatnya yang juga berprofesi sebagai reporter Kompas.
Dugaan lainnya, dalam sebuah konferensi pers pada 27 April 2021, Komandan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut sekaligus mantan awak KRI Nanggala, Laksamana Muda Iwan Isnurwanto, menceritakan kejadian mati listrik di KRI Nanggala yang pernah dialaminya saat bertugas.
Ia menjelaskan bahwa saat itu kapal selam mendadak turun sejauh 90 meter dalam waktu 10 detik. Kapal selam juga miring ke belakang sebesar 45 derajat. Para awak kemudian diinstruksikan untuk berpindah ke depan untuk menyeimbangkan kapal. Namun pada akhirnya, kapal pun tenggelam dan tak bisa terselamatkan.
Adapun para korban yang gugur dalam tragedi tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala (402) adalah:
1. Heri Oktavian - Letkol Laut (P) Komandan KRI Nanggala-402
2. Eko Firmanto - Mayor Laut (P)
3. Wisnu Subiyantoro - Mayor Laut (T)
4. Yohanes Heri - Kapten Laut (E)
5. I Gede Kartika - Kapten Laut (P)
6. Muhadi - Lettu Laut (P)
7. Ady Sonata - Lettu Laut (P)
8. Imam Adi - Lettu Laut (P)
9. Anang Sutriatno - Lettu Laut (T)
10. Adhi Laksmono - Letda Laut (E)
11. Munawir - Letda Laut (P)
12. Rhesa Tri - Letda Laut (T)
13. Rintoni - Letda Laut (T)
14. M Susanto - Letda Laut (P)
15. Ruswanto - Serka Bah
16. Yoto Eki Setiawan - Sertu Bah
17. Ardi Ardiansyah - Sertu Ttu
18. Achmad Faisal - Sertu Kom
19. Willy Ridwan Santoso - Sertu Kom
20. M Rusdiyansyah - Sertu Eko
21. Ryan Yogie Pratama - Sertu Eki
22. Dedi Hari Susilo - Sertu Mes
23. Bambang Priyanto - Serda Bah
24. Purwanto - Serda Kom
25. Eko Prasetiyo - Serda Kom
26. Harmanto - Serda Ttu
27. Lutfi Anang - Serda Ttu
28. Dwi Nugroho - Serda Atf
29. Pandu Yudha Kusuma - Serda Ede
30. Misnari - Serda Eta
31. Setyo Wawan - Serda Saa
32. Hendro Purwoto - Serda Lis
33. Guntur Ari Prasetyo - Serda Mes
34. Diyut Subandriyo - Serda Lis
35. Wawan Hermanto - Serda Lis
36. Syahwi Mapala - Serda Lis
37. Wahyu Adiyas - Serda Lis
38. Edi Wibowo - Serda Lis
39. Kharisma D.B - Kopda Eta
40. Nugroho Putranto - Kopda Tlg
41. Khoirul Faizin - Kopda Mes
42. Maryono - Kopda Trb
43. Roni Effendi - Klk Eta
44. Distriyan Andy P - KLK Eta
45. Raditaka Margiansyah - KLS Isy
46. Gunadi Fajar R - KLS Isy
47. Denny Richi Sambudi - KLS Nav
48. Muh Faqihudin Munir - KLS Mes
49. Edy Siswanto - KLS Nav
50. Harry Setyawan - Kolonel Laut (P) - Dansatsel
51. Irfan Suri - Letkol Laut (E)
52. Whilly - Mayor Laut (E)
53. Suheri - PNS
Innalillahi wa innailaihi rojiun. Semoga para korban dapat beristirahat dengan tenag di sisi-Nya. Amin.