Sekwan sebut anggaran DPRD DKI naik karena BPJS dan UMP
Sekwan sebut anggaran DPRD DKI naik karena BPJS dan UMP. Yuliandi menjelaskan, ada sekitar 60 orang Pekerja Harian Lepas (PHL) di sekretariat yang otomatis gaji per bulannya akan mengalami kenaikan sesuai dengan UMP baru yang sudah ditetapkan sebesar Rp 3,3 juta atau naik Rp 200.000 dari sebelumnya.
Melonjaknya dana anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2017 DKI Jakarta mengundang tanda tanya dari berbagai kalangan. Terlebih, anggaran itu diketok bukan oleh gubernur DKI definitif Basuki T Purnama (Ahok), melainkan Plt Gubernur DKI Jakarta Sumarsono.
Sekretaris Dewan (Sekwan) Yuliandi akhirnya angkat bicara terkait kenaikan anggaran untuk DPRD DKI. Khususnya, bagi sekretariat Dewan yang mencapai Rp 143 miliar.
"Angka pastinya kurang ingat, tapi memang ada kenaikan," kata Yuliandi, Jumat (23/12).
Yuliandi memaparkan, kenaikan anggaran tersebut berdasarkan beberapa pertimbangan. Salah satunya kenaikan harga serta kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP).
"Ini gara-gara untuk BPJS, kenaikan uang perjalanan dinas dan antisipasi kenaikan UMR. Angka naik itu karena kita penyesuaian. Kan sudah keluar SK Gubernur untuk UMR yang baru, maka kita persiapkan kenaikannya," papar Yuliandi.
Yuliandi menjelaskan, ada sekitar 60 orang Pekerja Harian Lepas (PHL) di sekretariat yang otomatis gaji per bulannya akan mengalami kenaikan sesuai dengan UMP baru yang sudah ditetapkan sebesar Rp 3,3 juta atau naik Rp 200.000 dari sebelumnya.
Selain itu, terkait kenaikan anggaran biaya operasional mobil dinas anggota dewan, Yuliandi menyatakan bahwa hal tersebut masih menunggu payung hukum.
"Kalau diizinkan oleh rencana revisi PP 24/2004 itu bakal ada mobil dinas jabatan untuk seluruh anggota DPRD dan itu secara nasional bukan DKI saja. Hingga saat ini kan mobil statusnya pinjam pakai. Jadi seluruh biaya operasional mobil, bensin, servis, asuransi itu kewajiban masing-masing," tandasnya.
Seperti diketahui, Dalam resume APBD DKI 2017 yang diperoleh merdeka.com, Ahok menganggarkan Rp 100.133.883.034, kemudian direvisi dan dinaikkan sedikit oleh Soni menjadi Rp 100.797.658.783, setelah dibahas di DPRD DKI, disahkan menjadi Rp 143.615.667.751. Total kenaikan anggaran untuk sekretariat dewan menjadi Rp 43.481.784.717.
Dalam APBD 2017 yang telah disahkan itu, dalam dokumen itu juga dijelaskan secara rinci, kegiatan apa saja yang dianggarkan DPRD DKI untuk operasional di gedung parlemen tingkat provinsi. Misalnya saja, penyedia jasa telepon air dan internet yang mendapat kucuran dana senilai Rp 29.373.483.125.
Penyediaan makanan dan minuman bagi anggota DPRD DKI sebesar Rp 11.020.320.450. Pakaian dinas dan atribut untuk pimpinan dan anggota DPRD DKI dianggarkan senilai Rp 1.387.779.250.
Sementara untuk rapat-rapat, seperti Badan Legislasi Rp 5.828.004.000, rapat di Badan Anggaran Rp 3.206.670.000. Ada pula anggaran untuk pendidikan dan pelatihan anggota DPRD DKI yang dialokasikan sebesar Rp 3.600.754.000
Anggaran yang lebih 'wah' lainnya yakni untuk kunker 106 anggota dewan dan para stafnya diberikan Rp 45.501.998.000. Sementara untuk kunker komisi beda lagi, dialokasikan senilai Rp 12.579.624.000. Untuk pelaksanaan reses, anggota DPRD DKI dapat Rp 38.090.397.114.
Lebih dahsyatnya lagi, Anggota dewan juga tak perlu mengeluarkan kocek untuk sekedar memeriksakan kesehatan di dokter. Sebab sudah memiliki anggaran yang dibiayai dari uang rakyat senilai Rp 1.378.000.000.
Menariknya, ada sejumlah mata anggaran yang tidak diusulkan pemerintah namun masuk dan disahkan dalam APBD DKI 2017 tersebut. Salah satunya penataan dan rehabilitasi kolam gedung DPRD DKI senilai Rp 579.041.780.
Bukan hanya itu saja yang tak diusulkan pemerintah DKI tapi masuk dalam anggaran. Penyedia jasa pengemudi bagi anggota DPRD juga masuk dengan nilai cukup fantastis yakni Rp 4.302.870.680. Begitu juga, perbaikan buat rumah Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi masuk dalam APBD DKI, dengan nilai Rp 1.443.117.109.
Baca juga:
Sumarsono sebut DPRD DKI dipilih rakyat, wajar anggaran dinaikkan
Ahok disalahkan DPRD DKI dapat anggaran 'wah' di APBD 2017
Bombastisnya anggaran DPRD DKI tahun 2017 bikin geleng-geleng
Sekda DKI sebut kenaikan anggaran DPRD dibuat Ahok bukan Sumarsono
Bergaji Rp 40 juta, DPRD DKI masih minta biaya sopir Rp 4 miliar
Keceplosan, Sumarsono sebut Bappeda tak kena imbas perampingan SKPD
Soni soal perampingan: Tak ada masukan Ahok-Djarot, artinya setuju
-
Bagaimana cara Pemprov DKI Jakarta menangani kasus DBD? Heru menyampaikan, Dinas Kesehatan (Dinkes) telah menangani kasus DBD yang cenderung meningkat dengan melakukan fogging atau tindakan pengasapan dengan bahan pestisida yang bertujuan membunuh nyamuk khususnya pembawa (vektor) penyakit DBD.
-
Bagaimana cara Pemprov DKI ingin mengurangi kemacetan? Salah satu ide yang diusulkan Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono adalah pembagian jam masuk kerja para pekerja di Jakarta. Menurutnya, cara itu bisa mengurangi kemacetan hingga 30 persen.
-
Apa itu DPK? DPK adalah singkatan dari Daftar Pemilih Khusus. DPK adalah daftar pemilih yang memiliki identitas kependudukan tetapi belum terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).
-
Apa yang diuji coba oleh Pemprov DKI Jakarta? Penjelasan Pemprov DKI Uji Coba TransJakarta Rute Kalideres-Bandara Soekarno Hatta Dikawal Patwal Selama uji coba dengan menggunakan Bus Metro TransJakarta dikawal dengan petugas Patwal hingga ada penutupan sementara di beberapa persimpangan Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono bersama jajaran Pemprov DKI Jakarta menjajal langsung TransJakarta menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang dimulai dari Terminal Kalideres.
-
Kapan PDRI dibentuk? Walaupun secara resmi radiogram Presiden Soekarno belum diterima, tanggal 22 Desember 1948, sesuai dengan konsep yang telah disiapkan, dalam rapat tersebut diputuskan untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI), dengan susunan sebagai berikut:
-
Apa yang diumumkan oleh BPBD DKI Jakarta? Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mengumumkan, cuaca ekstrem berpotensi melanda Ibu Kota hingga 8 Maret 2024.