Mengenal Jung, Kapal Raksasa Nusantara yang Lebih Besar dari Kapal Portugis
Di zaman dahulu, Indonesia begitu dikenal dan disegani karena memiliki kapal-kapal besar penguasa lautan. Salah satu jenis kapal yang cukup ditakuti pada masa itu adalah Jung. Bahkan Tome Pires, penjelajah Portugis di abad ke-16, menyebut Jung sebagai kapal yang sangat besar hingga bisa memuat seribu orang di atasnya.
Di zaman dahulu, Indonesia begitu dikenal dan disegani karena memiliki kapal-kapal besar penguasa lautan. Maka tak heran apabila Kerajaan Majapahit bisa menguasai hampir seluruh wilayah kepulauan Nusantara dengan kapal-kapalnya.
Salah satu jenis kapal yang cukup ditakuti pada masa itu adalah Jung. Orang Melayu menyebutnya “Jong”, orang Jawa menyebutnya “Jung”, orang Portugis menyebutnya “Junco” sedangkan orang Arab menyebutnya “J-n-k”.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
Tome Pires, penjelajah Portugis di abad ke-16 menyebut Jung sebagai kapal yang sangat besar hingga bisa memuat seribu orang di atasnya.
Lantas seperti apa kejayaan Jung dalam dunia pelayaran Nusantara pada masanya? Berikut selengkapnya:
Nyaris Hilang dari Catatan Sejarah
©Wikipedia.org
Melansir dari Indonesia.go.id, Jung adalah kapal raksasa dari zaman kuno yang nyaris hilang dari catatan sejarah. Dalam literatur dalam negeri, keberadaan kapal raksasa ini justru muncul dalam novel Pramoedya Ananta Toer berjudul “Arus Balik”. Dalam novel itu, Jung digambarkan sebagai kapal-kapal milik Kerajaan Majapahit.
“Dahulu ada seorang anak desa, Nala namanya. Dia berasal dari sebuah kampung nelayan di Tuban. Seorang bocah yang oleh para dewa dikaruniai dengan banyak cipta. Untuk Majapahit dia ciptakan kapal-kapal besar dari lima puluh depa panjang dan sepuluh depa lebar. Bisa mengangkut sampai delapan ratus prajurit dan dua ratus tawanan. Kapal-kapal besar, terbesar di dunia ini, di seluruh jagad ini,” tulis Pramoedya dalam novelnya, seperti mengutip dari Indonesia.go.id.
Kapal Dagang Asia Tenggara
Pierre-Yves Manguin, salah seorang ilmuwan sejarah asal Prancis, menulis khusus tentang Jung. Menurutnya, kapal-kapal raksasa itu berasal dari galangan kapal yang dekat ddengan ngna hutan jati di Cirebon, Jepara, dan Tuban.
Waktu itu, Jung dimanfaatkan sebagai kapal dagang orang Asia Tenggara. Kelebihan utama dari kapal raksasa ini adalah kapasitasnya yang besar dan bisa dimanfaatkan untuk membawa komoditas yang bernilai tinggi.
Dalam buku abad ke-3 berjudul “Hal-Hal Aneh dari Selatan” karya Wa Chen, kapal ini memiliki berat sekitar 250-1.000 ton. Kapal Jung yang besar panjangnya bisa mencapai lebih dari 50 meter. Sementara tingginya di atas air bisa mencapai 4-7 meter.
Tidak Mempan Ditembak Meriam
©Wikipedia.org
Dalam catatan Gaspar Correia, penulis sejarah abad ke-16 Masehi, kapal raksasa itu tidak mempan ditembaki meriam yang terbesar. Hanya dua lapis papan dari empat lapis papan pada kapal itu.
Sementara itu kapten Portugis Alfonso Albuquerque mencatat kalau Jung memiliki empat tiang layar. Bobot muatannya bisa mencapai 600 ton. Sementara Jung yang dimiliki Kerajaan Demak bobotnya mencapai 1.000 ton.
Penulis Portugis Fernao Pires de Andrade mencatat bahwa butuh tiga tahun untuk membangun satu unit Jung. Bahkan pedagang Italia, Giovanni da Empoli menyebut bahwa di tanah Jawa, Jung tidak berbeda dengan benteng, karena tidak dapat dirusak dengan senjata altileri.
Hilangnya Jung
Sejarawan Anthony Reid mengatakan bahwa kegagalan Pati Unus dalam pertempuran melawan Portugis di Malaka membawa pengaruh besar bagi hilangnya kapal-kapal besar dari galangan-galangan kapal yang tersebar di pesisir. Salah satu penyebab lain adalah penguasa Mataram yang menghancurkan sendiri kota-kota pesisir yang memiliki galangan kapal.
Bahkan tahun 1655, Raja Amangkurat I, penguasa Kerajaan Mataram saat itu, memerintahkan untuk menutup pelabuhan dan menghancurkan kapal-kapal. Hal ini dilakukan demi menghindari terjadinya pemberontakan.
Kondisi inipun diperpuruk saat giliran VOC yang menguasai pelabuhan-pelabuhan pesisir pada abad ke-18. Dilansir dari Indonesia.go.id, pada saat itu VOC melarang galangan kapal membuat kapal dengan berat melebihi 50 ton dan menempatkan pengawas di masing-masing kota pelabuhan.