Penangkapan DN Aidit 22 November 1965, Pemimpin PKI yang Dieksekusi Mati
Peristiwa kelam Gerakan 30 September 1965 dimotori oleh DN Aidit, pemimpin besar PKI. Peristiwa ini terjadi pada malam hari hingga dini hari, tepat pada akhir tanggal 30 September dan masuk 1 Oktober 1965. Pemberontakan ini dilakukan untuk mengincar perwira tinggi TNI AD Indonesia.
Peristiwa Gerakan 30 September 1965 adalah salah satu sejarah paling kelam bagi bangsa Indonesia. Pemberontakan PKI ini terjadi pada malam hari hingga dini hari, tepat pada akhir tanggal 30 September dan masuk 1 Oktober 1965. Pemberontakan ini dilakukan untuk mengincar perwira tinggi TNI AD Indonesia.
Gerakan tersebut menewaskan enam jenderal dan satu letnan TNI AD. Ketujuhnya adalah Jenderal TNI (Anumerta) Achmad Yani, Letjen (Anumerta) Suprapto, Meyjen (Anumerta) MT Haryono, dan Letjen (Anumerta) Siswondo Parman. Lalu, Mayjen (Anumerta) DI Pandjaitan, Mayjen (Anumerta) Sutoyo Siswomihardjo, serta Letnan Satu Corps Zeni (Anumerta) Pierre Andreas Tandean.
-
Dimana Rahmad Daniel tinggal? Kami dari keluarga kecil yang tinggal di pegunungan. Kalau pergi sekolah, anakku ini jauh," ungkap sang Ibu.
-
Bagaimana Sjam meyakinkan DN Aidit untuk segera bergerak? Sjam Meyakinkan Aidit Untuk Segera Bergerak Mendahului Angkatan Darat Saat itu Ketua CC PKI DN Aidit tengah bimbang. Presiden Sukarno sakit keras. Aidit takut, jika Bung Karno meninggal, Angkatan Darat akan segera bergerak menghancurkan PKI. Rivalitas antara PKI dan TNI AD di tahun 1965 mencapai puncaknya. Letnan Jenderal Ahmad Yani pucuk pimpinan AD sangat antikomunis. DN Aidit sangat mempercayai laporan Sjam. Terlebih Sjam mengklaim pasukan yang telah dipengaruhinya cukup besar untuk mendukung Gerakan 30 September.
-
Dimana Adipati Ario Niti Adiningrat dilahirkan? Profil Raden Adipati Ario Niti Adiningrat lahir di Kabupaten Pasuruan pada 12 Juli 1870.
-
Apa yang terjadi di Kabupaten Agam, Sumatera Barat pada Minggu (12/5)? Baru-baru ini Kabupaten Agam, Sumatera Barat baru saja tertimpa musibah bencana alam banjir bandang lahar dingin pada Minggu (12/5) kemarin.
-
Apa yang dikatakan Angger Dimas mengenai sidang hari itu? Angger Dimas mengatakan bahwa saat mereka dikumpulkan sebagai saksi dan non saksi, ia hampir pingsan karena merasakan emosi yang kuat karena itu adalah pertama kalinya ia bertemu dengan terdakwa. Angger Dimas memberikan keterangan saksi di depan majelis hakim dan ia menyatakan bahwa sidang ini berjalan dengan lancar.
-
Bagaimana penampilan Darma Mangkuluhur saat ini? Kini sosok Darma sudah jauh berubah dari saat ia kecil dan remaja. Darma lebih terlihat tampan dan gagah, juga lebih dikenal sebagai pebisnis handal.
Selaku dedengkot PKI, DN Aidit dianggap sebagai dalang dari pemberontakan tersebut. Maka dari itu, pada tanggal 22 November 1965, Aidit ditangkap kemudian dieksekusi mati. Berikut kronologi penangkapan DN Aidit yang merdeka.com lansir dari Liputan6 dan sumber lainnya:
Mengenal Sosok DN Aidit
©istimewa
Dipa Nusantara Aidit atau yang lebih dikenal dengan DN Aidit adalah salah seorang pemimpin besar Partai Komunis Indonesia (PKI). Namanya dikenal luas oleh masyarakat Indonesia pasca pemberontakan Madiun 1948 dan 1965.
Pemimpin PKI ini lahir di Belitung pada 30 Juli 1923. Lahir dengan nama Achmad Aidit, lelaki yang biasa dipanggil Amat ini meninggalkan Belitung dan berangkat ke Jakarta pada tahun 1940. Di Jakarta, Aidit sempat mendirikan perpustakaan Antara di daerah Senen, Jakarta Pusat.
