Miris, Begini Potret Romusa Jawa dalam Proyek Pembangunan Jalur Kereta Api Kematian Thailand-Myanmar
Mereka tidak mendapat fasilitas kehidupan yang layak oleh serdadu Jepang. Banyak dari mereka yang mati tersiksa.
Mereka tidak mendapat fasilitas kehidupan yang layak oleh serdadu Jepang. Banyak dari mereka yang mati tersiksa.
Miris, Begini Potret Romusa Jawa dalam Proyek Pembangunan Jalur Kereta Api Kematian Thailand-Myanmar
Jalur Kereta Api Kematian atau terkenal dengan istilah “The Death Railway” merupakan sebuah jalur kereta api di Provinsi Kanchanaburi yang melewati batas negara Thailand-Myanmar.
Pembangunan jalur kereta api itu dilakukan pada tahun 1942 dengan mengerahkan ratusan ribu tenaga kerja yang mayoritas adalah tahanan perang dan budak warga Asia.
Di antara para pekerja itu, banyak dari mereka yang merupakan romusa dari Pulau Jawa. Mereka dipekerjakan secara paksa dan tidak mendapat bayaran yang layak.
Bahkan tubuh mereka dibiarkan kurus kerontang karena tak mendapat pasokan makanan yang memadai.
-
Mengapa jalur kereta api di 'Jalur Kematian', Thailand, dianggap berbahaya? Ribuan tawanan perang dan pekerja lokal telah meninggal saat membangun jalur ini. Dan hingga kini, hanya satu jalur yang masih dibuka. Itu pun hanya dengan sedikit perlindungan dari tanah yang ada di bawahnya.
-
Kapan Bua Noi dibawa ke Thailand? Bua Noi masih berusia tiga tahun ketika dia dibawa dari Jerman pada 1992.
-
Kapan kapal Romawi ini ditemukan? Di lepas pantai Misiliscemi, Sisilia, Italia, sebuah kapal kuno Romawi yang sudah tenggelam berhasil diangkat dari dasar laut setelah ditemukan pada Juli 2020.
-
Apa saja temuan unik yang ditemukan di bangkai kapal Romawi dan Mamluk di lepas pantai Kaisarea? Para arkeolog mengatakan, temuan unik ini berasal dari periode Romawi dan Mamluk sekitar 1.700 dan 600 tahun lalu. Selain itu, terdapat temuan lainnya berupa patung pantomimus Romawi yang mengenakan topeng komik, beberapa lonceng perunggu yang digunakan untuk mengusir roh jahat, wadah gerabah, puluhan paku perunggu besar, pipa timah dari pompa lambung kapal, serta jangkar besi besar yang rusak.
-
Di mana pedang-pedang Romawi itu ditemukan? Empat pedang tersebut ditemukan terselip pada celah kecil di dalam gua dekat Taman Nasional Ein Gedi, Laut Mati.
-
Bagaimana rumah Jirayut di Thailand? Meskipun belum sepenuhnya selesai, rumah yang dibangun oleh Jirayut di Thailand sudah menunjukkan nuansa modern dan minimalis.
Hal itulah yang terlihat dari video yang diunggah oleh kanal YouTube Hendri Teja. Video tersebut memperlihatkan suasana kamp romusa di Thanbyuzayat, Myanmar.
Disebutkan dari kanal YouTube Hendri Teja, para romusa itu direkrut paksa dari wilayah-wilayah yang diduduki militer Jepang seperti Thailand, Myanmar, Vietnam, Malaysia, China, dan juga Indonesia.
Kondisi mereka di kamp sangat menyedihkan. Tubuh mereka kurus kering, dan tinggal pada sebuah bangunan kecil beratapkan jerami.
Sejarawan Jepang, Aiko Kurosawa menulis bahwa betapa pilunya nasib romusa di jalur kereta api kematian itu.
Mereka bekerja pada medan yang sangat berat, merambah lembah, menembus rimba, bekerja di bawah hujan deras, jalanan berlumpur, atau terik matahari yang menyengat.
Sementara itu, serdadu-serdadu Jepang yang bertindak sebagai mandor berlaku sangat kejam.
Semua kekejaman itu diperburuk dengan jatah makanan yang minim serta fasilitas kesehatan yang tidak memadai.
Padahal waktu itu wabah kolera, disentri, dan wabah-wabah lainnya sedang ganas-ganasnya.
Akibatnya banyak romusa dan tawanan sekutu yang tewas. Bahkan ada laporan bahwa para romusa yang tidak bisa bekerja lagi karena sakit dikubur hidup-hidup.
- Potret Keano Mudra Djanuismadi Anak Intan Ayu yang Ikut Hadir di Nikahan BCL dan Tiko Arya Wardhana
- Potret Anggun Ibu Iriana Dampingi Jokowi ke China, Tas Hitam Cendrawasih Curi Atensi
- Ini Potret Mikha Tambayong dan Deva Mahenra Pamer Momen Mesra Lagi Kencan!
- 8 Potret Terkini Kondisi Rumah Muzdalifah, Megah Tapi Tampak Kurang Terawat
Sementara menurut pengamat sejarah David Boggett, disebutkan bahwa dari 200 ribu hingga 500 ribu domusha asal Jawa yang dikerahkan, hanya sekitar 70 ribu yang masih hidup saat perang berakhir.
Setelah Perang Dunia II berakhir, para romusa kemudian diangkut ke Pantai Setse di Teluk Martaban.
Mereka selanjutnya diangkut menggunakan Landing Craft Tank (LCT) 7002 menuju kapal yang akan membawa mereka ke Rangoon, kota terbesar di Myanmar.
Dari Rangoon, mereka kemudian dipulangkan ke daerah masing-masing.
Pada akhirnya, sebanyak 800 romusa asal Pulau Jawa tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Kepulangan mereka difasilitasi oleh Palang Merah Internasional yang dibantu armada Inggris. Orang-orang yang sakit dibawa dengan tandu menuju ambulans yang sudah menunggu di dermaga.