Survei: 49 Persen Tolak Pembatasan Usia Kendaraan di Jakarta
Sebanyak 49,2 persen warga tidak setuju terkait pembatasan usia kendaraan di Jakarta karena faktor ekonomi.
49,2 persen warga tidak setuju terkait pembatasan usia kendaraan di Jakarta karena faktor ekonomi.
- Survei Indikator: Kejagung Lembaga Penegak Hukum Paling Dipercaya Publik, KPK Terendah
- Survei: Emak-Emak Lebih Melek Keuangan Dibandingkan Laki-Laki
- Survei Litbang Kompas Pilkada Jakarta: 33 Persen Responden Tidak Mau Memilih Kaesang Pangarep
- Survei: Pekerja Kurang Sejahtera Bisa Ganggu Perekonomian Global
Survei: 49 Persen Tolak Pembatasan Usia Kendaraan di Jakarta
Lembaga Survei KedaiKOPI mengungkapkan hasil survei opini publik menunjukkan sebanyak 49,2 persen warga tidak setuju terkait pembatasan usia kendaraan di Jakarta karena faktor ekonomi.
"Memang kalau kami lihat sebagian besar tidak setuju dengan pembatasan usia kendaraan," kata Direktur Riset dan Komunikasi Lembaga Survei KedaiKOPI Ibnu Dwi Cahyo di Jakarta dilansir Antara, Rabu (26/6).
Ibnu mengatakan hasil survei yang dilakukan kepada 445 responden yang berasal dari Jakarta dan sekitarnya menunjukkan masih banyak warga yang menolak adanya pembatasan usia kendaraan.
Ia menjelaskan, dari jumlah responden tersebut yang berusia 17-55 tahun sebanyak 49,2 persen tidak setuju dengan pembatasan usia kendaraan, 40,2 persen setuju dan 10,6 persen tidak tahu.
Menurut dia, faktor ekonomi menjadi alasan warga tidak setuju dengan pembatasan usia kendaraan di Jakarta karena hal itu tentu akan memberatkan mereka.
merdeka.com
"Alasan utama tidak setuju, yaitu karena faktor ekonomi. Sebab harus beli kendaraan baru dan itu menjadi alasan utama dari masyarakat tidak setuju dengan pembatasan usia kendaraan dan pembatasan jumlah kendaraan," ujarnya.
Ibnu menambahkan, dengan tingginya masyarakat yang tidak setuju akan pembatasan usia kendaraan menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat terhadap kendaraan bermotor di Jakarta dan sekitarnya sangatlah besar.
"Ini mengonfirmasi bahwa sebenarnya kebutuhan ekonomi sagat besar kepada kendaraan bermotor," tuturnya.
Sebelumnya, merujuk Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ), Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Suhajar Diantoro mengatakan, pemerintah daerah diberi wewenang untuk membatasi jumlah kepemilikan kendaraan bermotor perorangan.
"Di dalam UU DKJ, pemerintah sepakat dengan DPR memberi kewenangan kepada Pemerintah Daerah Khusus Jakarta, sampai dengan pengaturan jumlah kendaraan yang boleh dimiliki masyarakat," kata Suhajar.
UU DKJ sejatinya berlaku sejak diundangkan pada 29 Maret 2024, tetapi pelaksanaannya masih menunggu keputusan presiden (keppres).