DN Aidit Pemimpin mulai mempelajari Marxis saat tergabung dalam Perhimpunan Demokratik Sosial Hindia Belanda. Sejak saat itu, Aidit mulai berkenalan dengan tokoh-tokoh politik Indonesia, seperti Bung Karno, Bung Hatta, Chaerul Saleh, dan Adam Malik. Dia kemudian mempelajari lebih dalam mengenai teori politik Marxis dari Perhimpunan Demokratik Sosial Hindia Belanda, yang kelak berganti nama menjadi PKI.
DN Aidit dan Tragedi G30S/PKI
Di bawah kepemimpinan DN Aidit, PKI menjadi partai komunis ketiga terbesar di dunia, setelah Uni Soviet dan RCC. Demi memperkuat basis partainya, Aidit juga mengembangkan sejumlah program untuk berbagai kelompok masyarakat, seperti Gerawani, Barisan Tani Indonesia (BTI), Lekra, dan Pemuda Rakyat.
Kerja keras Aidit dalam membesarkan PKI membuahkan hasil, partai tersebut memperoleh suara terbanyak keempat pada Pemilu 1955. Di mana PKI memperoleh 16, 36 suara, dan mendapatkan 39 kursi DPR dan 80 kursi Konstituante. Sejak saat itu, PKI mulai berani memengaruhi Soekarno dalam setiap kebijakannya, salah satunya meminta Bung Karno untuk memberangus Partai Masyumi.
Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada 30 September 1965, terjadi peristiwa paling kelam bagi bangsa Indonesia. Sekelompok prajurit di bawah kepemimpinan Letkol Untung menyerbu rumah para jenderal yang mereka tuduh akan bertindak makar terhadap Soekarno, tujuh jenderal dibunuh, termasuk seorang perwira menengah TNI AD dan polisi. Mayatnya dibuang ke dalam sumur di Lubang Buaya.
Keesokan harinya, mereka merebut Radio Republik Indonesia (RRI) dan menyebarkan pelbagai propaganda. Tak sampai satu hari, akhirnya stasiun radio pelat merah itu berhasil direbut kembali ileh Kostrad.
Dalam lima hari, pemberontakan berhasil dihentikan. Meyjen Soeharto memerintahkan para aparat untuk memburu sisa-sisa pemberontak hingga ke seluruh penjuru, termasuk Aidit yang diduga menjadi dalang dari Gerakan 30 September atau G30S.
Kronologi Penangkapan DN Aidit
©bluefame.com
Setelah pecah peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965, DN Aidit menjadi orang paling dicari saat itu. Pemimpin besar PKI itu dianggap sebagai dalang di balik gerakan makar dan penculikan para jenderal tersebut. Untuk menemukan DN Aidit, Angkatan Darat melakukan operasi intelejen yang dipimpin oleh Kolonel Jasir Hadibroto, yang saat itu menjabat sebagai Komandan Brigade Infantri IV Kostrad.
Setelah tiga minggu melakukan operasi intelijen, tim intelijen Brigif berhasil melacak keberadaan DN Aidit. Pada 21 November 1965, persembunyian Aidit pindah dari Kletjo, Kota Solo, ke Sambeng. Penyisiran pun dilakukan hingga ke Kampung Sambeng.
Tepat tanggal 22 November 1965, dini hari, DN Aidit ditangkap di Desa Sambeng, Mangkubumen, Banjarsari. Penangkapan yang dipimpin oleh Kolonel Yasir tersebut dilakukan di salah satu rumah warga. Meski DN Aidit bersembunyi di Kampung Sambeng, tapi saat itu warga tidak ada yang tahu kalau kampungnya menjadi tempat persembunyian pemimpin besar PKI ini.
Sehari setelahnya, DN Aidit dieksekusi mati. Ada berbagai versi tentang kematiannya, versi pertama, Aidit tertangkap di Jawa Tengah, kemudian dibawa oleh sebuah batalyon Kostrad ke Boyolali. Setelah itu, dia dibawa ke sebuah sumur dan disuruh berdiri di situ.
Sebelum dieksekusi, Aidit diberi waktu setengah jam untuk berbicara. Waktu tersebut ia gunakan untuk membuat pidato yang berapi-api hingga membangkitkan kemarahan semua tentara yang mendengarnya, sehingga tidak dapat mengendalikan emosi.
Emosi para TNI AD semakin tidak dapat dikendalikan, akhirnya senjata mereka menyalak dan menembaknya hingga mati. Adapun versi lain menyebutkan bahwa Aidit diledakkan bersama-sama dengan rumah tempatnya ditahan. Sampai sekarang, tidak diketahui di mana jenazah Aidit dimakamkan.